Oleh:
Dr. Yusran Lapananda, SH., MH
KEBIJAKAN penggunaan DAU menjadi DAU yang tidak ditentukan penggunaannya atau block grant (BG) & DAU yang ditentukan penggunaannya atau specific grant (SG) yang diatur melalui Pasal 130 ayat (2) UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat & Pemerintahan Daerah berdampak pada chaosnya arus kas daerah secara khusus & pengelolaan keuangan daerah secara umum, selain sebab lainnya.
Tadinya transfer DAU secara utuh diterima pemda-pemda setiap bulan, terbelah menjadi DAU BG diterima setiap bulan, sedangkan DAU SG diterima pemda-pemda melalui kas daerah setiap 3 bulan atau lebih, akibatnya arus kas daerah dari awal tahun seret..
Bukan itu saja, kebijakan efisiensi belanja melalui refocusing belanja secara limitatfi & pemangkas dana transfer khususnya DAU SG & DAK membuat ruang fiskal daerah-daerah menjadi sempit & tak lincah lagi.
Tak heran banyak daerah-daerah mengambil jalan pintas untuk mendongkrak pendapatan untuk memperlebar ruang fiskal dengan menaikkan PAD yakni pajak daerah salah satunya PBB-P2 (pajak bumi & bangunan perdesaan & perkotaan).
Efek dari UU 1/2022?. Daerah-daerah tak bisa disalahkan 100% jika memilih opsi menaikkan PBB-P2. Daerah butuh ruang fiscal guna menjalankan pemerintahan & pembangunan. Kepala daerah perlu dana untuk memenuhi janji-janji politik yang diniatkan & dilafalkan saat kampanye.
Kalut & buntu?. Daerah-daerah kehilangan daya pikir & inovasi untuk menaikkan PAD. Solusi, merubah kebijakan dari PBB-P2 ke BUMD (perseroan/perumda) untuk PAD, tak ditempuh. Pemda-pemda harus mendorong BUMD termasuk PERUMDAM (perusahaan daerah air minum) untuk bekerja secara professional untuk menghasilkan laba demi PAD.
MENAIKKAN PBB-P2 UNTUK PAD, BUKAN SOLUSI
Untuk memperoleh PAD sebesar-besarnya dengan menaikkan pajak daerah & retribusi daerah khususnya PBB-P2 bukanlah solusi!. Menaikkan PBB-P2 sangat beresiko & menuai protes masyarakat lewat demonstrasi & berakibat pada berbagai fasilitas pemerintahan rusak. Roda pemerintahan & perekonomian terganggu hingga kepala daerah terancam pemakzulan.
Menaikkan PBB-P2 instan/cepat & sangat gampang, tak perlu merubah Perda Pajak Daerah cukup merubah Perkada khususnya merubah & manikkan NJOP. Mengapa demikian?.
Landasan hukum pemungutan PBB-P2 yakni UU 1/2022, PP 35/2023, Perda & Perkada masing-masing daerah. Objek PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Sedangkan wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Besaran pokok PBB-P2 yang dibayar dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2. Tarif PBB-P2 paling tinggi sebesar 0,5% ditetapkan dengan Perda. Sedangkan dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP yang ditetapkan dengan Perkada. NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.
Untuk penilaian PBB-P2, NJOP dihitung berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Dalam hal tidak diperoleh harga rata-rata, penghitungan NJOP dapat dilakukan dengan metode: (a). perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis. (b). nilai perolehan baru. atau (c). nilai jual pengganti.
NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% & paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak. NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp. 10.000. untuk setiap wajib pajak.
NJOP ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
Pada pengecualian inilah terdapat fleksibiltas daerah-daerah untuk merubah & manikkan NJOP setiap saat sehingga PBB-P2 secara instan/cepat & gampang dinaikkan.
DARI PBB-P2 KE BUMD UNTUK PAD
Menaikkan PBB-P2 dengan merubah & menaikkan NJOP melalui Perkada adalah normatif & tak ada yang salah. Akan tetapi, walaupun pajak daerah bersifat kontribusi yang memaksa tanpa imblan, namun pemda-pemda harus berpihak kepada kepentingan rakyat & mempertimbangkan kemampuan membayar rakyat serta memperhatikan kondisi perekonomian nasional yang berimbas kepada rakyat.
Untuk beroleh PAD sebanyak mungkin opsi lainnya adalah PAD dari BUMD. Solusinya dengan memperbaiki kinerja, manajemen & organ BUMD (perseroan/perumda) termasuk perumdam.
Membentuk & mengelola BUMD secara professional adalah suatu keharusan. Saatnya BUMD dibentuk & dikelola secara professional & berkarakter LABA PAD dengan jumlah karyawan yang rasional, maksimal belanja/penghasilan karyawan 40% dari penerimaan.
Sesungguhnya untuk mendapatkan PAD murni, berinvestasilah melalui BUMD (perseroan/perumda) termasuk perumdam. PAD dari BUMD diperoleh dari LABA bersih yang disetor oleh BUMD tanpa beban biaya opersional.
Bandingkan, jika berharap dari pajak & retribusi daerah, nilai yang tercantum dalam APBD adalah nilai kotor hingga habis terpakai untuk biaya operasional seperti pengadaan bukti tagih, perjadis, gaji & penghasilan ASN ditambah dengan upah pungut PP 69/2000 yang dibagi habis kepada ASN serta dibagi ke desa-desa sebesar minimal 10% dari rencana/realisasi dalam bentuk Bagi Hasil Pajak Daerah & Retribusi Daerah kepada Pemerintah Desa.
Secara ril pendapatan dari pajak & retribusi daerah hanya untuk menutup biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan & penagihan serta biaya menurut regulasi.
PENUTUP
Saatnya daerah-daerah mereinventing government dari perolehan pendapatan dari PAD (pajak daerah & retribusi daerah) ke LABA BUMD (perseroan/perumda) termasuk perumdam dengan syarat BUMD dibentuyk & dikelola dengan professional tanpa intervensi kebijakan dari pemda, & organ serta personil berkinerja dengan mindset meraih keuntungan yang sebesar-besarnya untuk PAD.
Jika opsi meningkatkan pendapatan daerah dari PAD khususnya pajak daerah & retribusi daerah selain balance dalam penerimaan dengan pengeluran untuk biaya pemungutan/penagihan & biaya lainnya, juga dapat mendatangkan daya tolak masyarakat.(*)
Penulis adalah Ahli Hukum Keuangan Daerah










Discussion about this post