Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Alokasi belanja pegawai pemerintah provinsi menjadi salah satu sorotan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat mengevaluasi APBD 2025.
Pasalnya alokasi belanja pegawai telah melewati batas maksimal belanja pegawai dalam APBD yaitu 30 persen. Sementara dalam APBD 2025 Provinsi Gorontalo, Kemendagri mendapati alokasi belanja pegawai mencapai Rp 701 miliar atau mencapai 42 persen dari total APBD 2025 sebesar Rp 1,6 triliun.
Ini terungkap dalam pertemuan Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) membahas hasil evaluasi APBD 2025 dari Kemendagri, (23/12) belum lama ini.
Dalam rapat itu, Sekretaris Daerah (Sekda) provinsi Sofian Ibrahim menguraikan beberapa catatan Kemendagri yang tertuang dalam hasil evaluasi APBD 2025. Sofian menuturkan, alokasi belanja pegawai di luar tunjangan guru dari dana transfer dalam APBD 2025 mencapai Rp 701 miliar atau 42,69 persen.
“Ini belum memenuhi alokasi belanja pegawai yang paling tinggi harusnya 30 persen dari belanja pegawai,” ungkapnya. Dia mengatakan, Pemprov akan menindaklanjuti catatan Kemendagri itu dengan menurunkan alokasi belanja pegawai. “Kami akan berupaya menurunkannya diangka 30-an persen,” urainya.
Catatan lainnya soal alokasi anggaran infrastruktur pelayanan publik yang belum memenuhi alokasi 40 persen dari belanja daerah. Sofian mengatakan, pemerintah daerah diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian anggaran infrastruktur pelayanan publik selama lima tahun sampai 2027.
“Tapi untuk alokasi dana pendidikan itu sudah melewati alokasi minimal 20 persen sebagaimana yang diatur dalam UU Sisdiknas. Dana pendidikan kita mencapai 31,54 persen atau mencapai Rp 518 miliar,” ungkapnya. Sofian mengatakan, seluruh catatan dan rekomendasi Kemendagri ini akan ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi melalui pergeseran anggaran.
Sejumlah personil Banggar juga mengingatkan aspek efektifitas dan efisiensi anggaran. Ketua Deprov Thomas Mopili mencontohka n anggaran untuk kesehatan lingkungan dalam APBD 2025 yang dinilainya lebih besar anggaran penunjang dan anggaran inti kegiatan. “Anggaran penunjangnya mencapai 50-an persen,” ungkapnya.
Senada juga diungkapkan anggota Banggar, Limonu Hippy. Dia mengungkapkan, kondisi ini juga terjadi pada OPD lainnya. Contohnya alokasi anggaran program di dinas Pangan yang hanya mencapai Rp 4 miliar. Sementara anggaran operasional yang mencapai Rp 7 miliar. “Ini temuan kami waktu rapat dengan dinas pangan,” ungkapnya.
Anggota Banggar dari Fraksi Amanat Bangsa, Mohammad Djikyan juga menyoroti besarnya anggaran penunjang untuk pengentasan kemiskinan yang mencapai 50 persen di Dinas Sosial.
“Sementara anggaran untuk mendanai langsung program pengentasan kemiskinan malah lebih rendah. Nah kalau seperti ini, percepatan pengentasan kemiskinan sulit dilakukan,” tandasnya. (rmb)










