Oleh
Ridwan Nurjamal
Latar Belakang
Dilansir oleh kompas.com dari sensus penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik bahwa generasi Z dan Millenial mendominasi kelompok generasi terbesar di Indonesia, masing-masing mencapai 75,49 juta jiwa (27,94 persen) dan 69,38 juta jiwa penduduk (25,87 persen) dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Generasi Z atau dikenal juga sebagai iGen, atau centennials dibesarkan di tengah teknologi, internet, dan media sosial. Adapun generasi Y yang juga dikenal sebagai Milenial, telah memimpin generasi tua dalam adopsi teknologi dan sudah merangkul solusi digital. Maka kedua generasi terbesar ini memiliki kesamaan atas dampak teknologi digital termasuk pada perilakunya konsumsinya yang mendominasi 85 persen transaksi e-commerce di Indonesia (Safitri, 2020).
Sebelumnya, pada tahun 2018, Merchant Machine yang merupakan lembaga riset asal Inggris, merilis daftar sepuluh negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia dan Indonesia merupakan negara tercepat di dunia dengan pertumbuhan 78 persen (Widowati, 2019).

Terlebih lagi sejak mewabahnya pandemi Covid-19 membuat masyarakat lebih banyak dirumah dan terjadi peningkatan transaksi pembelanjaan secara digital melalui e-commerce dan grocery pick-up untuk kebutuhan hariannya (Catriana, 2020). Peningkatan transaksi ini juga ditopang oleh kemudahan pembayarannya secara online, baik menggunakan m-banking maupun pembayaran elektronik (e-payment) melalui shadow banking yang memberikan promosi ekstra cashback. Diantara shadow banking yang dimaksud adalah shopeepay dan ovo untuk pembayaran e-commerce shopee dan tokopedia. Merespon perkembangan ini, delapan Badan Usaha Milik Negara bergabung menjadi pemiliki saham LinkAja (Pratama, 2019) yang juga merupakan situs web keuangan dompet elektronik.
Lebih luas, akun dan saldo yang ada pada dompet elektronik pada shadow banking dapat juga dipakai untuk pembayaran di sektor riil seperti pembelian produk makanan dan minuman UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) dan semakin meningkatkan persaingan dan kemudahaan di sektor riil lainnya seperti industri pariwisata. Hal ini tidak terlepas dari dukungan Bank Indonesia yang menerbitkan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) atau standar nasional kode respons cepat yang resmi diluncurkan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2019. QRIS ini digunakan untuk mendukung interkoneksi instrumen sistem pembayaran yang lebih luas dan juga mengakomodasi kebutuhan spesifik negara kedepannya.
Maka QRIS ini merupakan bentuk pengejewantahan dari salah satu tugas Bank Indonesia didalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran yaitu munculnya sistem pembayaran yang bervariasi memerlukan pengaturan yang baik. QRIS ini juga sebenarnya adalah salah satu contoh dari perkembangan financial technologies (FinTech) pada sektor finansial dan Bank Indonesia memiliki peran sentral di Indonesia. Maka dengan Fintech ini pula perusahaan dan organisasi terkoneksi melalui jaringan informasi teknologi (IT / Information Technology) dengan para bank and institusi keuangan lainnya (Jovic et al., 2019) termasuk dengan shadow banking yang ada dibelahan dunia lain seperti alipay, dan amazonpay.
Lebih lanjut menurut Jovic et al. (2019), perusahaan FinTech ini mengambil alih segmen bisnis perbankan tertentu dari bank tradisional dengan kelincahan, kecepatan layanan, dan penargetan pelanggan non-perbankan yang lebih jelas. Ini berlaku terutama untuk klien yang tidak terikat pada bank tertentu dan tidak memiliki kebiasaan pergi ke bank, seperti generasi Z dan Y. Sebagai contoh, Bank Jago (sebelumnya bernama Bank Artos Indonesia) yang pada awalnya adalah lembaga keuangan di bidang jasa keuangan. Setelah diakuisisi pada tahun 2019, bank ini direncanakan akan bertransformasi menjadi bank digital sehingga kedepannya layanan perbankan cara traditional berubah menjadi online. Lalu masih ada juga ada pesaing yang sedang dipersiapkan menjadi bank digital lainya seperti Jenius (Bank BTPN), Wokee (Bank Bukopin), Digibank (Bank DBS), TMRW (Bank UOB), dan Nyala (OCBC).
Maka melihat tren diatas menjadi sebuah kebutuhan untuk menganalisa perkembangan Fintech bagi generasi muda ini. Untuk itu diperlukan analisa pembandingan (benchmarking analysis) dari negara lain yang telah lebih dulu menerapkan inovasi fintech seperti kebutuhan dan penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC). Dengan demikian Bank Indonesia sebagai lembaga negara independen yang memiliki peran sentral didalam memelihara kestabilan nilai rupiah dapat menyesuaikan regulasi dan sistem pembayaran dimasa depan yang akan didominasi oleh generasi Z dan Y.
Analisa
Kohor Generasi (Generation Cohort) dalam ilmu sosial, kohor adalah kelompok orang yang memiliki karakteristik atau pengalaman yang sama dalam periode tertentu seperti waktu kelahiran (Rosow, 1978). Maka dampak satu generasi dibanding yang lainnya akan berbeda atau masing-masing memiliki karakteristik yang unik. Badan Pusat Statistik didalam melansir hasil sensus penduduk 2020 menggunakan pembagian generasi berdasarkan rujukan yang diperkenalkan oleh William Henry Frey yang merupakan seorang demografi dan penulis Amerika yang dikenal dengan buku-bukunya seperti Diversity Explosion.
Generasi Z sendiri merujuk pada penduduk yang lahir di periode kurun waktu tahun 1997-2012 atau berusia antara 8 sampai 23 tahun. Sementara generasi Y atau milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun. Sedangkan generasi X adalah mereka yang lahir antara 1965-1980 dengan atau berusia antara 40 sampai 55 tahun. Sementara baby boomer adalah mereka yang lahir antara 1946 – 1964 dengan atau berusia antara 56 sampai 74 tahun. Dari sensus penduduk 2020 oleh BPS ini diketahui bahwa generasi Z dan Y adalah dua generasi terbanyak dari penduduk Indonesia.
Generasi Z (gen Z, iGen, atau centennials), dibesarkan di tengah teknologi, internet, dan media sosial. Rata-rata cara berkomunikasi Gen Z terutama melalui media sosial dan teks. Dibesarkan di tengah teknologi dan internet, membuat kelompok ini distereotipkan sebagai pencandu teknologi atau anti-sosial. Milenial juga dikenal sebagai Generasi Y, telah memimpin generasi tua dalam adopsi teknologi dan sudah merangkul solusi digital dan fintech adalah salah satu jawaban atas kebutuhan dari klien kedua generasi muda ini yang tidak terikat pada bank tertentu dan tidak memiliki kebiasaan pergi ke bank.
Berdasarkan data OJK, hingga Mei 2019, terdapat 249 perusahaan fintech di Indonesia, mulai dari simpanan dan pinjaman hingga pembayaran dan peningkatan modal, dan dua area fintech dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia adalah peer-to-peer (P2P) lending dan pembayaran elektronik (e-payment).

Penutup
UU No.23 Tahun 1999 tentang telah menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang bersifat independen dan memiliki tujuan tunggal untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Disisi lain, Indonesia saat ini mengalami bonus demografi dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif dari generasi Z dan Y. Fenomena ini menjadi tantangan bagi bank sentral terkait pola perilaku generasi muda (Z dan Y) yang sangat dipengaruhi oleh teknologi perbankan digital. Disamping itu masih ada potensi untuk menyasar potensi pasar unbanked people yang tersebar di kepulauan penjuru Indonesia yang bisa terlayani dengan lanskap digital. Hal ini telah terbukti dengan peningkatan transaksi e-commerce di Indonesia.
Terlebih lagi, dengan adanya pandemi Covid-19, kebutuhan akan layanan perbankan digital pun kian dipercepat namun dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dari data konsumen. Fenomena bank digital merupakan cara bank berlomba memperkuat layanan digital bagi generasi muda. Tapi bukan hanya bank besar saja, bank kecil yang didukung oleh investor kelas kakap pun juga lakukan hal serupa. Tren yang sudah diendus oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penulis adalah pemerhati ekonomi digital
Referensi
Auer, R., & Böhme, R. (2020). The technology of retail central bank digital currency. BIS Quarterly Review, March.
Auer, R. A., Cornelli, G., & Frost, J. (2020). Rise of the central bank digital currencies: drivers, approaches and technologies (No. 8655). CESifo Working Paper.
Catriana, E. (2020). Aktivitas Belanja Online Meningkat Drastis, Ini Sebabnya. https://money.kompas.com/read/2020/10/27/135847026/aktivitas-belanja-online-meningkat-drastis-ini-sebabnya?page=all. (diakses pada 8 Juni 2021).
Idris, M. (2021). Generasi Z dan Milenial Dominasi Jumlah Penduduk Indonesia. https://money.kompas.com/read/2021/01/22/145001126/generasi-z-dan-milenial-dominasi-jumlah-penduduk-indonesia?page=all. (diakses pada 7 Juni 2021).
Jović, Z., Kunjadić, G., & Singh, D. (2019). Fintech and Cbdc-Modern Trends in Banking. FINIZ 2019-Digitization and Smart Financial Reporting, 27-30.
Pratama, W. P. (2019). BUMN Jadi Pemilik Baru Saham LinkAja, Garuda Salah Satunya. https://ekonomi.bisnis.com/read/20191001/9/1153964/8-bumn-jadi-pemilik-baru-saham-linkaja-garuda-salah-satunya. (diakses pada 8 Juni 2021).
Rosow, I. (1978). What is a cohort and why? Human Development, 21(2), 65-75.











Discussion about this post