GORONTALO -GP- Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia Gorontalo (YPSDMG) yang mengelola Politeknik Gorontalo (Poligon), dari sekarang sebaiknya berhenti bermimpi soal masa depan Poligon. Karena apapun obsesi yang ingin diwujudkan, pasti akan terkendala dengan kepemilikan aset tanah dan bangunan. Berdasarkan keputusan Deprov Gorontalo pada rapat Paripurna Desember 2020 silam, lahan Poligon yang merupakan aset Pemerintah Provinsi, telah dihibahkan ke Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
Belakangan, Pemprov melalui Penjagub Hamka Hendra Noer telah menyurati Deprov untuk mencabut atau membatalkan keputusan itu. Namun, Komisi I yang mengkaji hibah lahan Poligon ke UNG sebelum menjadi keputusan Deprov, menolak permintaan Pemprov tersebut. Komisi I beralasan, tak ada yang salah dari proses hibah lahan Poligon ke UNG hingga harus dibatalkan. “Kami (Komisi I.red) malah meminta Pemprov untuk melakukan kajian ulang dengan lebih cermat dan komprehensif atas keinginan mereka untuk membatalkan hibah lahan Poligon ke UNG,” ujar Ketua Komisi I AW Thalib, usai pertemuan Komisi I bersama seluruh pejabat terkait Pemprov, membahas pembatalan hibah lahan Poligon di Kantor Dikbudpora Provinsi, kemarin (26/10).
Dia mengatakan, prosedur administratif sangat mendukung hibah lahan Poligon ke UNG. Karena lahan dan bangunan di Poligon senilai kurang lebih Rp 40 miliar merupakan aset pemerintah provinsi yang tercatat secara resmi. Jadi lahan Poligon itu bukan milik swasta meski Poligon adalah perguruan tinggi swasta. Disisi lain, penerima hibah adalah UNG yang merupakan perguruan tinggi negeri milik pemerintah. “Jadi hibah ini sifatnya G to G (Goverment to Goverment). Bukan G to B (Goverment to Business). Jadi tidak ada yang salah dari proses hibah ini,” papar AW Thalib.
Hibah lahan Poligon awalnya untuk mendukung rencana merger Poligon ke UNG. Namun rencana itu tak bisa diwujudkan. Karena proses merger ini terbentur dengan ketentuan pemerintah pusat yang tidak membolehkan merger atau penggabungan perguruan tinggi swasta (PTS) ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Meski begitu AW Thalib mengingatkan, semangat Deprov menyetujui hibah lahan Poligon ke UNG beberapa waktu lalu adalah mendukung pengembangan Poligon menjadi institusi pendidikan berbasis vokasi yang mandiri. Karena tak dipungkiri, keberlangsungan pendidikan di Poligon dari sejak berdiri hingga sekarang, masih berharap dari dana hibah pemerintah provinsi. “Kalau pengucuran dana hibah hanya sekali mungkin tidak masalah. Tapi kalau sudah berulangkali pasti jadi temuan BPK,” tambahnya.
Oleh karena itu, kalaupun merger Poligon dengan UNG tak bisa diwujudkan, menurut AW Thalib, pihaknya mensupport UNG untuk bisa mengembangkan pendidikan berbasis vokasi. Karena harus diakui, lulusan perguruan tinggi berbasis vokasi sangat dibutuhkan sekarang ini. “Di era digitalisasi sekarang ini kita sangat butuh SDM yang sudah memiliki skill yang bisa langsung diserap pasar tenaga kerja. Atau malah bisa menciptakan lapangan kerja baru,” ungkapnya. “Mungkin UNG bisa memanfaatkan lahan Poligon untuk membangun kampus baru berbasis vokasi. Apalagi di dekat lahan Poligon berdiri SMK. Jadi nanti lulusan SMK bisa lanjut studi di kampus itu. Jadi pendidikannya berkelanjutan,” ujarnya.
AW Thalib mengatakan, pihaknya tidak ingin terjebak pada pemikiran perlu tidaknya Poligon. Yang diinginkan Komisi I adalah hadirnya penyelenggaraan pendidikan berbasis vokasi. “Apakah itu (Pendidikan vokasi.red) nanti diselenggarakan Poligon atau UNG, toh muaranya untuk kepentingan rakyat dan daerah,” pungkasnya. (rmb)












Discussion about this post