logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Persepsi

Persatuan Bangsa Merdeka

Lukman Husain by Lukman Husain
Monday, 1 August 2022
in Persepsi
0
Generasi (Terbaik) Gorontalo

Basri Amin

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Related Post

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Guru Pejuang di Gorontalo

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

Oleh

Basri Amin

Negeri kita bukanlah sesuatu yang sekali jadi. Indonesia adalah sebuah bangsa yang masih kita “bentuk” bersama (in making), tanpa henti dan tanpa lelah. Yang berhasil kita capai adalah fondasi moral dan visi (bersama) sebagai bangsa, dalam hal bertanah-air, berbangsa dan berbahasa. Meski demikian, tujuan bersama –menjadi bangsa yang bersatu, adil, dan makmur—- bukanlah perkara mudah. Hingga kini, satu di antara masalah serius kita adalah ketidakadilan dan kebersamaan dalam kemakmuran.

Persatuan bangsa, dalam banyak hal, —sebagaimana pernah diingatkan oleh Bung Hatta—seringkali kita ciderai sedemikian rupa, sehingga yang tampak adalah per”sate”an. Artinya, “kelihatan bersatu tapi satu-sama lain saling ‘tertusuk’ atau ‘menusuk’–. Peringatan Bung Hatta ini bisa diterjemahkan di banyak arena kehidupan, di medan ekonomi dan budaya terutama. Fakta menunjukkan, “kesenjangan” di dalam masyarakat kita masih menganga. Jurang antara mereka yang hidupnya makmur dan mapan, serta mereka yang terlempar di pinggiran masih besar.

Dalam dua dekade terakhir, masalah negeri kita sudah berubah menjadi “4-K” (kemiskinan, korupsi, keragaman, dan keadilan). Secara khusus, wajah pluralisme (keragaman) di negeri ini mengalami guncangan yang hebat. Tidak heran kalau masyarakat kita cukup mudah disulut oleh isu-isu etnis dan agama, seperti terjadi di awal periode Reformasi. Hingga kini, kata-kata “asli” dan “pendatang” makin sejajar penggunaannya dengan kata-kata “kita” dan “mereka”. Beragam ikatan penanda (identifikasi) dan pengelompokan (kepentingan) makin merasuk dalam percakapan keseharian di masyarakat. Pemicunya pun banyak. Dan ini terjadi di banyak arena dan tempat. Diam-diam, banyak di antara kita yang belum “tuntas” dan sulit untuk “tulus” ber-Indonesia.

Tentu bukanlah perkara mudah untuk menghilangkan ikatan-ikatan identitas. Selain hal ini dipandang tidak perlu, cara-cara yang “menyamakan” identitas bagi semua warga bangsa juga merupakan urusan yang tampaknya sia-sia. Kecuali bagi mereka yang memang terbiasa “mengail di air keruh”, yakni mereka yang dikepung oleh mentalitas kalah dan picik hati. Saat ini, yang kita butuhkan justru bagaimana memperkaya (pemaknaan) “keragaman” sosial itu melalui penguatan basis kebudayaan ber-Indonesia yang lebih segar, adil, damai dan cerdas. Tantangan atas idealitas ini tentulah tidak mudah. Tapi, kita tak bisa mundur dengan prinsip ini. Sekali kita ber-Indonesia maka sejak itu pula terdapat tiga kesadaran yang bersifat mutlak.

Pertama, bahwa Indonesia adalah “karya banyak pihak”. Bisa dikatakan bahwa hampir semua “aliran politik” terlibat dalam membentuk Indonesia. Semua kelompok atau aliran telah mengorbankan semua hal terbaik mereka untuk menegakkan cita-cita terbaik untuk negeri ini. Kedua, Indonesia adalah negeri kaya (sejarah, sumberdaya alam dan jumlah penduduk). Sekian abad terbukti akan kebesaran peradabannya. Tetapi, sebagai negeri bahari yang plural, yang berhasil mencapai tingkat kebudayaannya yang tinggi dari wilayah pesisir dan melalui jaringan dan jalur niaga, Nusantara (baca: “Indonesia lama”), terbukti menjadi “bangsa pemberani”, sejajar dengan bangsa Tiongkok dan India, bahkan jauh sebelum Eropa memasuki era Modern dengan zaman industrialnya.

Ketiga, kita tak bisa pula melupakan bahwa kita adalah negeri yang pernah “dijajah”. Secara material dan politik, kita sudah “merdeka” sejak 17 Agustus 1945. Meski demikian, sejarah bangsa-bangsa yang lain terus berjalan dengan kecepatannya masing-masing dan kita adalah bangsa yang juga tengah menentukan jalan sejarah kita. Di sinilah beragam tendensi dan turbulensi terjadi, dan negeri kita pun tak bisa lepas dari pengaruh banyaknya “belokan perjalanan” sejarah bangsa-bangsa di dunia. Sebagai negeri yang pernah dijajah, oleh Belanda terutama, kita akui atau tidak, terdapat persoalan yang masih serius hingga kini, yakni dalam persoalan “mentalitas”.

Urusan ini cukup rumit karena di awal abad 20 kita adalah bangsa yang sangat terpuruk karena penjajahan, sementara struktur masyarakatnya yang sangat feodalistik-agraris. Landasan ketergantungan masyarakat kita kepada “patron” (mulai) terbentuk di sini, baik dalam arti antara massa dan elite-nya, maupun antara tuan tanah dan kelompok pekerjanya. Lama kelamaan, negara (pasca kolonial) bernama Indonesia ini semakin modern, dengan ciri (kekuasaan) negara yang sangat dominan, hal mana semakin “menebalkan” ketergantungan masyarakat kepada kalangan atas (birokrasi, elite militer dan pemilik modal).

Kreativitas dan daya juang masyarakat kita dalam ber-nalar dan meng-organisasi-kan diri nyaris lumpuh untuk waktu yang cukup panjang. Semuanya di-patron oleh negara melalui ideologi “pembangunan”nya. Dalam jangka pendek, ini tidak terlalu salah, tetapi karena transformasi sosialnya berlangsung “tertutup” di masa Orde Baru, maka kemandirian masyarakat kita dalam mengorganisasi kekuatan ekonomi dan kreativitasnya menjadi sangat lambat dan homogen. Tanpa bermaksud menyesali sejarah bangsa kita, harus dikatakan bahwa Indonesia belum pernah mengalami “masa pencerahan” yang benar-benar mendobrak kebekuan budaya dan reformasi tata-kelola kekuasaan. Untuk perubahan politik dalam arti perombakan (kekuasaan) yang elitis, kita memang beberapa kali mencapainya. Tapi, gerakan yang berhasil merombak “mentalitas” bangsa, nyaris masih ketinggalan di belakang.

Keadaan kita sehari-hari masih sangat terasa bahwa bangsa kita belum mempunyai “rasa bangga” dan “martabat” yang hebat ketika kita perhadapkan dengan bangsa-bangsa (besar) lainnya. Tak heran kalau kita masih terlalu sering “memuji” bangsa-bangsa lain dalam perkara etos kerja dan mentalitas keseharian (pendidikan, perilaku bersih, kekuasaan yang cerdas, pelayanan dan fasilitas publik, kepemihakan kepada mereka yang miskin, etika jabatan, konflik kepentingan, dst).

Bulan Agustus hendaknya dijadikan “Bulan Revolusi” dalam arti perubahan besar dalam tabiat-tabiat bangsa kita. Negeri ini harus “bercermin” dengan sungguh-sungguh, di semua lini dan arena kehidupan. Kita sudah cukup lama ber-basa-basi (sejarah) sebagai “bangsa besar”. Padahal, kesenjangan dan kemiskinan belum juga menggerakkan emosi kebangsaan kita untuk berubah. Urusan politik dan pengaturan jabat-menjabat di sektor publik demikian rentan gaduh, sementara gebrakan yang berbasis gagasan fundamental dan debat yang serius tak pernah muncul di daerah-daerah. Elite kita memang ramai di baliho tapi tak pernah pasang-badan dalam urusan got macet, taman kota yang kotor, warga miskin yang hendak kuliah dan saudara-saudara kita yang meminta-minta di jalan raya. Inikah negeri yang paradoks? Mari kita diskusikan selama Agustus 2022. ***

 

 

Penulis adalah Bekerja di Universitas Negeri Gorontalo

Anggota Indonesia Social Justice Network (ISJN)

E-mail: basriamin@gmail.com

Tags: basri aminpersepsi

Related Posts

Basri Amin

Gorontalo, Jangan “Lari” di Tempat

Monday, 1 December 2025
M. Rezki Daud

Guru Pejuang di Gorontalo

Wednesday, 26 November 2025
Rohmansyah Djafar, SH., MH

Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ? 

Monday, 24 November 2025
Basri Amin

Senggol-Senggolan di Pemerintahan

Monday, 24 November 2025
Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Pariwisata Gorontalo: Potensi Ekonomi, Ancaman Ekologis, dan Risiko Greenwashing Tourism

Friday, 21 November 2025
Basri Amin

Pemimpin “Perahu” di Sulawesi

Monday, 17 November 2025
Next Post
Beras Baru di Gorontalo Mulai Rp8 Ribu, Pedagang Klaim Stok Melimpah

Beras Baru di Gorontalo Mulai Rp8 Ribu, Pedagang Klaim Stok Melimpah

Discussion about this post

Rekomendasi

Personel Samsat saat memberikan pelayanan pengurusan pajak di Mall Gorontalo.

Pengurusan Pajak Kendaraan Bisa Dilakukan di Mall Gorontalo

Monday, 1 December 2025
Personel Satuan Lalu Lintas Polresta Gorontalo Kota mengamankan beberapa motor balap liar, Ahad (30/11). (F. Natharahman/ Gorontalo Post)

Balap Liar Resahkan Masyarakat, Satu Pengendara Kecelakaan, Polisi Amankan 10 Unit Kendaraan

Monday, 1 December 2025
Anggota DPRRI Rusli Habibie bersam Wagub Gorontalo Idah Syahidah RH. (Foto: dok pribadi/fb)

Rusli Habibie Ajak Sukseskan Gorontalo Half Marathon 2025, Beri Efek ke UMKM

Friday, 28 November 2025
ILustrasi

Dandes Dataran Hijau Diduga Diselewengkan, Dugaan Pengadaan SHS Fiktif, Kejari Segera Tetapkan Tersangka

Monday, 13 January 2025

Pos Populer

  • Rita Bambang, S.Si

    Kapus Sipatana Ancam Lapor Polisi

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Senggol-Senggolan di Pemerintahan

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Ruang Inap Full, RS Multazam Bantah Tolak Pasien BPJS

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • GHM 2025, Gusnar Nonaktifkan Kadispora

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
  • Dugaan Persetubuhan Anak Dibawah Umur, Oknum ASN Gorut Dibui

    13 shares
    Share 5 Tweet 3
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.