Tradisi Medali Emas Paralampiade, Setelah 41 Tahun ‘Buka Puasa’ di Era Amali 

JAKARTA – GP – Sejarah bagi Indonesia tercipta di pentas Paralimpiade, Tokyo. Untuk pertama kalinya dalam 41 tahun terakhir, selama mengikuti pesta olah raga kelas dunia antar kaum disabilitas, Indonesia akhirnya meraih medali emas, yang disumbangkan dari cabang olah raga bulu tangkis.

Debut pertama Indonesia pada ajang Paralampiade, dimulai tahun 1976 di Montreal, Kanada. Empat edisi pertama Paralampiade, Indonesia absen. Sebagai negara debutan, kala itu Indonesia tampil cukup impresif dengan meraih total medali dua emas, satu perak, dan tiga perunggu. Dua medali emas Indonesia pada saat itu dipersembahkan oleh Itria Dini (Para-atletik) dan Syarifuddin (Lawn bowl).

Empat tahun berselang, pada Paralimpiade Arnheim 1980 di Belanda, Indonesia kembali meraih enam medali. Kali ini dengan rincian dua emas dan empat perunggu. Medali emas Indonesia saat itu datang dari Yan Soebiyanto (Lawn bowl) dan R.S. Arlen (Para-weightlifting). Sayang, tradisi medali emas Paralimpiade itu harus terputus pada edisi 1984 yang berlangsung di dua negara (New York, Amerika Serikat dan Stoke Mandeville, Inggris).

Kontingen Indonesia, terus berpuasa medali emas, hingga Paralampiade Rio de Janeiro, Brasil pada 2016. Dengan kata lain, Indonesia sudah menjalani puasa raihan medali emas Paralimpiade yang sudah berjalan selama lebih dari 40 tahun. Bahkan, Indonesia sempat mengalami periode buruk dengan sama sekali tak meraih medali dalam empat edisi Paralimpiade beruntun (1996, 2000, 2004, dan 2008).Tren negatif itu akhirnya dapat diputus setelah David Jacobs (para-tenis meja) meraih medali perunggu pada London 2012.

Dan terus membaik, hingga saat ini Indonesia berhasil memperbaiki posisi capaian medali Paralampiade. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Zainudin Amali, menyebutkan, Indonesia naik peringkat dan kini berada di posisi 43 dunia, dari Paralampiade Brasil yang bertengger pada posisi 73. “Terima kasih atas dukungan dan doa seluruh masyarakat Indonesia sehingga kontingen Indonesia, melampaui target yang ditetapkan pemerintah dalam DBON yakni peringkat ke 60,”kata Menpora Zainudin Amali.

Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah 

Raihan medali emas perdana kontingen Merah-Putih akhirnya disumbangkan oleh ganda putri SL3-SU5 melalui cabang olah raga para bulu tangkis di Paralimpiade Tokyo 2020 melalui ganda putri, Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah

Dalam pertandingan final yang berlangsung di Yoyogi National Stadium, Sabtu (4/9), Ratri/Khalimatus menang atas pasangan Tiongkok, Cheng Hefang/Ma Huihui dua gim langsung 21-18, 21-12.
Kemenangan ini memastikan Ratri/Khalimatus meraih medali emas pertama bagi Indonesia. Sumbangan emas Ratri/Alim disambut gembira oleh Chef de Mission kontingen Indonesia, Andi Herman. “Luar biasa, luar biasa dan luar biasa. Itulah hasil maksimal yang diraih pemain Indonesia karena berhasil meraih medali emas pertama bagi kontingen Indonesia,” ucap Andi Herman.

Ungkapan kegembiraan dan rasa syukur juga terucap dari mulut Ketua NPC Indonesia, Senny Marbun.
“Luar biasa. Sejak kita pertama kali datang ke Tokyo, medali emas inilah yang kita harapkan. Akhirnya kita pecah telor dengan berhasil meraih emas,” kata Senny Marbun. Sebelum medali emas yang diraih Ratri/Alim, Indonesia telah menambah satu medali perak juga dari para bulu tangkis tunggal putra SU5 melalui Dheva Anrimusti dan perunggu dari Suryo Nugroho.

Hary Susanto/Leani Ratri

Emas kedua kembali berhasil diukir pahlawan olahraga Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020, dari nomor ganda campuran. Pasangan para bulutangkis Indonesia, Hary Susanto/Leani Ratri Oktila berhasil mengalahkan pasangan Perancis Lucaz Mazur/Faustine Noel di Yoyogi National Stadium, Ahad (5/9) kemarin.

Hary/Leani mengunci medali emas setelah menang dua gim langsung 23-21, 21-17. Hary/Leani vs Mazur/Noel berjalan sengit di set pertama. Keduanya saling mengejar poin, namun wakil Prancis berhasil memimpin 11-8 sampai interval.

Hary/Leani perlahan bangkit hingga bisa menyamakan skor menjadi 16-16. Pada posisi ini, Mazur/Noel tak menyerah dengan terus menempel skor menjadi 19-19. Keuntungan besar didapat Hary/Leani saat bola pukulan lawan melebar hingga memimpin menjadi 20-19. Butuh satu poin lagi, Hary/Leani membuang kesempatan dan skor mampu disamakan menjadi 20-20.

Mazur/Noel sempat memimpin 21-20, namun Hary/Leani tak menyerah hingga terus membuat setting menjadi 21-21. Set pertama pun berhasil direbut pasangan Indonesia dengan skor 23-21. Hary/Leani sempat lengah di awal set kedua, tapi berhasil memimpin dengan skor 4-2 setelah beberapa kesalahan pukulan dari Faustine Noel. Pertandingan kembali sengit secara perlahan, Mazur/Noel mampu mengimbangi menjadi 6-6.

Hary/Leani semakin lari kencang di set kedua dengan memimpin 11-8. Mazur/Noel kemudian memangkas ketertinggalan menjadi 9-11 dengan memenangi rally panjang. Hary/Leani akhirnya berhasil menyumbang medali emas untuk Indonesia. Mereka menutup set kedua dengan skor 21-17.
Ini menjadi emas kedua untuk Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020. Leani sebelumnya mempersembahkan emas juga di sektor ganda putri saat berpasangan dengan Khalimatus Sadiyah. Leani/Khalimatus menang atas ganda China Cheng Hefang/Ma Huihui dua set langsung.

RATU BADMINTON

Leani Ratri Oktila layak menyandang ratu para badminton Indonesia. Perempuan kelahiran Siabu, Bangkinang, Kampar, 06 Mei 1991 berhasil menyumbangkan dua medali emas di ajang Paralimpiade Tokyo 2020. Prestasi ini juga menjadi sejarah baru bagi tim paralimpiade Indonesia selama penantian 41 tahun.

Ratri adalah juara dunia para badminton di tiga nomor yakni tunggal putri, ganda putri dan ganda campuran. Ratri juga selama dua tahun berturut-turut yakni 2018 dan 2019 dinobatkan sebagai Atlet Para Badminton Putri Terbaik oleh BWF (Federasi Badminton Dunia).

Perjuangan Ratri sampai bisa di puncak prestasi sekarang tidaklah mudah. Terlahir normal dan bermain badminton sejak usia 8 tahun. Namun pada bulan Februari 2011 Ratri mengalami kecelakaan motor.
Kecelakaan itu menyebabkan kaki kiri dan tangan kanannya patah. Ia divonis mengalami gangguan permanen. Kaki kirinya sekarang lebih pendek 11 sentimeter daripada kaki kanannya. Kondisi itu membuat Ratri masuk kategori SL4.

Ada ‘ritual’ membanggakan yang dilakukan Ratri. Setiap turun bertanding, Ratri selalu membawa bendera Merah Putih di dalam tas bertandingnya. Hal itu dilakukannya sebagai motivasi agar mampu mengibarkan bendera Merah Putih itu di podium tertinggi pertandingan yang diikutinya.

Kebiasaan membawa bendera Merah Putih itu diajarkan oleh ayahnya yang bernama F. Mujiran sejak Ratri masih belia. Ratri pun tergolong atlet yang displin dan pekerja keras, setiap latihan pun dia selalu datang tepat waktu dan sering menambah porsi latihanya sendiri. “Saya berani melawan rasa jenuh dan malas agar bisa menjadi atlet yang berprestasi,” ujar Ratri. (tro/npcind/amr)

Comment