GORONTALO – GP – Mendengar kata narapidana atau Napi merupakan sesuatu yang dianggap tabu di tengah masyarakat. Untuk itu, guna menghilangkan stigma buruk atau negatif dari masyarakat kepada eks Napi, maka tentu butuh kerjasama seluruh elemen masyarakat dan stakeholder. “Upaya yang kita lakukan saat ini bekerjasama dengan beberapa elemen masyarakat, lembaga dan yayasan yang berhubungan langsung dengan bimbingan terhadap para eks napi,”kata Kepala Balai Pemasyarakatan Kelas ll Gorontalo Dwi Arnanto saat diwawancarai Gorontalo Post, usai pertemuan dengan Pokmas Lipas di Bapas Kelas ll Gorontalo, Selasa (31/3/2021).
Lebih lanjut Arnanto menjelaskan, lembaga dan yayasan melakukan Perjanjian Kerjasama tersebut bertujuan membentuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) Peduli Pemasyarakatan (Lipas). Sementara tujuan disusunnya POKMAS LIPAS yakni untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencapaian tujuan sistem Pemasyarakatan, optimalisasi pemberdayaan atau keterlibatan dalam penyelenggaraan Pemasyarakatan dan mewujudkan kesamaan persepsi/pemahaman dalam pembentukan kelompok Pemasyarakatan. “Semoga dengan kerjasama ini akan selalu terbangun dan berkelanjutan sehingga klien kemasyarakatan yang telah kembali ke masyarakat dapat diterima seutuhnya oleh lingkungan masyarakat, menjadi pribadi yang mandiri dan tidak mengulangi tindak pidana” harap Arnanto.
Saat ini terdapat 408 mantan Napi yang merupakan klien 13 Pokmas yang telah dibentuk untuk memberikan bimbingan, motivasi dan wadah sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Kerjasama ini pun sudah berjalan selama setahun berjalan yaitu 2020 kemarin. Adapun klien yang dibina yakni yang masih dalam pantauan, artinya Napi tersebut masih wajib lapor selama 3 kali dalam sebulan.
Bapas juga telah menyediakan paguyuban yang telah dibentuk sudah berjalan dua bulan kemarin. “Bedanya kami dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yakni, kalau Lapas membina napi yang masih dalam tembok Lapas. Sebaliknya kami membina yang sudah diluar tembok Lapas seperti Napi yang sudah dinyatakan bebas, baik bersyarat, menjalani program asimilasi. Mereka kami bimbing menjadi orang yang lebih baik tidak mengulangi perbuatan tindak pidana yang berulang sehingga stigma buruk dimata masyarakat sudah tidak ada lagi,”tandasnya. (roy/Mgg/02)
Comment