gorontalopost.co.id. Kehidupan mahasiswa identik dengan ruang kelas, tumpukan tugas, dan penelitian. Namun bagi Nadia Marolah (20), mahasiswi Jurusan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Gorontalo (UNG), masa kuliah adalah juga tentang bertahan hidup di tanah rantau.
Perempuan asal Desa Cempaka, Kecamatan Sangtombolang, Kabupaten Bolaang Mongondow ini merantau ke Gorontalo sejak Agustus 2023 untuk melajutkan studi. Jauh dari keluarga dan tanpa figur ayah di hidupnya, Nadia harus belajar mandiri sejak awal. Ia adalah seorang anak yatim yang memilih tidak menyerah pada keadaan.
Memasuki semester ke dua ia di Gorontalo, Nadia memutuskan untuk berdagang ala kadarnya. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Kebutuhan hidup selama merantau terus berjalan, sementara ia ingin tetap melanjutkan pendidikan tanpa membebani siapa pun.“Saya jualan hanya untuk menambah kebutuhan hidup selama di perantauan,” ujar Nadia.
Jenis dagangannya sederhana, ada tahu isi, dan beberapa jajanan lainnya. Modal awal pun berasal dari uang jajan yang ia sisihkan sedikit demi sedikit. Dari dapur kos di wilayah Bone Bolango, Kecamatan Tilong Kabila, ia mulai merintis usaha kecilnya itu.
Setiap sore hingga malam hari, selepas pulang dari kampus, Nadia menghabiskan waktu untuk berjualan. Di hari libur, aktivitas berdagang justru semakin ia maksimalkan. Lapak utamanya adalah kos, tempat ia tinggal sementara. Sesekali, ia melayani pesanan antar jika ada kedneraan motor milik teman, atau pelanggan dating sendiri mengambil pesanannya.
Menjalani dua peran sebagai mahasiswa dan pedagang, tidak pernah membuatnya kewalahan. Nadia mengaku selalu menyesuaikan waktu jualan dengan jadwal kuliah, dan tugas akademik. Usaha yang ia jalani pun tidak berdampak pada kehadiran maupun prestasi kuliah di ruang kelas.
Tantangan terberat yang ia hadapi adalah keterbatasan sarana. Ketiadaan kendaraan membuatnya kerap kesulitan saat harus berbelanja bahan jualan maupun mengantar pesanan. Kerugian juga pernah ia alami.
Namun, hal-hal tersebut tidak mematahkan semangatnya. Ketika rasa lelah datang, satu hal yang membuat Nadia tetap bertahan adalah kepuasan pelanggan. Testimoni bintang lima menjadi penyemangat tersendiri baginya untuk terus melangkah.
Pengalaman paling berkesan bagi Nadia adalah saat dagangannya habis terjual. Ada rasa lelah, tetapi juga kebahagiaan yang tidak tergantikan. Dari pengalaman itu, cara pandangnya tentang hidup pun berubah.
Ia menyadari bahwa mencari pundi-pundi rupiah bukanlah hal yang mudah. Bagi Nadia, kemandirian sebagai mahasiswa perantau adalah bentuk tanggungjawab besar terhadap diri sendiri. Ia berharap dapat menyelesaikan pendidikannya tepat waktu dan melihat usahanya terus berlanjut di masa depan.
Pesannya untuk mahasiswa sesame perantau yang sedangberjuang pun sederhana, namun penuh makna: tetap semangat dan tetap kuat. Satu kata yang menggambarkan seluruh perjalanan hidupnya hingga hari ini adalah “kuat.” Kuat menghadapi keadaan, kuat bertahan, dan kuat memperjuangkan masa depan. Terus Semangat Nadia! (mg-13)











Discussion about this post