Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Langkah Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) dalam mengusut dugaan korupsi dana penyertaan modal dari APBD Gorut 2018-2019 ke Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Tirta Gerbang Emas, bermuara pada penetapan dua orang tersangka dari mantan direksi. Yaitu Direktur, MB alias Muk, dan Direktur Keuangan, DjU alias Djas.
Keduanya diduga merugikan keuangan negara, senilai Rp 1.668.470.084. Diketahui, salah satu tersangka, MB merupakan kandidat calon Bupati Gorontalo Utara pada Pilkada 2024 yang lalu.
Ketika Pilkada, MB harus mengganti calon wakilnya sebagaimana ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi, lantaran calon wakil bupati yang digandeng MB dinilai tidak memenuhi syarat, dampak putusan MK itu, Pilkada Gorut dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), yang hasilnya MB dengan pasanganya kandas melenggang ke kursi Bupati.
Dilain sisi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Gorut, ternyata tengah mengusut dugaan penyimpangan dana daerah di Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) dimana, MB pernah menjabat sebagai Direktur.
Benar saja, pengelolaan keuangan di-era kepemimpinan MB diduga sarat korupsi, hingga akhirnya jaksa penyidik mengantongi bukti kuat untuk menyeret MB kebui. MB tidak sendiri, Kejari juga menjerat DjU alias Djas, yang saat itu adalah Direktur Keuangan PUDAM Gorut.
Kepala Kejari Gorut, Zamzam Ikhwan mengatakan bahwa penetapan tersangka untuk Muksin Badar berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print-1748/P.5.15/Fd.2/11/2025 tanggal 06 November 2025 dan Djasmin Usu yakni Print-1758/P.5.15/Fd.2/11/2025 tanggal 06 November 2025. “Penetapan tersangka ini dilakukan oleh Jaksa Penyidik berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP” terang Zamzam.
Selanjutnya para tersangka diperintahkan untuk ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gorontalo berdasarkan Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penyidikan) Nomor: Print- 592/P.5.15/Fd.2/11/2025 dan Print-595 /P.5.15/Fd.2/11/2025. “Selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 06 November 2025 hingga 25 November 2025,”ujarnya.
Sebelum dikeluarkan surat penahanan, Jaksa Penyidik dengan dibantu oleh dokter dan tim medis melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap para tersangka. Setelah dinyatakan sehat, para tersangka telah memenuhi syarat obyektif dan subyektif untuk dilakukan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) KUHAP.
Kasus ini kata Zamzam, berawal pada tahun 2018 dan 2019. Saat itu, Pemda Gorut mendapatkan program hibah air minum perkotaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan peningkatan pelayanan air minum perpipaan sambungan rumah masyarakat berpenghasil rendah (SR-MBR).
Sebagaimana berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor: 12/SE/DC/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Program Hibah Air Minum dan Sanitasi menyatakan bahwa “Program Hibah Air Minum Perkotaan merupakan hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan pendekatan kinerja terukur (output based).
Dimana Pemerintah Daerah diwajibkan untuk melakukan peningkatan akses air minum yang layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di perkotaan, yang dibiayai terlebih dahulu melalui Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), yang akan dilanjutkan dengan pencairan dana hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah setelah dilakukan verifikasi oleh Kementerian Teknis.
“Melalui program ini, diduga para tersangka menyalahgunakan kewenangan, jabatan, kesempatan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain dengan cara melakukan pemborosan, merekayasa dan mempergunakan dana Penyertaan Modal Pemerintah tidak sebagaimana mestinya” tegas Zamzam.
Akibat dari perbuatan para tersangka, terjadi kerugian keuangan daerah berdasarkan hasil audit kurang lebih sebesar Rp. 1.668.470.084 (Satu Miliar Enam Ratus Enam Puluh Delapan Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Ribu Delapan Puluh Empat Rupiah).
Untuk pasal yang disangkakan yaitu PRIMAIR: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
SUBSIDAIR: Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. (abk)












Discussion about this post