logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
Logo gorontalo post
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL
No Result
View All Result
logo gorontalo post
No Result
View All Result
Pemkot Gorontalo
Home Persepsi

Generasi Baru Miskin Teladan

Lukman Husain by Lukman Husain
Monday, 20 October 2025
in Persepsi
0
Basri Amin

Basri Amin

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh:
Basri Amin

 

MAKIN terkesan bahwa orang-orang muda (kita) di negeri ini mengalami guncangan rujukan dan keteladanan. Nama-nama pejabat, orang-orang sekolahan, para juara, dan para pengusaha terus bertambah dan berubah setiap waktu, tapi mereka tak jua berhasil (sepenuhnya) menjadi “rujukan”, apalagi menjadi teladan dan pemimpin yang punya legacy dan pencapaian luhur.

Yang banyak dirayakan adalah kemenangan angka-angka, bukan kebenaran nilai-nilai yang melintasi panggilan zaman dan generasi.

Related Post

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Literasi Desember dan Kalender Gorontalo

Masjid, Manusia, dan Cara Kita Hidup Bersama

Meneguhkan Komitmen ASN di Usia Perak Provinsi Gorontalo: Refleksi dan Proyeksi Pembangunan

Generasi muda kita, sebagaimana tampak di amatan saya, mengalami “kebanggaan yang berjarak” dengan para pemimpinnya. Di luar itu, terpola pula jarak lain yang lebih serius, yakni jarak dengan sesamanya sebagai warga bangsa.

Kita terpilah-pilah dengan identitas yang terpecah karena persepsi normatif dan asesori hidup: antara golongan kaya dan golongan biasa; antara turunan pejabat dan keluarga pekerja; antara yang menumpuk aset-aset pribadi di berbagai ruang publik dan kaum pinggiran yang hidupnya tergantung pada konsumsi (kredit) dan bisnis (cicilan).

Terasa pula bahwa generasi masa kini tak punya cara menemukan patokan-patokan moral dan intelektual dalam ukuran sehari-hari. Mereka kesulitan menyebut nama-nama kampion terbaik di bidang-bidang yang mengubah hajat-hidup orang banyak, yang terakui oleh bangsanya dan dunia. Mereka juga tak punya sumber belajar yang objektif dalam menemukan itu semua.

Di buku-buku pelajaran, “pembelajaran moral” yang potensial mereka bisa simak dan hayati terlalu menumpuk di sebuah zaman di mana anak-anak kita tak punya koneksi psikologis dan geografis sedikit pun. Nama-nama pahlawan yang hebat nun jauh di sana, di pulau dan daerah-daerah yang tak pernah mereka kunjungi…

Jarak demik jarak terus melebar –dalam ukuran waktu dan tempat–, dan semua itu (hanya) menyisahkan daftar hapalan (peristiwa) yang tak bermakna. Alih-alih menjadi pelajaran, yang membesar justru sebagai beban-beban yang memilukan.

Kisah-kisah getir tentang kemiskinan dan kesenjangan, keadilan dan hukum yang diinjak, lembaga pendidikan yang melahirkan “para tukang” dan pengangguran, kekuasaan yang gemuk dengan regulasi dan praktik korupsi; sumberdaya alam yang dikuras habis-habisan, serta harmoni sosial yang (kini) rentan tercabik-cabik, dst.

Keterceburan di media sosial dan suguhan tontotan media lebih banyak melebarkan ruang-ruang hampa akan cita-cita masa depan. Hadirnya sosok-sosok hedonis dan oportunis sangat terang-benderang merusak (struktur) kognisi dan (kultur) afeksi anak-anak kita. Jika tak percaya, ajukanlah pertanyaan-pertanyaan biografis yang memadai kepada mereka, termasuk di level mahasiswa di perguruan tinggi. Saya banyak menemukan, bagaimana “kedangkalan” pengetahuan itu terjadi. Mereka masih banyak yang gagap dengan abad ini.

Secara lokal, tanpa bermaksud berlebihan, produksi dan reproduksi pengetahuan di kalangan muda kita di Gorontalo belum tampak signifikansinya. Di beberapa sekolah unggulan di daerah ini, demikian juga di jurusan-jurusan yang “sehat” iklim akademisnya, tentulah kita berbangga akan pencapaian mereka.

Meski demikian, ruang yang lebih luas yang menjamin perkembangan selanjutnya yang lebih membumi-berdampak, makin menjauh di pelupuk mata. Setidaknya, kita tak punya instrumen dan media yang mampu mewadahi atau memproyeksi perkembangan kemajuan anak-anak kita. Kita tak punya pusat-pusat unggulan yang mengawal perkembangan ilmu pengetahuan dan wawasan kebudayaan yang handal ke masa depan.

Jargon “manusia unggul” dan visi “Indonesia Emas 2045” membutuhkan konsolidasi di tingkat lokal dan regional. Dinamika (hadiah) demografi kita tak bisa disikapi sederhana dengan ilmu-ilmu lama yang semata lincah menghitung angka-angka dan fakta-fakta material yang disertai gelombang-gelombang (kurva) analisis, tetapi seharusnya mampu dirumuskan sejak dari dasar-dasar kebudayaan dan spirit keindonesaan kita.

Apa itu? Adalah kebangsaan yang etosnya terpantul dalam tradisi pergaulan dunia dan kemajemukan lintas bangsa. Adalah juga, dari sebuah struktur jiwa bangsa yang tumbuh-kokoh dari kesadaran yang egaliter dan demokratis, termasuk dalam soal-soal etik berpemerintahan/bernegara dan visi tata-kelola sumberdaya.

Generasi baru akan tetap saja mengalami kesulitan produktif. Ini terjadi bukan karena “kekangan” dari sektor kekuasaan yang arogan, melainkan berupa sikap-sikap keseharian kita yang gagal menciptakan iklim produktif yang bersentuhan langsung dengan kalangan muda.

Percakapan yang tidak menggugah aspirasi penemuan baru di ruang-ruang pendidikan; sikap-sikap defensif yang mereduksi hak-hak anak-anak kita di bidang-bidang yang mewadahi talenta mereka, adalah bentuk-bentuk dari “iklim sosial” yang melemahkan proses “menjadi unggul” sebagai bangsa.

Kita cenderung abai dengan kondisi ini, dan terlalu percaya dengan normalitas zaman yang demikian terbuka terhadap informasi dan komunikasi; sembari yakin bahwa teknologi adalah jawaban atas segalanya. Fatal, bukan? Justru, teknologi adalah “alat” bagi sebuah pencapaian atas kepentingan (interests) tertentu.

Bangsa-bangsa seperti China, India, Korea Selatan, Singapore, dan,–-yang paling fenomenal 20 tahun terakhir ini—Vietnam, mereka semuanya sangat jelas berhasil merasuki jiwa bangsanya dengan “interest” abad 21.

Mimpi untuk melahirkan etos “pergaulan dunia” di kalangan muda kita, termasuk di Gorontalo, sudah harus dikerjakan lebih progresif. Jangan lagi dengan retorika, tapi sudah harus ditancapkan sebagai “panggilan etis” kegenerasian.

Dengan segala maaf, cakrawala seperti ini masih bergerak di skala kecil, terutama di kalangan keluarga berada yang dan yang terdidik –itu pun, saya kira, belum merata–. Jika ini yang terus membesar, daerah kita hanya akan menjadi “daerah pinggiran” yang hanya bergerak dan membangun karena negara masih bergerak dan “memberi” sepenggal potongan (persentasi) kue APBN/APBD di republik ini. Kita akan tetap jalan di tempat. ***

 

Penulis adalah Bekerja di Universitas Negeri Gorontalo
Anggota Indonesia Social Justice Network (ISJN)

Tags: basri aminHarian Persepsipersepsispektrum sosialtulisan basri amintulisan persepsi

Related Posts

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Tuesday, 16 December 2025
Basri Amin

Literasi Desember dan Kalender Gorontalo

Monday, 15 December 2025
Husin Ali

Masjid, Manusia, dan Cara Kita Hidup Bersama

Monday, 15 December 2025
Meneguhkan Komitmen ASN di Usia Perak Provinsi Gorontalo: Refleksi dan Proyeksi Pembangunan

Meneguhkan Komitmen ASN di Usia Perak Provinsi Gorontalo: Refleksi dan Proyeksi Pembangunan

Wednesday, 10 December 2025
Anang S. Otoluwa

Tiada Generasi Tanpa Literasi

Tuesday, 9 December 2025
Basri Amin

Gorontalo, Keluarga Bangsa Besar

Monday, 8 December 2025
Next Post
Alfred Anwar,S.H,M.H

BNNK Pohuwato Rehabilitasi Enam Mantan Narapidana Narkoba

Discussion about this post

Rekomendasi

Gusnar Ismail

RSAS Kota Gorontalo, Bedah Jantung Pertama Sukses, Hari Ini Ditinjau Menkes

Monday, 15 December 2025
Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Mengapa Harus Lapor SPT Tahunan?

Tuesday, 16 December 2025
Kanit PPA Satuan Reskrim Polres Gorontalo Utara, Ipda Jalu Giellbay Phatuntun Molan,S.Tr.K. beserta anggota, menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada pihak Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara.

Oknum Guru Cabul Segera Disidang, Polisi Serahkan Tersangka dan Barang Bukti, Terancam 15 Tahun Penjara

Monday, 15 December 2025
Dua unit mobil truck milik perusahaan sawit mengalami tabrakan di simpang empat Block Plan, Pohuwato.

Dua Mobil Truck Perusahaan Sawit Tabrakan

Tuesday, 16 December 2025

Pos Populer

  • Kejati Bidik PETI di Pohuwato, Panggil Haji Suci Terkait Praktik Tambang Ilegal

    Kejati Bidik PETI di Pohuwato, Panggil Haji Suci Terkait Praktik Tambang Ilegal

    117 shares
    Share 47 Tweet 29
  • Kejari Gorut Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp 6.6 M

    52 shares
    Share 21 Tweet 13
  • RSAS Kota Gorontalo, Bedah Jantung Pertama Sukses, Hari Ini Ditinjau Menkes

    40 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Diskresi Hendra ‘Tak Laku’, Iskandar Aklamasi Pimpin Golkar Kabgor 

    120 shares
    Share 48 Tweet 30
  • Stroke Mulai Serang Anak Muda, Waspada di Gorontalo Sepuluh Besar Penyakit Tertinggi

    35 shares
    Share 14 Tweet 9
Gorontalopost.co.id

Gorontalo Post adalah Media Cetak pertama dan terbesar di Gorontalo, Indonesia, yang mulai terbit perdana pada 1 Mei 2000 yang beral...

Baca Selengkapnya»

Kategori

  • Boalemo
  • Bone Bolango
  • Disway
  • Ekonomi Bisnis
  • Gorontalo Utara
  • Headline
  • Kab Gorontalo
  • Kota Gorontalo
  • Kriminal
  • Metropolis
  • Nasional
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Pendidikan
  • Persepsi
  • Pohuwato
  • Politik
  • Provinsi Gorontalo

Menu

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy

Berlangganan dengan email

Masukan email anda untuk menerima pembaruan berita terbaru dan terupdate dari Gorontalo Post

Join 2 other subscribers

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.

No Result
View All Result
  • METROPOLIS
  • PERISTIWA
  • EKONOMI BISNIS
  • SPORTIVO
  • KORAN DIGITAL

© 2025 PT. Gorontalo Cemerlang - Gorontalo Post by Div-TI.