Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Soal penegakkan kode etik dan pelanggaran sumpah janji wakil rakyat, DPR-RI agaknya harus mencontohi sikap yang ditempuh oleh DPRD Provinsi (Deprov) Gorontalo. Karena dalam kasus yang hampir mirip, terlihat ada perbedaan mencolok soal sikap yang diambil oleh Deprov Gorontalo dan DPR-RI.
Masih ingat dengan kasus joget-joget di ruang sidang lalu disertai ucapan yang melukai perasaan rakyat dari beberapa anggota DPR-RI seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari fraksi Nasdem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari fraksi PAN, lalu Dedi Sitorus dari PDIP.
Gara-gara ucapan sejumlah anggota parlemen di Senayan itu, memantik kegaduhan hingga unjuk rasa anarkis di hampir seluruh Indonesia hingga menimbulkan korban jiwa.
Tapi sampai kini, belum ada kabar pemberian sanksi tegas berupa pemberhentian dari DPR-RI terhadap beberapa wakil rakyat itu. Yang terdengar hanya sanksi penonaktifan oleh partai lalu pemberhentian gaji dan tunjangan dari DPR.
Tapi dalam menyikapi kasus Wahyu Moridu yang terlihat hampir mirip yaitu ucapan yang menyinggung perasaan rakyat lalu viral di media sosial, Deprov Gorontalo bisa selangkah lebih maju. Atau tepatnya lebih berani. Memproses pergantian antar waktu (PAW) terhadap Wahyu Moridu dalam waktu yang relatif cepat.
Usai memeriksa anggota Deprov dari fraksi PDIP, Wahyu Moridu, akhir pekan lalu, Badan Kehormatan (BK) langsung menggelar sidang kode etik kemarin (22/9). Putusannya sudah diduga. Memecat Wahyu Moridu dari Deprov Gorontalo.
Putusan BK itu telah diumumkan dalam rapat paripurna di hari yang sama. Wakil Ketua BK, Umar Karim, yang membacakan langsung hasil putusan itu menyatakan sanksi yang dijatuhkan adalah pemberhentian penuh.
“Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Wahyudin Moridu Sarjana Hukum terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar sumpah janji dan kode etik. Menjatuhkan sanksi kepada Wahyudin Moridu Sarjana Hukum berupa sanksi Pemberhentian dari Anggota DPRD Provinsi Gorontalo,” tegas Umar dalam rapat paripurna.
Umar menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui serangkaian proses, termasuk meminta keterangan dari terduga dan menyelenggarakan persidangan. Persidangan etik tetap berjalan meskipun Wahyudin Moridu tidak hadir.
“Persidangan diselenggarakan siang akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir. Meskipun yang bersangkutan tidak hadir, persidangan tetap diselenggarakan secara in absentia,” jelas Umar.
Umar menambahkan, proses ini sah menurut Peraturan DPRD Provinsi Gorontalo tentang Tata Beracara Badan Kehormatan. Pihak BK, lanjut Umar, telah memanggil Wahyudin secara patut dan telah mengonfirmasi kesediaannya untuk hadir.
“Kami sudah panggil secara patut dan sudah kami konfirmasi lewat telepon genggam dan bersangkutan sudah menyatakan kesediaan. Tapi tadi kami tunggu, tidak datang juga, persidangan tetap kami langsungkan,” ungkapnya.
Putusan BK didasarkan pada tiga alat bukti yang telah diuji dan disepakati secara bulat oleh seluruh anggota Badan Kehormatan yang hadir, tanpa adanya dissenting opinion. Langkah tegas ini juga sejalan dengan usulan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Gorontalo.
“Di hari yang sama, Fraksi Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Gorontalo juga sudah mengusulkan pemberhentian kepada Wahyudin Moridu,” tutur Umar. Selanjutnya, hasil pengumuman ini akan diusulkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk diproses lebih lanjut.
Nantinya, Mendagri akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian atas nama Presiden. Setelah SK tersebut terbit, proses Penggantian Antar Waktu (PAW) untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Wahyudin akan dimulai oleh partai politik terkait.
Aktifitas di Deprov Gorontalo kemarin, dominan berkaitan dengan kasus Wahyu Moridu. Selain sidang kode etik BK lalu dilanjutkan paripurna pengumuman pemberhentian Wahyu dari Deprov, sebelumnya ada aksi nahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Untuk Rakyat Gorontalo.
Dalam tuntutannya, Aliansi BEM Untuk Rakyat Gorontalo mendesak DPRD untuk segera memproses usulan pemecatan anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Wahyu Moridu, yang kasusnya telah viral secara nasional.
Massa aksi diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili beserta Wakil dan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, bertempat di ruang Dulohupa DPRD.
Ketua Deprov Thomas Mopili, menyampaikan bahwa DPRD telah menindaklanjuti persoalan yang berkembang. “Terkait persoalan ini sudah viral sampai seluruh Indonesia, bahkan banyak pihak yang menelpon. Hari ini kami juga diperiksa oleh Inspektur Jenderal Khusus, dan bersamaan dengan itu dari Kementerian, melalui Irjen Khusus, datang memverifikasi dan mensupervisi langkah-langkah yang akan diambil DPRD,” jelas Thomas Mopili.
Thomas juga menegaskan bahwa DPRD tidak akan tinggal diam terhadap kasus yang melibatkan Wahyu Moridu. “Kami sudah menerima surat resmi dari DPD PDI Perjuangan Provinsi Gorontalo tentang usul pemberhentian anggota DPRD. Badan Kehormatan DPRD hampir dipastikan sejalan dengan keputusan partai induk. Kami akan menjaga marwah DPRD ini, jangan sampai tercoreng hanya karena ulah satu orang,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD yang juga sekretaris DPD PDIP Gorontalo, La Ode Haimuddin menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas ulah Wahyu Moridu. Ditegaskan bahwa DPP PDI Perjuangan telah resmi memutuskan pemecatan terhadap yang bersangkutan sejak Sabtu (20/9/2025).
“Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan tidak terpuji dari Saudara Wahyu Moridu. Sejak Jumat sore kasus ini viral, dan malam itu juga kami melahirkan rekomendasi kepada DPP. Sabtu siang, keputusan pemecatan ditandatangani oleh Sekjen dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Jadi secara administratif, pemecatan sudah tuntas di tingkat partai,” jelas La Ode Haimuddin.
Lebih lanjut, partai juga telah menyurat secara resmi kepada Pimpinan DPRD Provinsi Gorontalo agar proses pemberhentian dapat ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku. (rmb/lal)











Discussion about this post