Gorontalopost.co.id, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendata terdapat sepuluh orang meninggal dunia dalam demonstrasi yang meluas di berbagai wilayah pada akhir Agustus 2025. “Sejauh ini tercatat setidaknya 10 orang korban meninggal dunia,” ujar Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (2/9).
Adapun, korban meninggal itu ialah Affan Kurniawan (Jakarta), Andika Lutfi Falah (Jakarta), Rheza Sendy Pratama (Yogyakarta), Sumari (Solo), Saiful Akbar (Makassar), Muhammad Akbar Basri (Makassar), Sarina Wati (Makassar), Rusdamdiansyah (Makassar), Iko Juliant Junior (Semarang), hingga Septinus Sesa (Manokwari).
Anis menyebutkan Komnas HAM menduga kuat beberapa korban tersebut mengalami kekerasan aparat, sehingga mereka meninggal dunia. “Beberapa di antaranya diduga kuat karena mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh aparat, ini masih kami selidiki dan penyebab-penyebab yang lainnya,” katanya. Anis mengatakan data Komnas HAM juga mencatat dari 25 sampai 1 September ada 1.683 yang ditangkap dan ditahan.
Dia juga menyebut sebanyak 429 peserta demonstrasi di Bandung diketahui mengalami luka-luka, sehingga harus menjalani perawatan. “429 peserta aksi itu dirawat di rumah sakit karena mengalami luka-luka, 46 di antaranya juga masih dirawat hingga hari ini,” ujar Anis.
Komnas HAM, kata dia, akan terus melanjutkan proses pemantauan serta pengumpulan data dan fakta setelah demonstrasi akhir Agustus 2025 itu. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat nanti kami juga bisa menyampaikan keseluruhan data yang masih terus kami himpun,” harap Anis.
Sementara itu, Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nations Human Rights Office of the High Commisioner juga menyoroti aksi unjuk rasa di Indonesia yang berjung berjatuhanya korban jiwa.
Melalui pernyataannya, PBB menegaskan bahwa ‘pemerintah harus menjunjung tinggi hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil tetap menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, khususnya terkait pengelolaan aksi massa.’
Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB juga menegaskan kembali bahwa ‘aparat keamanan, termasuk militer yang dikerahkan untuk penegakan hukum, harus mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api.’
Tak hanya itu, mereka juga mendesak dilakukannya ‘investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM internasional, khususnya terkait penggunaan kekuatan’ dan mendorong kebebasan pers dalam melaporkan peristiwa secara bebas dan independen. (ast/jpnn)











Discussion about this post