Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gorontalo, tercatat menunggak pinjaman kredit di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kondisi ini praktis berisiko serius bagi perbankan, mengingat pinjaman tersebut sebagian besar hanya dijamin dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai tanpa agunan lain.
Pimpinan Cabang BRI Gorontalo, Komang Wahyu Wedastra Putra ketika dikonfirmasi Gorontalo Post membenarkan hal ini. “Iya benar, ada sekitar 200 ASN Gorontalo telah menungggak pinjaman atau kredit macet,” ungkap Komang Wahyu, Kamis, (21/8/2025).
Diungkapkan Komang, permasalahan kredit macet berawal ketika pembayaran gaji ASN di tingkat kota maupun provinsi, yang sebelumnya ditransfer melalui BRI beralih ke bank lain pada 2019 silam. Perpindahan payroll sebenarnya kata Komang hal biasa dalam dunia perbankan. Namun, kondisi ini berdampak pada pinjaman ASN yang sudah terlanjur berjalan di BRI.
“Pinjaman ASN umumnya dijamin dengan payroll. Ketika gaji tidak lagi masuk ke rekening BRI, pemotongan angsuran otomatis tidak berjalan. Akibatnya, ASN harus menyetor manual. Jadi diawal tahun 2020 masalah muncul karena tidak sedikit ASN yang lalai, sehingga menunggak,” jelas Komang.

Untuk mengatasi tunggakan tersebut, BRI telah melakukan sejumlah langkah internal. Upaya dimulai dari penagihan langsung ke debitur, kemudian dilanjutkan dengan koordinasi ke instansi terkait bersama kepala dinas.
Saat hasilnya belum maksimal, BRI mengirimkan surat peringatan (SP) satu, dua dan tiga, hingga akhirnya mengeluarkan surat somasi kepada ASN yang masih belum memenuhi kewajiban pembayaran
“Memang ada yang merespons positif dan kembali mencicil, tetapi banyak juga yang tetap tidak menunjukkan itikad baik. Namun kami tetap membuka ruang komunikasi, karena pada prinsipnya kami ingin penyelesaian yang baik bagi semua pihak,” tambahnya.
Karena kondisi tersebut, pada tahun 2024 BRI menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo, Kejati Gorontalo, serta Kejaksaan Boalemo dan Bone Bolango. PKS ini fokus pada penyelesaian kredit macet ASN.
Pada tahap awal 2024, langkah yang ditempuh masih non-litigasi, yaitu pemanggilan ASN oleh kejaksaan untuk mediasi dan negosiasi cara pembayaran. Hasilnya cukup terasa karena sejumlah ASN mulai melunasi kewajiban setelah dipanggil bersama atasannya.

Namun memasuki 2025, upaya non-litigasi dianggap tidak lagi efektif untuk sebagian debitur. Beberapa kasus akhirnya dinaikkan ke tahap litigasi melalui gugatan sederhana di pengadilan.
“Permohonan hukum kepada kejaksaan merupakan langkah strategis agar tunggakan tidak semakin membebani bank dengan harapan kami, kredit macet ASN atau Non Performing Loan (NPL) bisa ditekan. Sebagian pinjaman ASN memang sudah di takeover ke Bank SulutGo, tetapi bagi yang belum, kami tetap membuka ruang solusi, apakah dipindahkan ke bank lain atau dicarikan sumber dana lain untuk melunasi,” harap Komang Wahyu.
Dikonfirmasi terpisah, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Kota Gorontalo, Hendra Dude, membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari BRI, dan saat ini telah memberikan service hukum sesuai dengan kewenangan Datun yaitu memiliki lima jenis layanan hukum. Diantaranya, bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum dan tindakan hukum lainnya.
“Dalam kasus ini, kami menerima SKK dari BRI. Awalnya SKK yang diberikan masih sebatas non-litigasi untuk mediasi, restrukturisasi, dan negosiasi pinjaman. Non litigasi ini kami sudah lakukan dan beberapa debitur sudah menyelesaikan kewajiban melalui jalur ini, tetapi sebagian debitur juga tak mengindahkan hal ini,” jelas Hendra Dude saat diwawancara awak media, di ruang kerjanya.
Lanjut kata Kasi Datun, karena upaya non-litigasi tidak membuahkan hasil, BRI kemudian menerbitkan SKK litigasi. “Saat ini sudah ada tiga debitur yang kami daftarkan gugatannya di pengadilan, dan kemungkinan jumlahnya akan bertambah,” tambahnya.
Meski membawa mandat dari BRI, Hendra menekankan kehadiran JPN bukan untuk memihak salah satu pihak. Dalam proses mediasi, Kejaksaan juga memperjuangkan hak-hak debitur, misalnya penghapusan denda, penalti, hingga keringanan bunga. Dengan begitu, debitur hanya perlu membayar pokok pinjaman.
“Kesempatan itu sebenarnya sudah kami buka, tapi juga tidak dimanfaatkan, jalur hukum menjadi opsi terakhir. Bahkan bila debitur memiliki aset bergerak maupun tidak bergerak, sita jaminan bisa dilakukan untuk menutup piutang yang tertunggak,” terangnya.
Terakhir Baik BRI maupun Kejaksaan berharap, permasalahan kredit macet ASN dapat segera diselesaikan. Selain untuk menjaga kesehatan bank, langkah ini juga penting demi keberlangsungan perputaran dana yang bersentuhan dengan kepentingan negara.
“Prinsipnya, kami ingin masalah ini selesai dengan damai. Tetapi kalau tidak, maka jalur pengadilan akan terus ditempuh sampai piutang negara kembali pulih,” pungkasnya. (Roy/Tr-76)










Discussion about this post