Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Setelah tertunda pekan lalu. Sidang tuntutan dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Kabupaten Bone Bolango yang melibatkan mantan Bupati Bone Bolango Hamim Pou akhirnya digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (14/7).
Pantauan Gorontalo Post, sidang yang sediannya dijadwalkan sekitar pukul 13.00 Wita, molor selama dua jam karena baru dimulai pukul 15.00 Wita. Molor lantaran masih menunggu kedatangan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hamim yang didampingi istri tercintannya Lolly Pou Junus itu tampak mengenakan stelan kemeja lengan pendek berwarna coklat tua dengan bawahan celana warna hitam.
Hamim masuk ke ruang persidangan dan langsung duduk di kursi pesakitan. Tampak di sebelah kanan Hamim kuasa hukumnya Trisno Kamba dkk, turut mendampingi selama persidangan berlangsung.
Dalam amar tuntutannya JPU Monica Ayu dan Fatur menguraikan hal-hal yang memberatkan Hamim, yakni perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, selain itu Hamim dianggap menyalahgunakan kewenangan dalam memberi bantuan sosial yang tidak sesuai peruntukan dan mekanisme yang ada.
Terdakwa juga diduga menyalahgunaan kepercayaan yang diberikan kepadannya. Dalam perkara ini, Hamim dituduh memanfaatkan dana bansos demi kepentingan politik dengan kerugian keuangan negara Rp 1,7 miliar.
“Dalam melaksanakan pemberian bantuan sosial tahun anggaran 2011 dan 2012 bertentangan dengan pelaksanaan bantuan sosial yang ditandatangan oleh terdakwa sendiri demi kepentingan politiknya untuk mendapatkan simpati masyarakat Kabupaten Bone Bolango,” ujar JPU dalam persidangan.
JPU juga mengatakan bahwa Hamim selaku Bupati Bone Bolango yang berwenang telah menyetujui bantuan sosial anggaran tahun 2011-2012 bersama dengan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Bone Bolango Slamet Wiyardi serta dan Bendahara Umum Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Bone Bolango Yuldiawati Kadir.
“Sehingga terdakwa memerintahkan secara lisan kepada kepala bagian pemerintahan dan kesra Bone Bolango yakni saudara Harun yang telah meninggal dunia untuk menyiapkan kegiatan Jumat keliling dan safari Ramadan yang nantinya terdakwa akan menyerahkan bantuan uang yang diberikan secara tunai yang diberikan kepada masing-masing pengurus masjid yang dikunjunginya sumber anggaranya berasal dari bantuan sosial pada dinas pendapatan pengelola keuangan daerah Bone Bolango,” jelasnya.
Jaksa menuturkan, Hamim memanfaatkan dana bansos tanpa menggunakan proposal dari pemohon bantuan. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara di kasus ini sebesar Rp 1.757.000.000 pada tahun 2011 hingga 2012.
“Walaupun tanpa adanya proposal dari pemohon bantuan sosial setelah terdakwa menyetujui dan disposisi dan ini tanpa adanya proposal pemohon yang diserahkan dalam kegiatan Bupati Bone Bolango Hamim Pou sebesar Rp 152.500.000,” katanya.
Adapun ha-hal yang meringankan yakni, Hamim Pou belum pernah dihukum. Hamim oleh Jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubahdan ditambah dengan UU no 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo PAsal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 54 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsidair penuntut umum.
“Sehingga berdasarkan pasal yang dilanggar itu, maka terdakwa dituntut dengan pidana selama 4,6 tahun dikurangi terdakwa dalam masa tahanan kota dengan perintah supaya ditahan dan membayar denda sebesar Rp 200 Juta subsidair enam bulan kurungan penjara. Menetapkan agar terdakwa Hamim Pou membayar uang pengganti sebesar Rp 152,5 Juta,”ujar jaksa dalam tuntutanya.
Menanggapi tuntutan tersebut, tim kuasa hukum Hamim menyatakan keberatannya. Donal Taliki, SH, salah satu anggota tim hukum Hamim Pou, menyebut tuntutan itu tidak berdiri di atas fakta hukum yang terungkap selama persidangan.
“Kami pelajari isi surat tuntutan. Banyak hal yang justru mengutip ulang dakwaan dan berita acara pemeriksaan saksi, bukan fakta persidangan. Menurut hemat kami, ini jelas berlebihan,” ujar Donal usai sidang.
Donal menilai, substansi tuntutan seolah-olah menafikan seluruh dinamika yang berkembang selama proses persidangan. Termasuk keterangan para saksi, ahli, hingga perhitungan kerugian negara yang disebut tidak valid.
“Dakwaan mereka menyebut bansos digunakan untuk kepentingan politik. Tapi saksi yang dihadirkan tidak pernah membenarkan itu. Antara dakwaan dan tuntutan, tidak ada keselarasan logika. Kami melihat tuntutan ini tidak hanya ganjil, tapi melukai rasa keadilan,” ungkap Donal.
Menurut Donal, penyusunan tuntutan idealnya berpijak pada pembuktian di ruang sidang, bukan semata pada dokumen awal perkara. Ia pun mempertanyakan mengapa tuntutan tetap dibangun di atas asumsi awal yang disebutnya “rapuh secara yuridis”.
Sementara itu Hamim Pou kepada Gorontalo Post menyatakan bahwa tuntutan JPU terkesan dipaksakan. “Kami menghormati tugas jaksa dalam penegakan hukum, tapi harus memegang prinsip keadilan, jangan terkesan penegakan hukum ini hanya dipaksakan untuk mengugurkan kewajiban saja, sementara ada hak-hak orang lain yang dirugikan,”ujar Hamim Pou.
Ketika fakta persidangan, semua saksi yang dihadirkan termasuk saksi ahli mengatakan bahwa Bansos ini sudah sesuai prosedur, maka secara logika tidak ada perbuatan melawan hukum. Sehingga Hamim mempertanyakan mengapa bantuan sosial ini dipersoalkan secara hukum.
“Perbuatan korupsi itu menurut saksi ahli harus kumulatif, artinya jika ada salah satu perbuatan melawan hukum tidak terbukti misalnya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain, maka pidannya dianggap gugur secara formil maupun materil. Apalagi hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP yang menjadi dasar kejaksaan, itu suratnya tidak ada cap dan tanda tangan kepala BPKP Gorontalo, sehingga penghitungan ini dianggap ilegal,”ungkap Hamim sembari menyatakan, pihaknya akan mengungkapkan semua ini dalam sidang berikutnya yakni pembelaan. (roy)











Discussion about this post