gorontalopost.co.id – DPR RI merspon polemik sengketa empat pulau di Sumatera. Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan pihaknya bakal memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan kepala daerah untuk membahas empat pulau yang menuai sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut). “Komisi II DPRD akan memanggil Mendagri dan para kepala daerah,” kata Rifqi, dikutup JPNN.com Sabtu (14/6).
Legislator Fraksi NasDem itu mengatakan Komisi II DPR RI bisa saja merevisi UU Tentang Aceh dan Sumut setelah rapat untuk memastikan status empat pulau. “Itu akan kami lakukan pada wilayah kami di DPR RI,” ujar Rifqi.
Namun, di sisi lain dia meminta Tito melaksanakan rapat dengan Tim Rupa Bumi yang bekerja pada 2008-2009 sebelum bertemu legislator DPR RI. Rifqi menyebut rapat dilakukan demi menentukan status Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketek atau Kecil, dan Mangkir Gadang atau Besar yang disengketakan antara Aceh dan Sumut.
Setelah itu, dia meminta Tito segera mengundang Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut serta kepala daerah terkait untuk mendengarkan hasil penelusuran Tim Rupa Bumi. “Hasil itu tentu nanti akan membuahkan berbagai rekomendasi, apakah bisa disepakati hasil dari Tim Rupa Bumi atau ada evaluasi,” terang Rifqi.
Dia mengatakan Komisi II ingin segera memastikan status Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketek atau Kecil, dan Mangkir Gadang atau Besar demi tata kelola pemerintahan yang tepat. “Terkait dengan bagaimana perencanaan pembangunan daerah, bagaimana penggunaan APBD di kabupaten dan provinsi, termasuk bagaimana dalam tanda kutip status kependudukan penduduk-penduduk di empat pulau tersebut,” kata Rifqi.
Sebelumnya, muncul Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 terkait penetapan empat pulau menjadi bagian Sumut. Adapun, empat wilayah itu ialah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketek atau Kecil, dan Mangkir Gadang atau Besar. Namun, Wapres kedelapan RI Jusuf Kalla menilai empat pulau masuk Serambi Mekah dengan dasar perjanjian damai antara Indonesia-Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 2005.
Menurut Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu, Pasal 114 Bab 1 Ayat 1.4 perjanjian damai menyatakan perbatasan Aceh merujuk ke Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956. “Jadi dasarnya, orang tanya, apa dasarnya? Undang-undang dasarnya,” kata JK dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/6). JK mengatakan UU Nomor 24 berisi tentang pembentukan daerah otonom Aceh dan Sumatra Utara (Sumut) yang diteken oleh Presiden pertama RI Sukarno. “Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956, itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten, berapa itu kabupaten, itu. Jadi formal,” ujar JK. (ast/jpnn)













Discussion about this post