Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Aktivitas pertambangan tanpa izin (Peti) di Gorontalo, makin liar. Selain mengancam nyawa para penambang, kerusakan hutan juga makin nyata. Di Boalemo, sebagian kawasan hutan yang dijadikan lokasi penambangan terlihat jelas rusak berat.
Gorontalo Post, melihat langsung aktivitas penambangan liar yang dilakukan secara tradisional itu, Selasa (3/6). Di Boalemo sendiri, terdapat empat lokasi Peti aktiv, tersebar di Kecamatan Dulupi satu lokasi, Kecamatan Paguyaman dua lokasi, dan Kecamatan Wonosari satu titik lokasi.
Dari lokasi-lokasi Peti itu, yang paling parah kerusakan hutannya nampak di wilayah Paguyaman dan Wonosari. Untuk PETI di Wonosari terdapat di Desa Batu Kramat yang tak lain merupakan Kawasan perkebunan Karet yang sudah mulai masa panen.
Dulu kawasan tersebut juga sudah gundul akibat penebangan kayu secara liar. Namun, seiring berjalannya Waktu disaat lahan tersebut berstatus HGU, maka dilakukan penghijauan atau reboisasi kembali dengan ditanami pohon karet, sehingga menjadi hutan produktif.
Kini kawasan itu, seketika berubah menjadi kubangan raksasa yang mengangah. Betapa tidak, metode PETI yang dilakukan oleh para penambang secara manual digali menggunakan linggis, sekop dan cangkul. Tak terlihat aktivitas yang menggunakan exavator seperti Peti di lokasi lainya.
Lahan yang ada digali vertikal, dari atas ke bawah. Hasil galian yang sudah bercampur air di bawahnya disedot menggunakan mesin alkon ke bak penampungan yang ada di sebelahnya untuk dipisahkan material mengandung emas dan lumpurnnya.

Dampak dari PETI ini berpotensi mengakibatkan terjadinnya longsoran dan mengancam nyawa para penambang. Di sekitar lokasi penggalian sudah terjadi erosi yang juga sudah cukup parah. Praktis hal ini menjadi salah satu penyumbang banjir di wilayah perkampungan Desa Mekar Jaya hingga Desa Harapan, Wonosari.
Salah seorang penambang YB, kepada Gorontalo Post mengungkapkan, bahwa PETI tersebut baru berlangsung sekitar tiga pekan terakhir. “Penambangan emas ini dilakukan dengan cara dompeleng yakni digali kemudian hasil galian disedot pakai mesin alkon,”kata YB.
Dari aktivitas itu, kata dia, jika beruntung mereka bisa mendapatkan emas murni seberat 2 gram per hari. Hasilnya dibagi rata kepada para pekerja yang berjumlah 23 orang, termasuk setoran ke bos pemilik alat berupa mesin alkon, termasuk yang mendanai PETI itu.
YB mengaku tak tahu jika lokasi yang mereka garap, merupakan kawasan hutan HGU dalam pengelolaan PT PG Gorontalo, yakni perusahaan perkebunan tebu dan karet yang telah lama beroperasi di Gorontalo.
Yang dia ketahui, lokasi itu adalah milik salah satu aparat Desa Batukramat. YB yang juga Asosiasi Penambang Rakyat Indinesia (APRI) itu menyebut, aktivitas mereka diketahui petugas kepolisian, bahkan kata dia, ada ‘setoran’ pengamanan untuk mereka.
“Jatah dua persen dari hasil tambang emas yang kami dapat,”ungkapnya. Menurutnya, ada empat orang petugas yang datang dan mendapat jatah ‘kilau emas’ tambang liar itu. YB tak menyebut detail nama-nama oknum petugas itu, termasuk dari kesatuan mana mereka bertugas.

Sementara itu lokasi PETI lain yang tidak kalah rusaknya adalah di Desa Saripi Kecamatan Paguyaman. Di lokasi ini, metode pekerjaannya juga sama yakni sistem dompleng atau digali menggunakan sekop, dan linggis kemudian disemprot air menggunakan mesin alkon.
Areal hutan yang sudah di rambah di lokasi PETI ini juga lumayan luas hingga beberapa hektare yang juga berstatus lahan HGU dalam pengelolaan PG Gorontalo. Kabarnya, lokasi ini sudah kerap ditertibkan oleh petugas, namun aktivitas PETI di lokasi tersebut tetap beroperasi.
Manager Publik Relation PT. PG Gorontalo, Marthen Turu’allo mengatakan, pihaknya memiliki bukti dokumen bahwa lokasi yang dijadikan lahan penambangan emas liar di Desa Batu Kramat itu masuk dalam HGU 12, yang sudah ditanami karet.
“Perizinan diversivikasi karet pabrik gula sudah lengkap, dan jika ada pihak yang mengklaim itu adalah tanah milik mereka, maka itu merupakan bagian dari penyerobotan, lahan itu tidak bisa ditanami tebu, maka ditanami karet,”ungkap Marthen.
Fungsi pohon karet dijelaskan Marthen, selain untuk reboisasi atau penghijauan kembali hutan yang sudah gundul, juga bisa memberdayakan ekonomi masyarakat yang dilibatkan langsung memanen/ menyadap karet tersebut.
“Untuk aktivitas penambangan di lokasi itu sudah beberapakali dilaporkan ke pihak kepolisian. Bahkan, dari aparat penegak hukum sudah beberapa kali turun, tetapi hari ini ditertibkan, besoknya sudah ada lagi,”katanya.
Kata dia, mereka juga sudah pernah menyurat kepada pihak kepolisian tembusan kepada bupati, dan instansi terkait seperti dinas lingkungan hidup, dan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS).
Sebab menurutnya, belum maksimal penertiban yang dilakukan aparat, terutama di areal perkebunan karet Desa Batu Kramat. Dampak dari kerusakan lahan akibat PETI di kawasan itu diakui Marthen bermuara ke Desa Mekar Jaya yang selalu terancam banjir ketika hujan.
Sebab PETI tersebut menambah erosi disamping penggundulan hutan di lokasi masyarakat maupun dari kawasan HGU. “Jadi erosi yang paling berdampak tertimbunnya kebun tebu dan embung yang sering dituduhkan ke kami.
Fakta di lapangan bahwa PETI menjadi salah satu faktor utama penyumbang banjir. Kami malah korban berlipat-lipat, selain lahannya dirusak, embung tertutup sedimen erosi, juga menjadi korban fitnah diutuduh menjadi penyebab bencana banjir,”jelas Marthen.
Sementara itu Kabid penataan dan penataan lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kehutanan Provinsi Gorontalo, kepada Gorontalo Post, Nazarudin, mengatakan, petugas Polhut, KPH sudah beberapa kali turun ke lokasi PETI melakukan penertiban alat berat di Desa Saripi, tetapi hanya berselang beberapa hari kemudian para penambang kembali lagi.
“Lokasi kegiatan PETI saat ini seharusnya masuk ranah Aparat Penegak Hukum. Solusi kami untuk penertiban PETI ini dilakukan secara terpadu mulai dari APH dalam hal ini kepolisian, serta stake holder terkait,”tandas Nazarudin.
Kapolda Gorontalo melalui Kabid Humas Polda Gorontal Kombes Pol Desmond Harjendro mengatakan, Polda dan Polres sudah mendatakan lokasi PETI di Boalemo. Selanjutya untuk penindakan dilakukan bertahap.”Ya, sambil menunggu dari stake holder yang berkaitan,”tandas Desmond.
Informasi terkini, puluhan personel Polres Boalemo menertibkan aktivitas tambang emas ilegal di bantaran Sungai Desa Saripi, Kecamatan Paguyaman, Rabu (4/6/2025). Operasi yang dipimpin Kabag Ops Polres Boalemo, AKP Ondang Zakaria ini dilakukan, setelah adannya laporan masyarakat perihal kerusakan lingkungan dan ancaman bencana banjir yang melanda sejumlah desa di daerah hilir.
Tambang ilegal tersebut, selain menggunakan sistem dompleng, juga menggunakan alat berat jenis eskavator untuk mengeruk material dari sungai serta merusak pegunungan di kawasan itu. Aktivitas ini dinilai membahayakan karena berada di zona rawan longsor dan potensi banjir tinggi saat musim hujan.
Dalam penertiban itu polisi menyita alat pengelolaan emas ilegal termasuk karpet tambang sebagai barang bukti. “Yang jelas kami tidak akan kendor menindak praktik PETI seperti ini. Identitas pelaku sedang kami dalami,” tegas Ondang.
Polisi juga akan memanggil saksi-saksi dari warga sekitar. Polres Boalemo berkomitmen memperketat pengawasan di titik rawan tambang ilegal serta membuka ruang pengaduan bagi masyarakat.
Kapolres Boalemo, AKBP Sigit Rahayudi,S.I.K mebantah keras jika ada oknum anggotanya yang menjadi beking PETI, apalagi sampai menerima jatah dari hasil tambang tersebut.
“Tidak ada anggota Polres yang meminta setoran, kalau ada anggota saya yang minta setoran akan kami tindak tegas,”tegas Kapolres sembari menyatakan, pihaknya akan terus menertibkan PETI tersebut sampai ditutup secara permanen dan tidak ada lagi aktivitas di lokasi PETI yang ada di wilayah hukum Polres Boalemo. (roy)











Discussion about this post