Gorontalopost.co.id, JAKARTA — Belakangan persoalan ijazah terus mencuat, terutama keaslian ijazah para politisi yang pernah menjadi peserta Pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) ternyata tak begitu detail melakukan pemeriksaan, dengan alasan keterbatasan waktu.
Hal ini diakui Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, saat diskusi bertajuk Kupas Tuntas Rencana Revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan yang digelar di kantor Bawaslu, Jakarta, baru-bari ini. Kata dia, KPU mengalami keterbatasan waktu dan kewenangan dalam memverifikasi keaslian dokumen ijazah para peserta pemilu.
Afif menjelaskan, dalam proses penyelenggaraan pemilu, terdapat sejumlah tantangan teknis yang tak selalu bisa dikendalikan KPU. Salah satunya berkaitan dengan verifikasi ijazah. “Ya tadi itu kata Mas Bagja (Ketua Bawaslu), ijazah kah, apa. Kadang-kadang kami juga punya kurang waktu untuk kemudian dan kurang kewenangan juga untuk menyatakan ijazah ini asli apa tidak. Keringetan kami juga gak selesai juga, satu,” kata Afif di forum tersebut.
Ia menegaskan bahwa semua pihak harus jujur dalam mengikuti pemilu. Afif mencontohkan persoalan kejujuran terkait latar belakang hukum peserta. Informasi penting disajikan secara kronologis
“Kedua, mohon maaf, saya harus sampaikan. Semuanya harus jujur dong. Kalau mantan terpidana, bilang mantan terpidana. Sehingga nyortirnya jelas. Sehingga kalau kemudian mantan terpidana lebih lima tahun, dia harus iklan dulu menyampaikan ke publik. Kalau orang gak pernah ngaku kemudian belakangan ketahuan, salah lagi KPU-nya,” sambungnya.
Dia berharap, dalam revisi Undang-Undang Pemilu mendatang, hal-hal teknis seperti ini bisa diatur lebih jelas agar penyelenggara tidak dibebani hal-hal yang berada di luar kewenangannya.
Penyampaian ketua KPU tersebut mendapat respon dari komisi II DPR RI. Anggota komisi II Fraksi PKS, Rahmat Saleh mengatakan pernyataan Afifudin tersebut tidak sepenuhnya benar. Dia menjelaskan proses verifikasi berkas peserta sudah diatur dalam tahapan pemilu.
“Contoh misalnya dari daerah kabupaten dan kota, mereka akan ada verifikasi ijazah ke sekolah-sekolah asal caleg dan itu ada anggarannya termasuk ada waktunya. Jadi, kalau alasan itu menurut saya tidak sepenuhnya benar,” kata Rahmat Saleh kepada JPNN.com.
Namun, jelasnya, memang KPU perlu diberi waktu lebih untuk menganalisa hasil verifikasi tersebut. Legislator dari dapil Sumatra Barat I itu juga menjelaskan, saat ini tidak diperlukan badan ad hoc untuk menyelasaikan permasalahan administrasi tersebut. “Karena KPU punya instrumen itu. Ada Komisioner dan PNS yang sudah bekerja selama lima tahun,” lanjutnya.
Menurutnya, saat ini yang perlu dilajukan ialah memberikan tambahan waktu dan peningkatan kualitas SDM yang ada di penyelenggara pemilu. “Di sini hanya perlu penguatan kualitas SDM kemudian integritas penyelenggara sehingg para Kandidat yang ikut serta itu bisa masuk dalam kontestasi dengan administrasi yang benar,” pungkas Rahmat Saleh. (jpnn)
Comment