Gorontalopost.co.id, GORONTALO – Ratusan guru di Gorontalo dihadapkan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berujung pada Pengembalian kelebihan bayar terkait dengan pemenuhan beban kerja ASN daerah penerima tunjangan di tahun 2023.
Persoalan ini terus menjadi perbincangan, terutama di kalangan guru. Sebab, tidak sedikit yang menolak membayar pengembalian dan menanggap berhak atas jumlah rupiah dari tunjangan yang mereka terima.
Salah seorang kepala sekolah di Gorontalo, AP, dalam pernyataan yang diterima media ini, menyatakan, miris dengan berbagai pemberitaan media yang terkait dengan temuan BPK tentang pemenuhan beban kerja guru.
AP yang juga salah satu guru yang masuk dalam daftar temuan BPK itu, mengatakan, begitu mendapati adanya temuan BPK, ia langsung melakukan review kelalainya dalam pemenuhan beban kerja.
Kata dia, bersama beberapa guru ternyata benar lalai dalam memastikan eviden atau bukti ketidakhadiran diinput oleh operator sekolah. “Jadi wajar saja, jika terbaca tanpa keterangan dalam presensi online. Saya dan beberapa teman guru yakin bahwa pemeriksaan BPK RI tentu telah melalui kajian panjang yang berlapis didasari regulasi yang jelas,”ujarnya.
Ia mengatakan agar tidak menyalahkan siapa-siapa dalam persoalan ini, serta menyarankan untuk intropeksi dan memeriksa kembali rekam presensi online di tahun 2023.
Menurutnya, dapat dipastikan, guru-guru yang masuk dalam daftar temuan itu, karena tidak sempat divalidasi Surat Perintah Tugas (SPT) dan Surat Cuti oleh operator sekolahn. “Ini saya alami sendiri di sekolah saya. Dan di beberapa sekolah lainnya juga demikian hal yang sebenarnya terjadi,”katanya.
Itulah alasannya, AP langsung memutuskan untuk mengembalikan apa yang menjadi rekomendasi BPK. AP menyebut ini murni kelalaian sendiri, dan bukan orang lain.
“Kenapa saya langsung memutuskan pengembalian segera setelah saya memperoleh informasi, ketika ada rekomendasi BPK, karena saya tahu ini murni kelalaian kami, dan bukan karena kelalaian orang lain,”ungkapnya.
Ia menambahkan, tidak bisa juga sepenuhnya menyalahkan operator, karena sebagai ASN penerima TPG, harusnya proaktif memberitahukan jika tidak bisa hadir karena cuti atau penugasan di luar sekolah. “Agar operator bisa melakukan validasi/pencatatan terhadap alasan ketidakhadiran,”jelasnya.
Setiap triwulan, lanjut AP, mereka menerima surat Kepala Dinas Pendidikan untuk pemberkasan TPG, dan salah satu diantaranya yang diminta adalah print out presensi dari aplikasi new siransija, sebagai salah satu bukti administratif untuk mengukur pemenuhan beban kerja guru ASN Daerah.
Print out presensi itu, harusnya tidak berbeda antara yang terekam dalam aplikasi, dengan hasil cetakan dari aplikasi. “Ibarat print out rekening koran dari bank, dan lalu kita mengubah angka pada hasil print out, tentu kitalah yang keliru,”paparnya.
Jika terjadi perbedaan maka besar kemungkinan pihak sekolah yang akan disalahkan karena tidak memberikan data yang benar dalam berkas. Sebab kata dia, setahunya, setiap kepala sekolah menandatangani pertanggungjawaban mutlak atas kebenaran data/berkas yang disampaikan setiap guru.
“Jadi jangan menyalahkan siapa siapa disaat kita di sekolah yang salah. Menganggap orang lain dzolim padahal penyebabnya adalah kelalaian kita sendiri, menurut saya ini sangat tidak adil,”ujarnya.
AP mengungkapkan, sejumlah sejawat guru juga mengeluhkan kepadanya, serta menyadari kelalaian yang ada. Tak sekadar menyadari, tapi mereka juga ingin melakukan pengembalian TGR sebagaimana rekomendasi BPK. Hanya saja, ia mengaku ada beberapa kepala sekolah dan guru yang mengecam, dengan label tidak solider.
“Saya pribadi menganggap itu lebih pada bentuk provokasi. Sebagai warga negara yang baik, apalagi sebagai aparatur sipil negara, masing-masing kita memiliki kadar integritas yang mempengaruhi sikap dan keputusan kita. Harusnya jangan saling mempengaruhi apalagi memprovokasi,”ungkapnya.
Masih kata AP, sebagai pendidik, dalam kondisi apapun harusnya lebih cerdas menyikapi berbagai masalah. Jangan sampai kata dia, mengambil langkah-langkah yang tidak elegan, provokatif, apalagi menyalahkan orang lain, padahal itu kelalaian sendiri.
Sebagai guru yang diberi amanah menjadi Kepala Sekolah, ia mengajak semua pihak, agar temuan BPK ini menjadi instrumen evaluasi seluruh guru dan tenaga kependidikan. AP menyebut, dalam mengelola SDM di satuan pendidikan, Kepala Sekolah memiliki tanggungjawab tugas manajerial.
Salah satunya adalah memastikan kontrol pemenuhan beban kerja guru, hingga optimalisasi tugas operator sekolah dalam melakukan validasi kehadiran guru dan tenaga kependidikan, wajib dipantau dengan baik oleh kepala sekolah.
“Saya juga berharap, publik mencerna permasalahan ini dengan baik. Saya memilih harus bicara dengan jelas seperti ini agar permasalahan ini tuntas. Karena saya tahu persis, saya sendiri adalah satu dari tenaga pendidik yang termasuk dalam temuan ini, bahwa ini murni karena kelalaian kami,”terang AP.
Ia tidak ingin polemik ini terlalu lama, karena secara masiv hal ini sangat mengganggu ribuan guru lainnya yang sedang bekerja dengan tenteram dan tekun di sekolah.
“Jangan terjebak dengan opini yang digiring oleh sekelompok orang dengan kepentingan tertentu. Dunia Pendidikan itu jangan dicederai dengan kepentingan apapun. Berita yang simpang siur ini mengganggu kami di sekolah. Mohon bantu kami untuk bisa bekerja dengan fokus memberikan pelayanan kepada puluhan ribu siswa SMA/SMK/SLB di Provinsi Gorontalo,”tandasnya. (*)











