Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Bos perusahaan beton inisial RR yang juga tersangka kasus pajak yang diduga merugikan keuangan negara senilai lebih dari Rp 598 Juta membantah jika dirinnya bersalah melakukan perbuatan pidana.
Hal ini disampaikan RR melalui kuasa hukumnya Fadli Gela, bahwa kasus yang menjerat RR tersebut hanyalah sengketa yang merupakan wilayah hukum keperdataan bukan pidana pajak.
“Kami menolak pemberitaan yang menyudutkan nama baik klien kami, karena pada setiap kasus Pidana termasuk pada kasus ini harus dikedepankan asas praduga tak bersalah,”kata Fadli Gela dalam keterangan tertulis yang disampaikan ke redaksi Gorontalo Post.
Asas praduga tidak bersalah yang dimaksud Fadli Gela sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf c KUHAP yaitu: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Bahwa hal tersebut jelas Fadli juga sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS. Dimana, Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
“Perlu kami sampaikan dan jelaskan kepada Khalayak Umum terkhusus kepada teman teman Media, bahwa klien kami sama sekali tidak melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang diberitakan, adapun klien kami tetap menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak dengan tertib membayar Pajak Perusahaan,”terang Fadli.
Terhadap pembayaran Pajak yang disangkakan kepada RR ditegasjan Fadli merupakan sengketa wilayah hukum keperdataan bukan pidana pajak sebagaimana yang diduga dilakukan oleh klien kami,”ungkapnya.
Kemudian terkait RR yang ditahan sehari dibui, dan dilepas kembali, dengan tegas Fadli menyampaikan bahwa kliennya dapat membuktikan itikad baiknya dalam melakukan pembayaran pajak, yang buktinya selama tahun 2018 ada 8 bulan kliennya RR melakukan pembayaran, bukan tidak membayar sama sekali selama satu tahun.
“Klien kami hanyalah kurang bayar bukan tidak bayar;”imbuh Fadli. Lebih lanjut Fadli juga menjelaskan, bahwa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, terdapat Prinsip Ultimum remedium yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa sanksi pidana harus digunakan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum.
“Maka dengan alasan ini klien kami harus segera dilepaskan dan tidak dapat lagi ditahan ataupun dilanjutkan proses hukumnya. “Kami menghimbau kepada teman teman media untuk tetap Objektif dan mengedepankan asa praduga tidak bersalah dalam memberitakan kasus ini tanpa menyudutkan nama baik klien kami,”tandas Fadli. (roy)










