Gorontalopost.co.id, GORONTALO – Kejutan demi kejutan di Pilkada Gorontalo 2024 terus terjadi. Usai salah satu kontestan Pilgub yaitu Cawagub yang diusung Nasdem, Rustam Akili tak memenuhi syarat kesehatan hingga akhirnya diganti oleh Marten Taha, kini kejutan yang sama terjadi di Pilkada Gorut.
Calon bupati yang diusung PDIP, yaitu Ridwan Yasin juga dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) mengikuti kontestasi Pilkada. Ia tercatat masih berstatus terpidana. Keputusan itu telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gorontalo Utara resmi.
Pengumuman tersebut disampaikan melalui surat bernomor 219/PL.02.2.Pu/7505/2024. Sabtu, 14 September 2024. Dalam surat tersebut, KPU menjelaskan bahwa Ridwan Yasin tidak lolos tahap verifikasi, lantaran status hukumnya yang masih berstatus sebagai terpidana.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung, Ridwan Yasin masih menjalani hukuman, meski dengan masa percobaan. Keputusan kasasi Mahkamah Agung nomor 327 K/Pid/2024, yang dijatuhkan pada 25 April 2024 lalu, memperkuat putusan sebelumnya. Memang Ridwan Yasin dijatuhi hukuman penjara enam bulan oleh Mahkamah Agung, namun hukuman tersebut disertai masa percobaan selama satu tahun.
Keputusan ini menjadi revisi atas putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo nomor 67/PID/2023/PT GTO yang dikeluarkan pada 22 September 2023, yang juga merupakan kelanjutan dari putusan Pengadilan Negeri Limboto.
Ketua KPU Gorontalo Utara, Sofyan Jakfar, kepada Gorontalo Post, Senin (16/9) membenarkan keputusan KPU tersebut. Kata dia, sebelum menetapkan tidak memenuhi syarat (TMS), KPU Gorut lebih dulu melakukan klarifikasi, termasuk kepada yang bersangkutan.
“Tanggal 14 kami undang klarifikasi yang bersangkutan. Apakah nama bapak yang ada di putusan Mahkamah Agung itu ?, Dan dia (Ridwan Yasin) membenarkan itu, tapi dia bersikeras bahwa itu dia tidak masuk dalam kategori pidana,”terang Sofyan.
Ia mengatakan, pihaknya menjalankan keputusan sesuai aturan yang berlaku. “Kalau merasa keberatan, atau partai politik pengusung juga keberatan dan mengadukan ke Bawaslu, itu hak mereka,”ujar Sofyan.
Hingga kemarin, lanjut dia, secara kelembagaan pihaknya belum menerima adanya pemberitahuan dari Bawaslu terkait aduan hasil putusan KPU tentang bakal calon yang tidak memenuhi syarat.
Sementara itu, Sofyan mengatakan, pihaknya belum bisa memberi kepastian tentang bisa atau tidak bisa yang bersangkutan diganti atau dilakukan penggantian pasangan calon. Sebab, lanjut Sofyan, masa penggantian pasangan calon hanya berlangsung 6-8 september. “Sudah lewat, tapi kalau ada penafsiran lain (misalnya, setelah aduan ke Bawaslu), ya kita tetap koordinasi dengan KPU (provinsi/pusat),”ujarnya.
Sementara itu, dalam ketentuan, salah satu poin penting yang menjadi pegangan KPU adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, khususnya Pasal 14 Ayat 2 Huruf F. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa seorang calon tidak boleh memiliki status sebagai terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih, kecuali jika terkait tindak pidana politik atau kealpaan.
“Ridwan Yasin masih dalam status hukum sebagai terpidana, meski dengan masa percobaan, sebagaimana ditegaskan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung,” kata Sofyan. “Dengan demikian, sesuai dengan aturan yang berlaku, ia dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sebagai bakal calon Bupati Gorontalo Utara,” ujarnya.
Keputusan ini menutup peluang Ridwan Yasin untuk maju dalam Pilkada Gorontalo Utara, dan menjadi pelajaran penting bagi kandidat lainnya untuk memperhatikan ketentuan hukum dan regulasi yang berlaku.
Dalam putusannnya, KPU Gorut mengacu Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, pada Pasal 14 Ayat 2 Huruf F yang berbunyi ‘tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. (rmb/tro)











Discussion about this post