Gorontalopost.id, GORONTALO – Dua oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gorontalo, di laporkan ke Polisi karena diduga terlibat penipuan. Tak tanggung-tanggung, total kerugian yang diduga dialami korban, mencapai Rp 18,9 Miliar.
Dugaan penipuan ini terkait dengan proyek pengadaan dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker dan Transmigrasi) di Gorontalo. Salah seorang korban, Junidar Nababan kepada wartawan mengaku, awalnya ia bersama seorang kenalan bernama Rusdin, bertemu di salah satu cofe shop di Senayan City, Jakarta.
Pada saat itu terjadi kesepakatan untuk mengerjakan paket dari Kementrian Tenaga Kerja di wilayah Gorontalo. Kemudian dirinya dipertemukan dengan YO oknum ASN yang ada di Gorontalo Utara (Gorut). Dari pertemuan itu, diduga YO menyampaikan ada paket pengadaan pemberdayaan masyarakat berupa pengadaan Sembako di Gorontalo Utara.
“Setelah itu, saya dari Jakarta datang ke Gorontalo Utara untuk menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang dibawa oleh terduga YO. Di mana dari penyampaian YO, SPK tersebut berasal dari kementrian,” ujarnya.
Awalnya kata Junidar, pihaknya ditawarkan 450 paket dengan nilai Rp 47 juta per satu paket. Tetapi waktu itu dirinya hanya mengambil 30 paket pertama, tertanggal 5 Oktober 2023.
Paket tersebut kata Junidar menerapkan sistem penunjukan langsung (PL), sehingga tidak dilakukan tender dan pada saat itu dirinya menandatangani kurang lebih 30 SPK sebagaimana paket yang akan dikerjakan.
“Saat saya sementara menandatangani SPK, YO kemudian menghubungi rekan saya di Jakarta, sehingga terjadilah transfer dana kurang lebih Rp 900 juta untuk pekerjaan proyek pengadaan ke rekening YO. Nah, setelah proyek dikerjakan akan dibayarkan oleh pihak Kementrian yakni Rp 1,3 miliar,” jelasnya.
Lanjut kata Junidar, meski sempat ragu, dirinya percaya dengan adanya proyek tersebut, karena semuanya berjalan dengan baik, dimana ia melihat langsung adanya pengadaan barang berupa gula, beras dan minyak kelapa yang diserahkan di wilayah Sumalata.
Hanya saja, muncul kecurigaan yang lebih besar lagi, pihaknya mendapatkan dana sebanyak Rp 1,3 miliar untuk pekerjaan itu. Namun kata Junidar, dana tersebut berasal dari rekening pribadi YO, bukan dari rekening kementerian, dan dikirim ke rekening perusahaan.
Tak hanya itu, kecurigaan lainnya timbul ketika kontrak berikutnya akan ditandatangani, ternyata bisa dirubah dari pihak Dinas di Gorontalo Utara. “Melihat hal itu, pada saat rencana penadatanganan SPK untuk pekerjaan berikutnya, saya akhirnya berhenti dan tidak melanjutkan kontrak kerja lagi,” paparnya.
Setelah itu kata Junidar Nababan, tanpa sepengetahuannya, beberapa rekannya yang tergabung dalam pelaksanaan pekerjaan proyek itu, kemudian mentransfer uang kurang lebih Rp 7,8 miliar kepada YO, termasuk kepada salah seorang oknum Caleg di Gorontalo, berinisial OI, dengan nominal yang cukup besar yakni Rp 4,5 miliar.
“Karena kami sesama rekan saling percaya, dipakai uang saya Rp 2,5 miliar untuk proyek di luar kota. Ternyata masuk ke YO tanpa sepengetahuan saya. Uang saya di situ ada Rp 900 juta. Untuk yang ke Caleg atas nama OI, itu ditransfer dengan alasan agar mudah YO mengambil uangnya untuk pelaksanaan proyek, sehingga anggaran yang ditransfer perlu dipecah-pecah kebeberapa rekening, termasuk ke reking OI,”ujarnya.
Selain YO, ada ASN lainya, yakni NA, rekan YO, yang bersangkutan diduga ikut menerima kiriman uang senilai Rp 100 juta. Ditambahkan pula, setelah uang diterima sekitar Rp 7,8 miliar tahun 2023 bulan Desember, maka pihaknya menagih janji YO yang satu bulan pencairan.
Ternyata hal itu tidak terealisasi. Dengan itu pihaknya mengejar YO ke Gorontalo pada Februari 2024. Pada saat itu YO terus berjanji, dengan alasan masih Pilpres, uang untuk pengadaan Sembako itu masih dipakai oleh negara. Oleh karena itu, pihaknya menunggu sampai bulan berikutnya, April, Mei hingga Juni.
“Saya secara pribadi melaporkan ini ke Polres Gorontalo Utara. Setelah saya cros chek, teman-teman saya ternyata sudah melapor ke Polda Gorontalo. Kami ada tujuh orang. Setelah melapor, saya merasa kurang puas dengan pelayanan di Polres Gorontalo Utara, karena saya tidak diberikan bukti laporan dan hanya SP2HP. Padahal, berdasarkan pengalaman, setiap melapor saya diberikan bukti laporan dan kemudian SP2HP,” paparnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo, Kombes Pol. Desmont Harjendro Agitson Putra,S.I.K,M.T menyampaikan, pihaknya sudah koordinasi dengan Polres di wilayah Polda Gorontalo.
Untuk laporan di Kriminal Umum (Krimum) Polda Gorontalo, kasusnya masih dalam proses penyelidikan. Sudah ada panggilan saksi, tinggal beberapa saksi lagi yang akan dimintai keterangan. Setelah itu, akan dilakukan gelar perkara, apakah akan naik dalam tahap selanjutnya atau seperti apa kedepannya.
“Kaitan dengan adanya komplain yang dialami oleh pelapor atau korban, kami akan koordinasi dengan jajaran Propam. Yang jelas, untuk Krimum, sampai sekarang kasus sementara dalam proses penyelidikan. Untuk di Polres, akan kami chek apakah ada kelalaian. Kalau terbukti ada kelalaian, pasti akan kami proses,” tegasnya. (kif/tha)











Discussion about this post