Pemerintah Provinsi Gorontalo serius untuk mengadakan fasilitas uji Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bagi ternak sapi di Goronalo. Keberadaan fasilitas ini sangat penting untuk mendukung pengiriman sapi antarpulau. Selama ini, uji PMK hanya dilakukan di Sulawesi Tengah (Sulteng), sehingga pengiriman sapi antarpulau dari Gorontalo paling banyak melalui Sulteng.
KESERIUSAN Pemprov Gorontalo dalam memenuhi fasilitas uji PMK itu disampaikan Pj Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya, usai meninjau Instalasi Karantina Hewan (IKH) Sulawesi Tengah di Kota Palu, Kamis (25/4).
“Kita akan upayakan tahun ini melalui APBD Perubahan. Alat uji PMK ini sangat penting untuk mempercepat masa karantina agar peternak tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengirimkan sapinya,” kata Penjagub Ismail.
Keberadaan alat uji PMK menjadi salah satu alasan para peternak Gorontalo untuk lebih memilih mengirimkan sapinya melalui Palu. Selama ini pengujian PMK di Gorontalo, sampelnya masih harus dikirim ke Jakarta atau Makassar.
“Kalau di Sulteng fasilitas veterinernya sudah lengkap. Kita di Gorontalo khususnya untuk PMK itu masih harus mengirim sampelnya ke daerah lain dan dibutuhkan waktu sekitar lima hari,” jelas Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, Muljady Mario.
Selain untuk mendukung percepatan lalu lintas ternak, alat uji PMK nantinya juga bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah Provinsi Sulteng mengenakan tarif pengujian PMK sebesar Rp 75 ribu per ekor.
Sebelumnya, Rabu (24/4) Pemprov Gorontalo melakukan sinkronisasi dan harmonisasi lalu lintas ternak di Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Sulawesi Tengah di Kota Palu.
Sinkronisasi dan harmonisasi membahas isu utama terkait pengiriman sapi dari Gorontalo ke Balikpapan. Pj Gubernur Gorontalo, Ismail Pakaya, mengungkapkan, peternak Gorontalo lebih banyak melewati Pelabuhan Pantoloan, Palu, ketimbang melalui tol laut di Pelabuhan Kwandang.
“Soal karantina dan lalu lintas hewan ini sejak tahun lalu sudah kami bahas. Banyak ternak sapi Gorontalo yang di antar pulaukan melalui darat ke Palu kemudian dikirim ke Kalimantan, sementara fasilitas tol laut yang sudah disiapkan pemerintah kosong,” ungkap Penjagub Ismail.
Pada sinkronisasi itu terungkap beberapa alasan utama yang menjadi penyebab di antaranya Gorontalo belum memiliki alat uji Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Sementara sapi-sapi yang akan dikirim harus memiliki sertifikat bebas PMK sehingga berdampak pada bertambahnya waktu karantina.
Penyebab lainnya, pengiriman sapi dari Gorontalo yang menggunakan tol laut dalam jumlah banyak dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkannya.
Sementara di Palu ada pengiriman menggunakan kapal-kapal kecil sehingga peternak yang mengirimkan sapinya dalam jumlah sedikit sudah bisa langsung dikirim.
“Ini akan diatur, jika tol laut yang kita fasilitasi itu tidak terisi, maka perbatasan saya tutup. Saya tidak melarang, tetapi harus penuh dulu tol laut baru bisa ke Palu. Kita juga akan mengupayakan alat uji PMK,” jelas Ismail. (tro)











Discussion about this post