APH Didesak Usut Tambang Ilegal Rusak Lingkungan

Gorontalopost.id, GORONTALO – Persoalan tambang emas ilegal di Provinsi Gorontalo terus menjadi perhatian berbagai pihak.

Salah satunya dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo kembali mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo, untuk turun tangan mengusut masalah tersebut.

Koordinator BEM Provinsi Gorontalo, Man’uth M. Ishak meminta aparat penegak hukum (APH) harus serius mengusut kasus pertambangan emas ilegal yang terkesan adanya pembiaran dari berbagai pihak.

“Kami mendesak Kejati Gorontalo untuk turun tangan melakukan investigasi tambang emas ilegal di Provinsi Gorontalo, khususnya di Kabupaten Pohuwato dan Boalemo,” kata Man’uth M. Ishak.

Lebih lanjut Man’uth Ia menuturkan, selain merugikan negara pertambangan emas ilegal juga dapat merusak lingkungan dan mengganggu lahan pertanian warga.

Belum lagi, kata Man’uth, banyaknya korban jiwa meninggal dunia akibat aktivitas pertambangan emas ilegal tersebut.

“Di Kabupaten Pohuwato terdapat pertambangan ilegal yang sudah lama dibiarkan APH. Sementara di Boalemo juga mulai dirambah oknum-oknum pelaku tambang emas ilegal.

Banyak pengaduan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan,” jelasnya. Atas hal itu, Man’uth meminta Kejati Gorontalo segera bertindak tegas untuk menangkap dan memberikan sanksi seberat-beratnya kepada para pemilik tambang emas ilegal tersebut.

Apalagi, kata dia, penambangan emas secara ilegal merupakan bentuk pelanggaran berat yang tidak memenuhi syarat secara undang-undang yang berlaku.

“Kami meminta Kejati Gorontalo segera menangkap mafia-mafia tambang emas ilegal di Provinsi Gorontalo,” ujarnya.

Lebih lanjut Man’uth menuturkan pihaknya juga akan menyurati Kejaksaan Agung RI sebagai bentuk keseriusan dalam mengawal adanya pertambangan emas ilegal di Provinsi Gorontalo.

Menurutnya tindakan para pelaku tambang emas ilegal dapat dijerat dengan Pasal 36 angka 19 dan Pasal 78 ayat (2), jo Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, jo Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHPidana.

“Ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar,” pungkasnya. (roy)

Comment