Gorontalopost.id – Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), menindak tegas 23 perguruan tinggi swasta di Indonesia, dengan sanksi berat berupa pencabutan izin operasional.
Data PTS yang dijatuhi sanksi itu disampaikan Direktur Kelembagaan Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek Lukman. Dikutip dari jawapos.com, kampus yang dijatuhi sanksi itu berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat. ”Untuk namanya tidak bisa kami berikan. Hanya gambaran kota dan wilayah,” kata Lukman, (8/6) pekan lalu.
Lukman mengatakan, kampus yang disanksi itu berupa universitas dan sekolah tinggi. Sanksi terberat berupa pencabutan izin karena pelanggaran berat. Misalnya, memiliki program studi (prodi) tidak terakreditasi, tapi nekat mengeluarkan ijazah. Kemudian menerbitkan ijazah kepada orang yang tidak berhak atau jual beli ijazah.
Kampus yang merekrut mahasiswa baru dengan tujuan komersial juga masuk kategori pelanggaran berat. Kampus yang dijatuhi hukuman pencabutan izin tidak boleh menggelar kegiatan akademik dan nonakademik. Badan penyelenggara atau yayasan harus menanggung kerugian mahasiswa, dosen, serta tenaga kependidikan. Kemudian, jika ada, harus mengembalikan dosen PNS yang diperbantukan ke kampus asalnya.
Dia menjelaskan, kampus-kampus nakal itu diketahui dari laporan masyarakat. Sejak Mei tahun lalu, ada 53 pengaduan kasus perguruan tinggi yang masuk ke Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek. Ada yang mengadukan kampus yang menjalankan kuliah fiktif. Ada juga yang melaporkan praktik jual beli ijazah, penyimpangan pemberian beasiswa KIP kuliah, layanan tidak sesuai standar pendidikan tinggi, dan konflik yayasan sehingga perkuliahan tidak kondusif.
Plt Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek, Nizam, turut prihatin atas kasus pencabutan izin operasional PTS tersebut. ”Janganlah tujuan mulia penyelenggara pendidikan tinggi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dicemari manipulasi data,” katanya.
Modus kejahatan lainnya adalah menerbitkan ijazah tanpa proses pembelajaran yang baik. Guru besar Fakultas Teknik UGM itu juga menyayangkan ada kampus yang sampai jual beli ijazah dan menyelewengkan KIP kuliah. Kejahatan tersebut tentu akan mencemari mahasiswa yang sudah bekerja keras.
Selain itu, merugikan sivitas kampus yang sudah serius menjaga mutu serta mencederai kepercayaan masyarakat pada perguruan tinggi. ”Mari kita jaga marwah pendidikan tinggi untuk memastikan generasi emas lahir dari kampus kita,” katanya. Pejabat yang hobi bersepeda itu menegaskan, Kemendikbudristek tidak akan tinggal diam jika ada laporan masyarakat terkait kampus nakal. Baik kampus negeri maupun swasta.
Nizam juga berpesan agar calon mahasiswa berhati-hati dan cermat dalam memilih perguruan tinggi. Jangan tergiur iming-iming beasiswa atau KIP kuliah. ”Pastikan program studi dan perguruan tinggi pilihan kalian terakreditasi. Lalu, perkuliahan berjalan dengan dosen yang kompeten. Serta, kondisi sarana dan prasarana tersedia sesuai yang dijanjikan dalam prospektus,” jelasnya.
Sejumlah rektor ikut merespons kasus penjatuhan sanksi untuk puluhan kampus itu. Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat menuturkan, akses pendidikan sampai saat ini menjadi salah satu pekerjaan rumah negara. Angka partisipasi pendidikan tinggi belum setinggi angka partisipasi di jenjang dasar dan menengah. Setiap tahun lulusan pendidikan menengah meningkat. Padahal, kursi atau kapasitas perguruan tinggi tidak naik signifikan atau cenderung stabil.
Kondisi itu lantas dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi. Akibatnya, tujuan pendirian kampus swasta menyimpang. Misalnya, hanya untuk mengeruk uang dengan modus jual beli ijazah. ”Kejadian ini jadi pelajaran kita semua,” kata Ojat Darojat usai penandatanganan kerja sama dengan Perkumpulan Lembaga Personalia Nasional (PLPN) di Kampus UT Tangerang Selatan pada Kamis (8/6). Bukan hanya untuk korban atau pelaku kejahatan tadi, melainkan juga bagi masyarakat umum.
Nasib Dosen dan Mahasiswa Harus Dijamin
Kemendikbudristek diminta menjamin nasib dosen dan mahasiswa yang kampusnya ditutup. Sebab, mereka tidak terlibat dalam kejahatan yang dilakukan manajemen kampus.
Praktisi pendidikan Indra Charismiadji menuturkan, banyak hal yang mesti dipikirkan ketika penutupan perguruan tinggi dilakukan. Yang paling penting adalah nasib mahasiswa, dosen, pegawai, hingga alumni kampus tersebut. ’’Apa sudah dipikirkan dampaknya? Terus nasib mahasiswa, dosen, pegawai, alumni gimana?’’ ujarnya.
Kalaupun opsi pindah kampus jadi solusi, menurut dia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dijawab oleh Kemendikbudristek. Mulai memastikan dosen mendapat tempat baru, gaji dosen, hingga besaran uang kuliah mahasiswa di kampus baru. ’’Yang menggaji dosennya siapa? Uang kuliah sama jumlahnya? Emang semua SKS bisa diterima? Ini harus dipikirkan,’’ ungkapnya. Belum lagi nasib alumni ketika ijazah mereka tiba-tiba tidak diakui. ’’Apa nggak jadi problem?’’ sambungnya.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyatakan mendukung penuh langkah tegas Kemendikbudristek terhadap kampus-kampus nakal tersebut. Namun, sekali lagi, dia meminta agar nasib mahasiswa, dosen, dan pegawai lainnya bisa dijamin. Secara regulasi, menurut dia, mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan memang bisa pindah ke kampus lain. Perpindahan mahasiswa itu jadi tanggung jawab badan penyelenggara, yakni Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).
“Hanya, dalam praktiknya terkadang banyak kendala yang kemudian muaranya pada ketidakjelasan nasib para mahasiswa,” ungkapnya. Apalagi, lanjut dia, manajemen kampus yang izinnya dicabut sering lepas tangan. Mereka merasa tidak punya kewajiban apa pun lagi karena kampus sudah tidak beroperasi lagi. “Padahal, banyak dokumen administratif yang harus dipenuhi di kala mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan ingin pindah ke kampus lain,” ungkapnya. (jp-wan/mia/c19/c6/oni)












Discussion about this post