Gorontalopost.id – Lima pemerintah daerah (Pemda) di Gorontalo, masing-masing Pemda Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo Utara, Pohuwato, dan Boalemo, mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keungan (BPK) perwakilan Provinsi Gorontalo, terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah. Penyerahan ‘perdikat’ WTP itu berlangsung di aula BPK Provinsi Gorontalo, Rabu (17/5).
Kendati mencapai WTP yang merupakan opini tertinggi pemeriksaan keuangan, BPK masih menemukan banyak penggunaan angaran yang tidak sesuai. Temuan-temuan itu disertakan dalam rekomendasi hasil pemeriksaan, yang mesti ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari setelah LHP diterima. Temuan tersebut cukup mencengangkan, sebab angkanya mencapai miliaran rupiah. Seperti di Kabupaten Bone Bolango, daerah yang dipimpin Hamim Pou itu, BPK menemukan pengelolaan retribusi pemakaian kekayaan daerah pada Dinas Ketahanan pangan dan pertanian, DLH, Dinas PUPR, tidak sesuai ketentuan, diantaranya tidak disertai dengan perjanjian, penggunaan langsung, dan penggunaan tarif yang tidak seharusnya. Selain itu, BPK juga menemukan adanya realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp 1,01 Miliar tidak sesuai dengan Permendagri nomor 77 tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. “Tentang adanya pemberian fee kepada perusahaan yang dipinjam namanya sebesar Rp 42,88 juta, pertanggungjawaban yang tidak sesuai kondisi senyatanya Rp 790,6 juta, dan pertanggungjawaban belanja pemeliharan dan sewa kenderaan yang digunakan untuk instansi lainya sebesar Rp 172,8 juta, yang terjadi pada 10 SKPD, dan 11 Puskesmas,” ujar kepala BPK Gorontalo,Ahmad LuthfiRahmatullah pada sambutanya saat acara penyerahan opini BPK, (17/5).
Selanjutnya, di Bone Bolango, BPK juga menemukan adanya kekurangan volume pada enam paket pekerjaan belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, sebesar Rp 534,78 juta dan belum dikenakan denda keterlambatan pada dua paket pekerjaan sebesar Rp 23,89 juta pada Dinas PUPR Bone Bolango. “Opini WTP bukanlah penghargaan, tapi kewajiban pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang sesuai (aturan),” terang Ahmad Luthfi.
Selanjutnya, Kabupaten Boalemo yang juga meraih WTP juga diberi catatan, yakni adanya kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas sebesar Rp 237,12 juta dan honorarium kegiatan Rp 24,5 juta, serta realisasi belanja yang membenani keuangan daerah sebesar Rp 1,39 miliar. Tidak hanya itu, BPK juga menemukan adanya kekurangan volume pada 25 paket pekerjaan di tiga SKPD sebesar Rp 711,67 juta, dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum dilaksanakan dende Rp 1,36 miliar.
“Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana bantuan operasional sekolah, belum tertib,” tegas Ahmad Luthfi. Sementara itu, untuk LHP Kabupaten Pohuwato, disebutkan Pemda Kabupaten Pohuwato menyajikan realisasi atas kesalahan penganggaran belanja daerah tahun 2022 sebesar Rp 4 Miliar pada sembilan SKPD. Terdapat juga belanja pegawai berupa tunjangan keluarga, dan tunjangan pangan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 131, 8 juta pada tahun 2013 sampai 2021, dan tahun 2022 sebesar Rp 103,7 juta.
“Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana bos tidak sesuai ketentuan, yaitu ketekoran kas pada 10 sekolah sebesar Rp 118,41 juta, dan pertanggungjawaban dana bos yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya sebesar Rp 94,4 juta,” jelas Ahmad Luthfi. Sedangkan untuk Kabupaten Gorontalo Utara, BPK menemukan permasalahan cukup serius. Di daerah yang dipimpin Bupati Thariq Modanggu itu, ditemukan permasalahan atas pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Gorut, diantaranya sisa pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) digunakan tidak sesuai tujuan sumber pendanaan sebesar Rp 5,05 miliar.
Sebelumnya di Kota Gorontalo, BPK juga menemukan adanya penyusunan APBD 2022 belum memadai dengan permasalahan penetapan APBD tidak memperhitungkan potensi pendapatan yang riil sehingga terjadi penambahan utang belanja senilai Rp 49 miliar, serta realisasi belanja barang jasa BOS melebihi anggaran APBD perubahan Rp 506,5 juta. “Kekurangan volume belanja modal yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pekerjaan senilai Rp 1 miliar, dan potensi kelebihan pembayaran senilai Rp 11,72 miliar yang terjadi pada Dinas PUPR, RSUD Aloei Saboe, dan RSUD Otanaha,” jelas Ahmad Luthfi.
Dijelaskanya, rekomendasi hasil pemeriksaan itu harus segera ditindaklanjuti, sesui ketentuan paling lama 60 hari. Menurutnya, hasil tindaklanjut temuan pada LPH tahun sebelumnya terbilang rendah. “Kami mohon komitmen kepala daerah, untuk menginstruksikan jajaran terkait menindaklanjuti rekomendasi yang ada,” tandasnya. Sementara itu, Wali Kota Gorontalo, Marten A Taha, yang mewakili para kepala daerah, mengaku akan segera menindaklanjuti temuan-temuan yang ada. Marten tidak menapik adanya temuan yang belum ditindaklanjuti, hal itu karena berada pada tahun-tahun lampau. “Itu rata-rata dibawah tahun 2013, 2013 kesini alhamdulillah sudah,” ujar Marten. Marten sendiri menjabat Wali Kota Gorontalo sejak 2013. (tro)











Discussion about this post