GORONTALO – GP – Marion Renaldo Rotinsulu, M.T., GCIH, NSE Architect, selaku Expert Cyber Security dari Fortinet menyampaikan salah satu hal penting pada acara workshop pembekalan pengelola TIK terkait infrastruktur dan aplikasi yang diselenggarakan oleh Dinas Kominfotik Provinsi Gorontalo.
Dirinya mengungkapkan, salah satu hal yang menjadi dorongan terbesar organisasi-organisasi dalam melaksanakan transformasi digital besar-besaran adalah pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020.
“Sebesar 97 persen organisasi di seluruh dunia melakukan transformasi besar-besaran, salah satunya dari cara mereka bekerja seperti menggunakan zoom, microsoft teams, ataupun VPN,” kata Marion Renaldo Rotinsulu di Gedung Asrama NKRI, Kabupaten Bone Bolango, Senin (10/4/23).
Dirinya menjelaskan, masifnya penggunaan teknologi ini membuat dampak atau tren baru dalam melakukan pekerjaan, mulai dari work from office, work from home, hybrid working space, sampai dengan work from anywhere.
“Tren yang baru ini menyebabkan kendali terhadap keamanan jaringan dan informasi menjadi berubah, dari yang semula terpusat menjadi harus mengatur secara terdistribusi,” paparnya.
Menurut Marion, perubahan peta ancaman keamanan menjadi terdistribusi menuntut pihak pengelola TIK fokus dengan cara menanggulangi isu ini dengan lebih cepat.
“Bicara masalah metode yang paling efisien, kita harus melihat dari aspek statistik serangan yang paling sering terjadi di Indonesia, untungnya Fortinet memiliki data tersebut dan terdokumentasi dengan baik,” katanya menerangkan.
Berdasarkan data yang ditampilkan, sektor yang paling sering mengalami serangan di Indonesia adalah Industri Kesehatan, Pemerintahan, Retail, Media dan Communication serta yang terakhir adalah Telco/Service Provider.
Dimana, sebesar 20 persen dari total serangan yang terjadi di Indonesia, ada pada sektor pemerintahan, sebagai target kedua terbesar di Indonesia sudah selayaknya pengelola TIK pada sektor pemerintahan perlu mengantisipasi dan menyiapkan langkah-langkah preventif.
“Beberapa langkah preventif seperti penggunaan teknologi Next-Generation Firewall, proteksi terhadap advanced persistent threat dan pemanfaatan teknologi seperti Web Application and API Protection,” lanjutnya.
Marion juga menyampaikan prediksinya terhadap tren ancaman siber 2023. Menurutnya, mendekati tahun politik seperti ini, di Indonesia. Kejahatan-kejahatan siber seperti layanan crime-as-a-service yang banyak di jual pada darkweb akan makin menjadi incaran.
Ransomware masih menjadi momok bagi sebagian besar pengguna notebook atau laptop bahkan smart phone. Terakhir antisipasi dari cepatnya pemanfaatan teknologi Web3 menjadi sebuah tantangan baru untuk menjaga kerahasiaan data.
Prediksi yang disampaikan oleh Marion ini tidak jauh berbeda dengan tren ancaman siber yang dirilis oleh idSIRTII/BSSN. Dimana, Ransomware masih menjadi isu nomor 1 di Indonesia pada tahun 2023.
“Langkah preventif yang perlu dilakukan diantaranya adalah tidak sembarang membuka link ataupun pesan dari orang yang tidak dikenal baik itu pada group whatsapp, personal message, facebook messenger, instagram direct message(DM), dan email,” tandasnya. (adv)










Discussion about this post