Gorontalopost.id – Pemerintah provinsi (Pemprov) Gorontalo sepertinya harus meningkatkan kinerja di sejumlah sektor. Yang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dinilai belum memadai. Sejumlah sektor itu seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan kinerja keuangan hingga optimalisasi di sektor kesehatan utamanya peningkatan pelayanan rumah sakit provinsi Hasri Ainun Habibie.
Ini mencuat dalam konsultasi panitia khusus (Pansus) Deprov Gorontalo yang mengkaji laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur 2022, di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, kemarin (16/3). Rombongan Pansus diterima Deputi evaluasi penilaian pembangunan daerah.
Ketua Pansus, Sun Biki, menguraikan, langkah Pansus yang sedang mengkaji LKPJ Gubernur 2022 yang merupakan masa transisi dari gubernur definitif ke penjagub rupanya berbarengan dengan langkah Bappenas yang kini juga sedang melakukan penilaian pembangunan daerah (PPD) terhadap 34 provinsi di Indonesia.
Berdasarkan paparan Bappenas, capaian provinsi Gorontalo untuk sejumlah indikator pembangunan menunjukkan hasil yang memadai. Misalnya indeks pembangunan manusia (IPM) yang merupakan akumulasi kinerja beberapa sektor seperti pendidikan dan kesehatan.
“Untuk kinerja penurunan angka kematian ibu dan anak itu sudah sangat baik,” ujarnya.
Tapi untuk percepatan kemiskinan, kinerja Provinsi Gorontalo masih tergolong rendah dibandingkan 34 provinsi lain di Indonesia.
“Capaian target pengentasan kemiskinan dinilai belum memadai. Meski mengalami penurunan, tapi hanya sekitar 0,15 persen atau masih kalah dibanding provinsi lain,” ujar Sun Biki mengutip hasil konsultasi di Bappenas.
Begitupun dengan indikator kinerja keuangan. Sun Biki menjelaskan, pada pertemuan itu pihaknya memaparkan bahwa dalam LKPJ Gubernur disebutkan ada potensi SILPA sekitar Rp 240 miliar. Menurut Bappenas angka ini tergolong tinggi. Dan menunjukkan penyerapan anggaran yang tidak memadai.
“Ini kendalanya dimana? apakah SDM yang kurang terampil? faktor kepemimpinan yang kurang maksimal dalam mendorong peningkatan kinerja? atau sistem yang kurang baik? ataukah ada faktor lain,” papar Sun Biki mengutip respon Bappenas.
Menanggapinya, Pansus kata Sun Biki memaparkan bahwa belum maksimalnya kinerja penyerapan anggaran yang berimplikasi pada besarnya SILPA akibat keterlambatan tender proyek. Pada 2022, tender baru dilakukan akhir semester pertama.
“Keterlambatan ini mempengaruhi capaian realisasi fisik dan keuangan,” ungkapnya.
Menurut Sun Biki, Bappenas mengkhawatirkan persoalan ini akan terulang pada 2023. Karena proyek-proyek pada tahun ini juga dipastikan akan mengalami keterlambatan. Karena Pemprov terlambat dalam mengisi jabatan teknis seperti KPA dan PPK.
“Makanya Bappenas menyoroti kenapa restrukturisasi OPD tidak langsung dibarengi dengan penempatan pejabat pengelola kegiatan yaitu KPA dan PPK. Sehingga keterlambatan program dan kegiatan pembangunan bisa diminimalisir,” ungkapnya.
Pengembalian dana PEN
Pada pertemuan itu, Pansus juga menyampaikan pengembalian dana PEN khususnya untuk pengembangan rumah sakit provinsi Hasri Ainun Habibie sebesar Rp 154 miliar. Yaitu Rp 105 miliar untuk pembangunan sarana dan prasarana serta Rp 49 miliar untuk pengadaan Alkes.
Sun Biki mengatakan, Pansus menyampaikan dampak batalnya proyek PEN rumah sakit sesuai paparan dinas kesehatan saat rapat dengan Pansus LKPJ.
Selain menghambat percepatan peningkatan status rumah sakit dari tipe c ke tipe B, dampak lain yang terjadi adalah tidak maksimalnya program Pemprov membiayai studi 40 orang dokter spesialis yang akan ditempatkan di RS Provinsi untuk mendukung peningkatan status rumah sakit tersebut.
“Bappenas sampaikan kalau seperti itu berarti pengembalian dana PEN ini akan mempengaruhi kinerja Pemprov di bidang kesehatan,” pungkasnya. (rmb)












Discussion about this post