Gorontalopost.id – Jajaran pendidikan di Kota Gorontalo, dibuat kaget, dengan kabar duka yang datang dari SMP Negeri 1 Kota Gorontalo. Sang kepala sekolah, Abdurrahman Deu, M.Pd, dikabarkan meninggal dunia, Rabu (8/2), sekira pukul 11.10 wita. Kabar mendadak itu, membuat banyak orang sempat tak percaya, sebab sebelumnya ia nampak sehat dan beraktivitas seperti biasanya di sekolah.
Jebolan doktor Universitas Negeri Jakarta itu, diduga meninggal karena karena jantung yang dideritanya. Almarhum bahkan diketahui meninggal usai menandatangani sejumlah dokumen penting di sekolah.
“Beliau meninggal di ruangan kurikulum. Saat itu, akan mengecek kegiatan guru-guru di ruangan tersebut. Tiba-tiba beliau terjatuh, kami pun langsung memapah beliau. Sebelum ke ruangan kurikulum, beliau sempat menandatangani beberapa berkas,”ucap Usman Rifai, guru Kelas VIII dan IX, yang turut menyaksikan almarhum meninggal.
Usman Rifai mengungkapkan, tak ada tanda-tanda almarhum tengah sakit. Sebab, kata dia, saat tiba disekolah, Abdurrahman beraktifitas seperti biasa.
“Saya dengan beberapa guru sempat ngobrol dengan beliau sambil menandatangani sejumlah dokumen sekolah di meja kerjanya. Bahkan, kami sempat bercanda,” ungkap Usman Rifai.
Usman Rifai menceritakan, semasa hidup almarhum sangat baik dengan orang, terlebih terhadap sejawatnya sesama guru. Bagi dia, almarhum adalah sosok pemimpin yang perhatian dengan kepentingan para guru dan siswa. Bahkan, terkadang almarhum lebih memprioritaskan kebutuhan para guru dari pada kebutuhannya.
“Semasa beliau menjadi kepala sekolah, SMP Negeri 1 Kota Gorontalo selalu menjadi percontohan bagi sekolah lain. Ini dikarenakan banyak inovasi dan program yang dilaksanakan lebih awal dari sekolah lain,” pungkas Usman.
Tak hanya di sekolah tempatnya bertugas, Dr. Abdurrahman Deu, M.Pd juga merupakan sosok pemimpin yang baik di keluarga.
Istri dari Abdurrahman Deu, Irma Bakari menuturkan, almarhum adalah sosok pekerja keras. Meski capek dengan pekerjaan kantor, kata dia, almarhum tetap menyempatkan waktu melakukan kerjaan rumah.
“Beliau suka kerja, mau dirumah atau di sekolah dia sangat aktif, terlebih beliau kepala sekolah penggerak. Biasa pulang sekolah malam sampai jam 11 malam itupun masih sempat-sempatnya mengerjakan kerjaan di rumah, seperti kemarin, bapak masih sempat-sempatnya membuat kandang ayam,” ungkap Irma Bakari.
Irma menambahkan, semasa hidup Abdurrahman Deu kerap menasehati anak-anaknya agar sering membantu orang lain ketika dalam kesulitan tanpa mengharap balasan dalam bentuk apapun.
“Dia juga bagi anak-anak adalah sosok ayah yang penyayang,”
kata Irma sambil membasuh air matanya.
Sebelum menjadi kepala sekolah di SMP Negeri 1 Kota Gorontalo dari tahun 2019 sampai sekarang, almarhum juga pernah menjabat menjadi kepala sekolah SMP Negeri 2 Kota Gorontalo. Saat memimpin SMP Negeri 1 Kota Gorontalo, almarhum pernah menorehkan prestasi yang luar biasa.
“Dia (Almahum) ini pekerja keras, baru-baru mencetak juara 1 inovasi sekolah penggerak,” ungkap istri almarhum saat ditemui di rumah duka di kompleks SDN 58 Kota Timur, Kota Gorontalo, Rabu (8/2).
Irma mengungkapkan, sebelum meninggal, almarhum sempat divonis oleh dokter mengidap penyakit jantung. Sejak itu, lanjut dia, almarhum rutin memeriksakan kesehatannya dan tak pernah putus mengkonsumsi obat yang disarankan dokter.
“Bapak sakit itu dari 2021, sudah dinyatakan sehat tapi tetap kontrol dokter. Dia tidak putus untuk minum obat dokter. Selain itu juga minum herbal,” tutur Irma.
Abdurrahman yang lahir pada 20 Desember 1967 merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Dimata saudara-saudaranya almarhum adalah orang yang sangat baik, penyayang dan ketika ada masalah selalu berusaha mencari solusi dan menyelesaikannya.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, almarhum masih sempat mengantar keponakan untuk operasi di rumah sakit Kandou Manado, dipagi hari juga masih beraktivitas seperti biasa dan pergi ke sekolah mengendarai motor.
Irma sendiri mengetahui suaminya meninggal setelah mendapat kabar dari para guru di SMP Negeri 1 Kota Gorontalo jika almarhum jatuh dari kursi.
“Waktu di sekolah masih bergurau dengan teman-teman guru dan pengawas, sekitar jam 11 lewat saya ditelpon kalau bapak terjatuh di kursi. Sempat berpikir kalau beliau kecelakaan karena ke sekolah hanya naik motor, sama sekali tidak berpikir apapun,” pungkasnya.
(rwf/hargo.co.id)












Discussion about this post