Gorontalopost.id – Bank Indonesia Gorontalo mulai mengembangkan green ekonomi, sebagai penggerak ekonomi masyarakat yang tentunya lebih ramah lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di daerah ini, untuk beralih ke UMKM Hijau. Seperti yang dilakukan Angung Collaction Bali, UMKM Binaan Bank Indonesia.
Agung Collaction hadir dengan kegelisahan produk tenun bali, yang mulai tergerus tenun impor yang juga menyerbu bali, selain kualitasnya bagus, harganya luar biasa murah. Anak Agung Indra Dwipayani, Founder Agung Collection, menyebut, usahanya yang dirintis sejak akhir tahun 80an itu, makin terpukul saat menghadapi krisis moneter pada tahun 1998-1999. Mereka harus berhenti beroperasi, dan merumahkan karyawan. Nanti sekira tahun 2005, ia menemukan formula baru untuk membangkitkan usahanya, dengan cara tetap melakukan produksi fesyen dari bahan alam. Ternyata itu mendapat perhatian Bank Indonesia (BI), yang belakangan memang konsen mendorang pelaku UMKM untuk beralih ke konsep green ekonomi. BI Bali kemudian melakukan pendampingan, memberikan bantuan dan pelatihan, hingga akhirnya Agung Collacetion, kembali bangkit, dan menjadi salah satu UMKM unggulan di daerah yang mengunggulkan industri pariwisata itu. Anak Agung Indra Dwipayani berkesempatan memberikan pengalamanya itu kepada delapan UMKM binaan Bank Indonesia Gorontalo, yang mengikuti capacity building pengembangan UMKM Hijau di Bali, pekan lalu.
Kata Indra Dwipayani, pihaknya sepenuhnya menggunakan bahan alami untuk produksi kain tenun bali, mulai dari benang, pewarnaan, hingga packing. “Dan ternyata itu membuat konsumen tertarik,”katanya. Untuk pewarnaan, kata dia, memang menjadi tantangan tersendiri, lantaran warna yang dihasilkan dari bahan alami, tidak ‘jreng’ seperti pewarna sintetis, sementara pelanggan khususnya konsumen lokal masih lebih senang warna menonjol. Maka yang ia lakukan adalah memanfaatka ecoenzym sebagai cairan penguat warna. Ecoenzym juga mudah dibuat, tanpa bahan kimia, karena hanya menggunakan bahan sampah buah yang tidak dikonsumsi. “Sampah, di Bali banyak sekali sampah buah, buah pisang, jeruk, apel, nenas, semuanya bisa digunakan. Sampahnya itu dijadikan ecoenzym. Sangat bagus hasilnya,”ujar Indra dihadapan pada UMKM dari Gorontalo. Dihari kedua pelaksanaan capaicty building UMKM Gorontalo itu, Indra memperlihatkan bagaimana cara mengolah benang alami, pewarnaan alami, menenun dengan motif yang tak kalah bersaing, hingga pembuatan ecoenzym di rumah produksinya. Penggunaan bahan ramah lingkungan untuk produksi UMKM yang dilakukan Agung Collaction, ternyata mampu membuat bisnis fesyen ini bertahan disaat pandemi Covid-19. “Memang sangat terpukul. Kami punya perajin yang sudah bersama-sama kami sekitar 150 orang. Ada yang bilang tidak kerja sehari, tidak makan. Sementara, permintaan menurun. Apalagi Bali, semuanya tutup,”katanya. Yang ia lakukan adalah memproduksi masker, tentunya dari bahan kaian yang ramah lingkungan tadi. “Kami arahkan produksi masker kain, itu mendapat respon. Kami produksi sesuai pesanan, misalnya ada instansi yang pesan, motifnya kami sesuaikan dengan instansi itu,”ujarnya.Cara itu, membuat Anggung Collaction bisa bertahan hingga kini, bahkan konsistensinya mengembangkan usaha dengan konsep green ekonomi itu, membuatnya kelabakan memenuhi orderan dari berbagai nergara. Sedikitnya, kata Indra Dwipayani, kain produk UMKM hijaunya kini sudah diekspor ke 50 negara di dunia.
Deputi Kepala KPwBI Provinsi Gorontalo, Ridwan Nurjamal, pihaknya sengaja mengajak pelaku UMKM Gorontalo ke Agung Bali Collaction, untuk melihat langsung produksi kain yang ramah lingkungan itu. “Mereka memanfaatkan pewarna alami untuk desain-desain tenun ikat. Intinya, pelaku UMKM kita mendapat informasi, dan tahu dengan pewarna alami, nantinya ini bisa kita bawa ke Gorontalo untuk UMKM fashion dalam hal ini karawo,”ungkap Ridwan Nurjamal.
Delapan pelaku UMKM binaan BI di Gorontalo, yang mengikuti capacity building itu, masing-masing UMKM Salvador Dali penghasil kerajinan limbah hasil laut, UMKM Mutiara Laut penghasil kerajinan limbah laut, UMKM Coleteh Sampah menghasilkan kerajinan limbah/sampah, UMKm Tiara Handycraft menghasilkan kain ecoprint, UMKM H & R Collection berupa kerajinan limbah kulit jagung, UMKM Alata menghasilkan kerajinan eceng gondok, UMKM Usaha Jaya menghasilkan kerajinan eceng gondok, dan UMKM Karawo Khumairah, kerajinan sulaman karawo ikat. Seluruh UMKM tersebut kini mulai menerapkan UMKM Hijau dengan memproduksi produk UMKM dari bahan ramah lingkungan. (tro)











Discussion about this post