Gorontalopost.id – Pinogu masih belum ‘merdeka’. Wilayah kecamatan dengan lima desa yang berada di kawasan taman nasional bogani nani wartabone (TNBNW) ini tetap terisolir. Satu-satunya cara cepat ke Pinogu adalah dengan menggunakan sepeda motor ‘rambo’ yang dimodifikasi khusus.
Waktu tempuh bisa mencapai delapan jam, itu jika cuaca sedang bersahabat. Kalau ingin lebih instan, bisa menggunakan helikopter, tapi fasilitas ini tidak tersedia. Penggunaan helikopter ke Pinogu pernah dilakukan Gubernur Rusli Habibie, pada awal kepempimpinanya menjadi Gubernur.
“Jalan pak, jalan itu yang sangat penting, bagus kalau tidak hujan, kalau hujan, itu jalan tambah rusak,”kata Nurdin Sahi, warga Desa Pinogu Induk, saat berbincang dengan Gorontalo Post, di rumah singgah pinogu, di Tulabolo, Suwawa Timur, baru-baru ini.
Selain akses jalan yang diimpikan warga Pinogu, fasilitas listrik juga sangat diharapkan. Wilayah Pinogu menjadi satu-satunya kecamatan yang tanpa dialiri listrik PLN hingga saat ini.
Sebetulnya, pemerintah sudah membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), tapi sudah beberapa tahun ini rusak, dan tidak bisa lagi digunakan. “Gelap pak, tidak ada listrik. Kalu yang ada uang bisa beli genset. Itu hanya beberapa rumah yang ada,”tambah Nurdin.
Camat Pinogu, Iwan Hadju, kepada Gorontalo Post, Selasa (25/10) mengatakan, warganya sangat mengharapkan ada perhatian pemerintah daerah, termasuk Gubernur Gorontalo.
“Kami sangat mengharapkan dapat dikunjungi pak penjabat Gubernur, sekalian bisa melihat infrastruktur di Pinogu di daerah perbatasan dan di kelilingi taman nasional,”ujar Iwan Hadju.
Pinogu, kata Iwan, menjadi satu-satunya kecamatan di Provinsi Gorontalo yang jarang dikunjungi pejabat daerah, lantaran itu, mereka ‘rindu’ dan berharap bisa dikunjungi. “Sehingga bisa melihat langsung kondisi yang ada,”katanya.
Kebutuhan listrik menjadi hal yang paling mendasar selain akses jalan yang harusnya sudah dibangun. Segala keterbatasan itu, kata dia, membuat harga-harga bahan kebutuhan pokok di Pinogu kadang tidak masuk akal.
Misalnya, gas elpiji 3 Kg, harganya mencapai Rp 75 ribu per tabung, padahal HET yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 18 ribu atau Rp 20 ribu. “Alhamdulillah masyarakat sudah menggunakan gas elpiji, tapi harganya mahal. Biaya transportasi yang bikin mahal itu,”ujarnya.
Menurut Camat Iwan, Pinogu sangat kaya sumber daya alam. Wilayahnya kata dia, merupakan penghasil kopi organik robusta dan liberika terbaik, serta pengasil pangan organik lainya.
“Sertifikasi tanaman (organik) sementara diurus pemerintah kabupaten Bone Bolango dan Universitas Brawijaya. Juga ada program doktor mengabdi kerja sama dengan Brawijaya, ini sudah masuk tahun ketiga,”paparnya.
Tahun ini, lanjut Camat, pihaknya sedang menggagas abon sapi organik yang menjadi pertama di Indonesia. Program ini merupakan matching fund, melalui Kementerian Pendidikan Nasional dan Universitas Brawijaya. (tro)












Discussion about this post