Gorontalopost.id – Pembatalan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi nasional (PEN), tak menghentikan rencana Pemprov Gorontalo untuk mengembangkan rumah sakit Provinsi Hasri Ainun Habibie menjadi rumah sakit minimal tipe B atau rumah sakit rujukan regional. Kabar terbaru, Pemprov Gorontalo mulai menseriusi opsi baru. Yaitu opsi Kerja Sama Operasi (KSO).
Lewat KSO, pengembangan rumah sakit provinsi baik pembangunan fisik dan pengadaan Alkes akan dibiayai oleh swasta. Dalam kerjasama ini, Pemprov akan menyiapkan lahan dan SDM atau tenaga kesehatan.
Ini terungkap dalam rapat konsultasi Pimpinan Dewan, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan AKD bersama Penjagub Hamka Hendra Noer, di ruang Ketua Deprov, kemarin (10/10).
Ketua Fraksi PDIP, La Ode Haimudin yang diwawancarai usai pertemuan menjelaskan, dibandingkan dua opsi pengembangan rumah sakit provinsi sebelumnya yaitu kerjasama pemerintah daerah dengan badan usaha (KPDBU) maupun pinjaman dana PEN, opsi KSO sebetulnya lebih menguntungkan daerah. Sebab opsi KSO tidak akan membebani keuangan daerah.
“Kalau KPDBU dan PEN itu sifatnya pinjaman. Daerah harus membayar pinjaman setiap tahun. Sementara kemampuan fiskal itu terbatas,” ujarnya.
La Ode menguraikan, lewat KSO, langkah pengembangan rumah sakit baik pembangunan fisik gedung serta penyediaan alkes, sepenuhnya akan dibiayai oleh swasta. Sementara pemerintah provinsi hanya akan menyiapkan lahan dan tenaga SDM atau tenaga kesehatan.
“Kerjasama ini nanti akan sharing profit. Biasanya sistem KSO pembagiannya 60 persen untuk swasta dan 40 persen untuk Pemda,” tambahnya.
Keuntungan lain yang diperoleh Pemprov melalui KSO yaitu pihak swasta akan bertanggungjawab untuk melakukan pemeliharaan serta kalibrasi terhadap Alkes. Menurut La Ode, dalam operasional rumah sakit kegiatan ini biasanya menelan anggaran yang sangat besar. Karena Alkes terus mengalami pembaruan teknologi setiap saat sementara harga alkes tidak murah.
“Sehingga Pemprov nanti akan terbebas dari beban ini,” tambahnya. La Ode mengakui, opsi KSO ini sudah berjalan di sejumlah rumah sakit. Misalnya rumah sakit di Bekasi. Rumah sakit itu memiliki fasilitas gedung yang sangat representatif dan Alkes yang canggih. “Jadi ini bukan hal baru lagi,” tambahnya.
Opsi KSO ini menurut La Ode akan bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Karena penandatanganan kerjasama dengan pihak swasta yaitu PT Graha Kreasi Medika akan dilakukan akhir tahun ini.
Sementara itu, Penjagub Hamka Hendra Noer usai pertemuan menjelaskan, pembatalan dana PEN untuk empat proyek termasuk proyek pengembangan rumah sakit baik pembangunan fisik maupun pengadaan alkes, telah melalui kajian matang baik dari sisi aspek teknis administratif maupun teknis hukum.Sebelum mengambil keputusan ini, Pemprov menurutnya, sudah melakukan konsultasi dengan tim supervisi KPK.
“Waktu yang tersisa sangat tidak mepet dan sangat beresiko hukum. Untuk proyek fisik itu minimal 6 bulan. Sekarang waktunya sudah dibawah itu,” ujarnya.
Selain itu, tim supervisi KPK telah memberikan penekanan bahwa pembatalan dana PEN harus memenuhi tiga alasan. Pertama, tidak ada kerugian negara, tidak ada unsur korupsi dan ada opsi lain untuk pengembangan rumah sakit.
“Nah tiga-tiganya sudah terpenuhi. Untuk opsi lain kita sedang seriusi KSO,” jelasnya. Hamka menekankan, keputusan pembatalan dana PEN ini sama sekali tidak bermaksud untuk menghalang-halangi program yang sudah dirintis oleh Gubernur-Wakil Gubernur sebelumnya. Tapi sepenuhnya untuk menghindari resiko yang bisa muncul dibelakang hari.
“Kita tidak mau meninggalkan warisan hutang untuk kepala daerah di masa mendatang. Dan perlu diketahui yang akan menandatangani pernyataan terkait resiko yang akan muncul adalah Kepala daerah,” tandasnya.
Sikap Fraksi Belum Seragam
Kendati fraksi PDIP sejalan dengan opsi KSO, Fraksi Golkar rupanya belum sepenuhnya setuju dengan pembatalan dana PEN. Ketua Fraksi Golkar Fikram Salilama, saat rapat konsultasi dengan Penjagub menegaskan, pembatalan dana PEN oleh Penjagub tetap disesalkan. Karena Pemprov telah mengeluarkan energi yang tidak sedikit untuk bisa mendapatkan persetujuan pinjaman dana PEN.
“Tapi begitu sudah ada, malah dibatalkan,” ungkapnya. Fikram mengatakan, soal alasan mepetnya waktu pekerjaan, pihaknya bisa memakluminya. Tapi harusnya yang dibatalkan hanya anggaran untuk pengadaan fisik bangunan rumah sakit. Tapi untuk pengadaan Alkes sebesar Rp 45 miliar tetap dijalankan.
“Karena ini kan hanya pengadaan. Besok kita beli lusanya sudah ada. Kalau Alkes maka yang lama hanya pengiriman barang. Mungkin ini hanya makan waktu satu bulan,” jelasnya.
Fikram mengatakan, pengadaan Alkes melalui pinjaman dana PEN harusnya diwujudkan. Karena rumah sakit provinsi sangat membutuhkan tambahan pengadaan Alkes. “Ini uangnya sudah ada. Kenapa harus dikembalikan,” tandasnya.
Fikram mengatakan, pembatalan dana PEN ini bertolak belakang dengan argumentasi Penjagub yang tidak ingin menghalang-halangi program kepala daerah sebelumnya. Karena pembatalan PEN jelas-jelas menghentikan program yang sudah dirintis dengan susah payah oleh Gubernur Rusli Habibie.
“Katanya tidak ingin dikesankan menghalang-halangi program sebelumnya. Kalau memang seperti itu, kenapa dana PEN harus dikembalikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I dari Fraksi PPP AW Thalib mengatakan, ospi KSO tidak bisa semata-mata diwujudkan. Opsi ini harus mendapatkan persetujuan dari DPRD. Karena regulasi yang ada mengamanatkan, sistem kerjasama pemerintah daerah dengan swasta harus mendapatkan persetujuan dari DPRD.
“Disinilah persoalannya. Deprov sebelumnya menyetujui opsi KPDBU. Dan keputusan itu sampai sekarang belum dicabut,” tandasnya.
Sehingga menurut AW Thalib, kalau mau mempercepat pengembangan rumah sakit provinsi dengan skema kerjasama bersama swasta, maka opsi yang harus ditempuh adalah KPDBU. “Jadi tahapannya (KPDBU.red) terhenti dimana, itu tinggal dilanjutkan,” ungkap AW Thalib. (rmb)












Discussion about this post