Gorontalopost.id – Sejak dilantik sebagai Pj Gubernur Gorontalo, pada 12 Mei 2022 yang lalu, Hamka Hendra Noer, belum melakukan rotasi pegawai. Padahal itu penting untuk menunjang kelancaran program yang dijalankanya. Mutasi pegawai termasuk yang dibatasi dalam kewenangan Hamka sebagai Pj Gubernur. Mutasi hanya boleh dilakukan setelah mendapat izin Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Kini Hamka lebih leluasa dalam urusan mutasi, sebab Mendagri Tito Karnavian, menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 821/5292/SJ. Surat edaran (SE) itu adalah izin, bagi penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), atau pejabat sementara (Pjs) kepala daerah untuk melakukan mutasi.
Bahkan, SE yang ditandatangani pada 14 September 2022 itu, tak hanya memberi kewenangan bagi Pj kepala daerah untuk melakukan mutasi, tapi juga pemberian sanksi, hingga pemecetan pegawai. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benny Irwan membenarkan surat edaran tersebut. “Ya, benar,” kata Benny, kepada wartawan, Jumat (16/9).
Izin itu tertuang dalam poin nomor 4 surat edaran. Dalam poin itu, dijelaskan bahwa Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada plt, pj, dan pjs gubernur atau bupati atau wali kota untuk memberhentikan, memberikan sanksi, hingga memutasi pegawai.
Berikut ini bunyi poin 4 SE tersebut:
4. Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk melakukan:
a. Pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/aparatur sipil negara di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
b. Persetujuan mutasi antardaerah dan atau antar-instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu, Pj Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer, dan Pj Bupati Boalemo Hendriwan, tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis untuk melakukan tindakan-tindakan kepegawaian tersebut.
Kendati begitu, Mendagri tetap meminta paling lambat tujuh hari kerja menyampaikan laporan. Menurut Benny, SE ini diterbitkan dalam rangka efisiensi serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Kalau minta izin lagi, itu kan akan memakan waktu yang lama,” jelasnya.
Beda halnya dengan mutasi pejabat tinggi pratama dan madya (eselon) di lingkungan pemerintah daerah. Mutasi para kepala organisasi pemerintah daerah (OPD) itu, tetap harus melalui izin tertulis Mendagri. “Kalau yang berkaitan dengan pejabat di internal mereka, apakah itu pejabat tinggi pratama, pejabat administrator, itu mereka tetap harus minta izin tertulis. Pj-pj harus minta izin tertulis kepada menteri. Kalau nggak dapat izin tertulis, nggak bisa,” ujarnya.
Menurut Benni, pada intinya SE tersebut, hanya menyampaikan dua hal. Pertama, memberikan izin kepada penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah dalam menjatuhkan sanksi, hukuman disiplin, maupun memberhentikan ASN yang tersangkut korupsi. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 94 Tahun 2021 bahwa pejabat harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi ASN yang tersangkut korupsi.
Benni mencontohkan, seorang ASN ditahan aparat penegak hukum, dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi, maka pelaksana tugas maupun penjabat mesti melakukan pemberhentian sementara. Sebelum ada SE, hal itu tidak bisa langsung dilakukan, tanpa persetujuan Mendagri.
“Harus ijin Mendagri terlebih dahulu, sedangkan amanat PP 94 Tahun 2021 harus segera diberhentikan sementara,” katanya. Selain itu, Benni menyebut surat edaran ini memberikan izin bagi penjabat maupun pelaksana tugas dalam menerima dan melepas ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar daerah alias mutasi.
Sebagai contoh, kata dia, seorang penjabat Bupati akan melepas ASN pindah ke kabupaten lain, namun kedua Bupati tadi untuk menandatangani surat melepas dan menerima harus mendapatkan ijin Mendagri terlebih dahulu. “Padahal proses selanjutnya mutasi antar daerah tersebut akan tetap diproses juga oleh Ditjen Otda Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN),” ujanya.
Menurut Benni, pemberian ijin bagi penjabat untuk memutasi ini dapat mempercepat proses pelayanan mutasi. Sebab, penandatanganan izin melepas dan ijin menerima diserahkan kepada penjabat. “Sedangkan untuk mutasi pejabat internal daerah lainnya, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator di daerah, penjabat Kepala Daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis Mendagri,” kata Benni. (tro/Net)











Discussion about this post