Gorontalopost.id – Kontrak pulau saronde oleh investor asal Jerman senilai Rp 3 Miliar untuk 30 tahun yang belakangan heboh di masyarakat, dibantah Pemda Gorontalo Utara (Gorut). Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Pemda Gorut, Marzuki Tome, menegaskan, tak ada angka uang Rp 3 Miliar dalam perjanjian kerjasama dengan investor asing tersebut. Yang ada kata Marzuki, kerjasama pengelolaan pulau dilakukan dengan sistem bagi hasil. “Jadi tidak betul itu kontrak Rp 3 Miliar untuk 30 tahun,”ujar Marzuki saat ditemui Gorontalo Post, Senin (13/6).
Menurut dia, angka Rp 3 Miliar yang beredar itu, bisa saja jumlah nilai investasi yang sudah digelontorkan investor untuk menata pulau saronde. “Menurut saya, mungkin itu dana yang sudah dikeluarkan selama dalam pembagunan itu. Yang jelas kalau Rp 3 Miliar, buat apa 30 tahun kita kontrakan ke mereka.
Mungkin itu anggaran yang telah dikeluarkan selama pembangunan, yang kemarin saya sempat dengar,”tegas Marzuki.
Sampai saat ini kata Marzuki, pihak Mrs Anke Andree sebagai investor masih terus pembangunan, namun juga untuk pengoperasian pulau tetap jalan.
“Untuk permohonan izin sementara berproses, yang jelas untuk pembagunan itu dari mereka bisa sampai Rp 14 – 15 miliar, untuk kelengkapan bar, restoran dan lain sebagainya. Jadi jangan sampai hanya Rp 3 miliar sampai 30 tahun, senang sekali mereka, dan yang jelas tidak mungkin,”ujar Kabag Tapem.
Marzuki kemudian membuka telepon genggamnya dan menunjukan file kerjasama yang telah ditandatangani. Namun karena tulisannya kecil, Marzuki berinisiatif membacanya.
Pada intinya dalam perjanjian kerjasama selama 30 tahun tersebut, tidak ada nominal angka yang disebutkan. Yang ada hanya sistem pembagian hasil. “Untuk pelaksanaan pembagian bagi hasil itu ada 80-20, penerimaan pendapatan dan bagi hasil keuntungan, jadi pengelolaan obyek wisata meliputi pajak daerah berupa retribusi daerah dan bagi hasil keuntungan,”jelasnya.
Untuk poin lainnya yang tertuang dalam kerjasama tersebut, yakni penerimaan pendapatan sebagai yang telah disebutkan berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Misalnya penerimaan pihak ke-dua dibagi hasil keuntungan setiap tahun, berkenaan dengan persentase pembagian pihak ke-1 sebesar 20 persen dan pihak ke-2 sebesar 80 persen yang dihitung berdasarkan penerimaan pendapatan netto.
“Kemudian di setiap 3 tahun berjalan itu bisa naik, nanti pihak ke-1 diberikan pajak progresif setiap 3 tahun. Jadi tidak melulu itu hanya 20 persen 3 tahun berikut, sudah 23 begitu seterusnya. Setelah 30 tahun, semua fasilitas disitu sudah jadi milik pemerintah daerah,” kata Marzuki.
Untuk point lainnya dalam kerjasama tersebut terkait dengan waktu kerjasama yang dapat diperpanjang kembali sesuai dengan kesepakatan, apabila kerja sama sudah berakhir maka pihak ke-2 harus meyelesaikan kewajiban termasuk memberikan dan mengembalikan aset yang ada disitu.
Jika terjadi perselisihan maka harus diselesaikan secara kekeluargaan dan mufakat. Yang jelas investor juga punya kewajiban-kewajiban. “Kalau kita bikin kegiatan disitu bisa, siapa bilang tidak bisa. Karena dari situ kita meraup PAD,”ujarnya. (abk)












Discussion about this post