Gorontalopost.id – Hari ini (23/2), tokoh-tokoh Gorontalo, lagi berkumpul, melakukan seminar untuk mengusulkan H.B. Jassin, menjadi Pahlawan Nasional. Siapa yang tak mengenal beliau, nama besar yang dikenal oleh kita, jika berbicara tentang sastra Indonesia.
Hans Bague Jassin, pada dasarnya telah menjadi pahlawan, bahkan melegenda, sebagai paus atau nabinya sastra Indonesia. Ia adalah sosok yang tekun dan memiliki kemampuan mendokumentasi sastra terbaik sedunia. Namun Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, di TIM, Cikini, Jakarta, nyaris terbengkalai, setelah masa Gubernur Ali Saidikin.
Bahkan berapa tahun lalu, pemerintah Malaysia menawarkan untuk men- take over Pusat Dokumentasi tersebut. Malaysia menawarkan duit yang tak sedikit, jika Indonesia tak mampu lagi memelihara pusat dokumentasi sastra terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Karena saking berdebu dan tak terurus. Namun, dalam periode Gubernur DKI Anis Baswedan, Pusat Dokumentasi H.B. Jassin ini, sempat di renovasi atas inisiatif Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno.
Mungkin momentum ini, saatnya bagi Pemda Provinsi Gorontalo, untuk membangun replikasi pusat dokumentasi sastra tsb di Gorontalo, dengan menggandakan arsip2 perjalanan sejarah susastra bangsa ini. Agar legacy H.B. Jassin, sebagai sang bagawan dunia sastra bangsa, tidak hilang ditelan sang waktu.
Dengan kemampuan sastranya, H.B. Jassin bahkan menulis Tafsir Al-Qur’an versi sastra, yang sempat menghebohkan MUI tersebut. Tafsir Bacaan Mulia, karya H.B.Jassin adalah sebuah karya luar biasa, karena Al- Qur’an, dalam perspektif seni sastra, jarang dilakukan orang.
Satu saat, di toko buku Wali Songo, kawasan Kwitang, Jakarta, saya berpapasan dengan beliau. Memberi salam hormat kepada beliau dan berjabat tangan. Hanya sekali itulah saya berpapasan dengan H.B. Jassin secara fisik, walau karyanya, dua jilid buku puisi dan prosa tentang Angkatan ’66, terbitan Balai Pustaka, telah lama saya beli di Toko Buku Presiden, Manado.
Sebuah dokumentasi yang luar biasa menginspirasi dan memotivasi kita-kita pada dunia aktivis. Ternyata perubahan politik bangsa, ada kontribusi dunia sastra yang demikian dahsyat. Jadi mengingatkan kalimat John Fitzgerald Kennedy, Presiden AS (1961-1963), bahwa : jika politik itu kotor, maka biarkanlah puisi yang membersihkannya. Jika politik itu bengkok, biarkanlah sastra yang meluruskannya.
Beruntunglah kita bangsa Indonesia, memiliki sosok sebesar H.B.Jassin, yang kapasitasnya, jauh melampaui zamannya. Ia bukan lagi sekedar pahlawan nasional.
Bisa juga diusul menerima nobel sastra kelas dunia. Apakah di tempat kelahirannya, ada penanda bahwa sang begawan dunia susastra ini, yang memiliki kemampuan dalam mewarnai sejarah bangsa ini, dapat kita temui(?) Karena pahlawan, bukanlah sekedar sebuah status yang disandang, namun ada makna nilai didalamnya. Nilai itulah yang diharapkan terus hidup, bahkan bila perlu, menginstitusionalisasi (melembaga), menjadi tradisi, dalam benak publik bagi generasi pelanjut.
Disitulah pentingnya memori kolektif direkonstruksi, dalam mengabadikan nilai seorang pahlawan. Bahwa sepak terjangnya, bukanlah untuk kemegahan dirinya. Ia hadir, untuk menembus sang waktu, bahkan jarak dan tempat. Semoga saja karya-karya monumental H.B.Jassin, dapat dihimpun, diabadikan dalam sebuah penanda, agar memori kolektif kita, turut terjaga. Tidak menjadi bangsa yang ahistoris, karena bermemori pendek.
(*)













Discussion about this post