GORONTALO – GP – Kondisi infrastruktur yang terbatas di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) tak harus mengorbankan kualitas pendidikan di wilayah itu. Akses internet yang memadai menjadi solusi pendidikan daerah 3T, agar setara dengan kualitas pendidikan di daerah-daerah non 3T atau bahkan di kota-kota besar di Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2020 mengungkap masih ada 12 ribu sekolah yang tak memiliki akses internet di daerah 3T, dan 48 ribu sekolah dengan jangkauan internet yang buruk. Untuk mendorong pemeraan dunia pendidikan, maka daerah 3T dijadikan area prioritas digitalisasi skeolah.
Pengembangan kualitas pendidikan ini termasuk dalam empat sektor prioritas yang didukung dalam kaitan literasi digital, yang dilakukan BADAN Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), selain usaha mikro kecil menengah (UMKM), pariwisata, dan kesehatan.
Ketersediaan jaringan internet di daerah 3T kini memang terus digenjot, pemerintah terus melakukan perencanaan baru untuk percepatan transformasi digital berupa pembangunan dan perluasan infrastruktur telekomunikasi. Total ada 83.218 desa dan kelurahan yang ada di Indonesia, sebanyak 12.548-nya masih belum terjangkau jaringan sinyal 4G. Keseluruhanya dipastikan tuntas terjangkau internet 4G pada tahun 2022 mendatang. Dampak positif dapat diaksesnya jaringan internet 4G di daerah yang selama ini terpinggirkan dan kurang menarik minat operator seluler itu mulai dirasakan masyarakat.
Direktur Layanan Masyarakat dan Pemerintah BAKTI, Danny J. Ismawan, dalam pernyataanya secara virtual, Jumat (2/7) menyatakan, bahwa tugas utama BAKTI adalah membangun dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi di wilayah non komersil dan mendorong hadirnya ekosistem digital. Ada 6 program yang harus dilaksanakan oleh BAKTI, yakni pembangunan BTS, penyediaan satelit multifungsi, membangun ekosistem digital, penyiaran, palapa ring, dan penyediaan akses internet.
Menurut Danny, kondisi pandemi saat ini secara tidak langsung memberi hikmah tersendiri di sektor telekomunikasi, dalam kaitan dengan sektor pendidikan, pembelajaran dilakukan secara daring. Secara khusus BAKTI menggandeng perusahaan teknologi Ruangguru untuk melakukan program Indonesia Teaching Fellowship (ITF) atau pengembangan kompetensi guru. Kerjasama ini telah memasuki tahun kedua. Tahun pertama periode 2019—2020 diikuti 206 guru dari wilayah Kabupaten Sorong, Papua Barat dan Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, sedangkan tahun kedua ini peserta 80 guru dan 80 siswa kelas 3 SMA dari Kabupaten Asmat, Papua dan Kabupaten Ende, NTT.
Pengembangan ekosistem setktor pendidikan juga memberikan pelatihan Bahasa Inggris melalui platform digital untuk siswa dan mahasiswa. Program ini menjadi efektif karena bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, sejak tahun 2018 jumlah peserta yang mengikuti program ini terus meningkat, yakni pada 2018 sebanyak 2600 siswa/siswi, tahun 2019 diikuti 11.457 siswa/dan siswa. Pada tahun 2020 program ini tak hanya melibatkan siswa, namun dosen, guru, dan mahasiswa dengan capaian peningkatan kemampuan Bahasa Inggris. Selain itu, juga dilakukan pelatihan digital kreatif untuk siswa, yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas siswa dalam bidang TIK. Program ini dimulai sejak tahun 2019, 2020, dan 2021.
Head of Public Policy Ruangguru, Amri Ilmma, menyampaikan bahwa pemilihan daerah peserta program Indonesia Teaching Fellowship (ITF) berdasarkan nilai uji kompetensi guru di daerah tersebut tergolong rendah dibanding daerah lain, jauh di bawah rata-rata yang ditetapkan oleh pemerintah. Harapannya guru-guru di daerah terpencil ini tidak kalah kualitasnya dengan guru yang ada di kota besar. “Program pelatihan yang dilaksanakan selama 1 tahun ini meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi mata pelajaran, kepribadian dan kepercayaan diri, sosial pengajaran, dan penggunaan teknologi untuk pengajaran,” jelas Amri.
Hasil kolaborasi BAKTI—Ruangguru tentu tidak percuma, hal ini nyata dirasakan oleh Juinar Usman, Kepala Sekolah SMA 1 Tabukan Utara, Sangihe. Juinar menyampaikan bahwa 9 guru yang menjadi alumni program ITF periode pertama memberi semangat baru bagi guru-guru lain di lingkungan sekolahnya. “Guru yang ikut program memotivasi guru-guru lain dengan membagi pengetahuan tentang konten pembelajaran yang menarik, efektif, dan efisien. Sistem belajar menjadi makin inovatif. Kami juga berhasil menyelenggarakan ujian sekolah berbasis Android dengan menggunakan Google Form,” ungkapnya bangga.
Pendidikan hanyalah salah satu sektor kehidupan yang terbantu atas hadirnya pemerataan jaringan internet di Indonesia. Banyak sektor yang dapat ditingkatkan agar berdampak positif bagi masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di daerah 3T. Oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dari banyak pihak untuk menyukseskan program percepatan transformasi digital ini. (tro)













Discussion about this post