GORONTALO – GP – Sengeketa tapal batas Gorontalo – Sulawesi Tengah (Sulteng) di bagian utara, sungguh berkepenjangan. Konflik ini membuat masyarakat kawasan perbatasan di dua wilayah itu saling klaim, bahkan sempat memanas lantaran aksi warga memblokir jalan tepat di perbatasan daerah. Apalagi beredar kabar, jika sebagian desa di Gorontalo Utara yang ada di dekat perbatasan, akan masuk wilayah Sulteng. Warga setempat tegas menolak, dan menggelar aksi blokir jalan, seperti yang mereka lakukan pada rabu 16 oktober 2019 lalu.
Kini bisa dipastikan tak lagi ada konflik dan saling klaim wilayah, persoalan tapal batas yang berpolemik selama 29 tahun itu, tuntas, Rabu (16/6) kemarin. Kabar baik ini, setelah tim Pemprov Gorontalo yang dipimpin Gubernur Rusli Habibie dan tim Pemprov Sulteng duduk bersama di Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kemarin.

Hasilnya, tak sampai tiga jam, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie berhasil menyudahi sengketa batas wilayah itu.
Batas wilayah yang disengketakan kedua daerah terbagi menjadi dua segmen. Segmen satu antara Desa Tolinggula Ulu, Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara, dengan Desa Umu, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol. Segmen dua ada di Desa Cempaka Putih dan Desa Papualangi di Kecamatan Tolinggula yang berbatasan dengan hutan di Kabupaten Buol. “Alhamdulillah hanya dalam waktu tiga jam permasalah batas ini selesai. Jadi ada beberapa desa di Gorontalo Utara seperti Desa Papualangi, Desa Cempaka Putih termasuk Dusun Margasatwa itu tetap masuk Gorontalo Utara,” kata Rusli Habibie usai pertemuan. Rusli memastikan, tak ada wilayah Gorontalo yang beralih menjadi wilayah Sulteng.
Sengketa batas wilayah ini, bermula saat terbitnya Keputusan Mendagri No. 59 Tahun 1992, saat itu Gorontalo masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Jika merujuk pada keputusan tersebut maka Desa Cempaka Putih dan Desa Papualangi Kecamatan Tolinggula masuk Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Penarikan garis batas Segemen Desa Umu (Wumu), menyusuri Sungai Tolinggula yang melewati Desa Tolinggula Ulu, Tolinggula Tengah, Tolite Jaya, Ilomangga dan Tolinggula Pantai, Kabupaten Gorontalo Utara.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Peta Keresidenan Manado No. 700 tahun 1898 yang menyatakan tapal batas merujuk pada Bukit Wumu, Bukit Dengilo dan Pegunungan Pangga, atau yang dikenal dengan Kerataan Papualangi sebagai bagian dari wilayah Kwandang (wilayah Kabupaten Gorontalo Utara, sebelum dimekarkan jadi Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara).
Bertentangan juga dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 185.5-197 Tahun 1982 tentang Penegasan Perbatasan antara Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dengan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kepmen yang diganti dengan Kepmendagri No. 59 tahun 1992. “Sehingga tadi (kemarin, red) disepakati bahwa tapas batas kedua daerah mengacu kondisi eksiisting sekarang ini,” jelas Kepala Biro Pemerintah Pemprov Gorontalo Yayu D. Matona.
Kesepakatan kedua daerah ditandai dengan penandatanganan berita acara kesepakatan bersama antara Pemprov Gorontalo dan Pemprov Sulteng serta Pemkab Gorut dan Pemkab Buol. Dari pihak Pemprov Gorontalo ditandatangani oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Asisten I Sukri Botutihe, Karo Pemerintahan Yayu D. Matona, Wakil Bupati Gorut Thariq Modanggu dan Kabag Tata Pemerintahan Gorut Marzuki Tome. Dari pihak Pemprov Sulteng ditandatangani Karo Pemerintahan dan OTDA Arfan, Kabag Pemerintahan Kabupaten Buol Dody Agan. Pihak Kemendagri diwakili Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Safrizal dan Direktur Toponomi dan Batas Daerah Sugiarto.
Sebelumnya, diketahui pada April-Mei tahun 2018, Pemerintah Kabupaten Buol, Sulteng, mengajukan permohonan pergeseran tapal batas ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pengajuan pergeseran tapal batas tersebut didasari batas alam sungai.Namun Kemendagri tidak sertamerta menyetujui permohonan itu, kendati pihak Kemendagri intensif melaluoan survey area perbatasan. Yang dilakukan adalah melakukan pertemuan dua wilayah.
Berbagai pertemuan dan perundingan pun digelar, bahkan membuat Tim Penegasan Tapal Batas (TPTB). Pada november 2019, atau setelah konflik masyarakat di perbatasan pada bulan oktober 2019, komite I DPD RI melakukan pertemuan dengan menghadirkan pemerintah daerah Gorontalo dan Sulteng, termasuk Pemda Buol dan Pemda Gorontalo Utara. Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak sesungguhynya sepakat upaya penyelesaian konflik tapal batas mengacu pada hasil pertemuan kali terakhir di Kemendagri pada 20 Agustus 2019. Ketika itu, disepakati dua hal, yaitu sepakat menggunakan regulasi sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik tapal batas dan resolusi konflik dalam bentuk tukar guling subsegmen Papualangi dengan subsegmen Umu.
Tukar guling ini telah tertuang dalam Berita Acara Rapat Nomor:47/BADIII/VIII/2019 dan merupakan alternatif penyelesaian batas yang bersifat final. Namun demikian, implementasi konsep tukar guling ini belum terlaksana karena belum ada kesepakatan antara Gubernur Sulawesi Tengah dan Gubernur Gorontalo sebagai dasar dari Kemendagri menetapkan tapal batas tersebut. Di hadapan pimpinan dan anggota Komite I DPD RI yang hadir, Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dengan tegas menolak ajakan tukar guling dari Pemerintah Kabupaten Buol.
Wakil Bupati Gorontalo Utara, Thariq Modanggu, ketika itu menegaskan bahwa pihaknya menolak tawaran tukar guling Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan tukar guling dan mengembalikan penetapan batas wilayah sesuai dengan pasal 28 Permendagri 141/2017 tentang penetapan batas daerah, dengan pertimbangan geografis, historis, dan sosiologis. Kini, setelah pertemuan yang berlangsung kurang lebih tiga jam di Kemendagri, yang dihadiri Gubernur Rusli Habibie, sengketa tapal batas Gorontalo-Sulteng, tuntas. (tro/jpnn)













Discussion about this post