GORONTALO – GP – Provinsi Gorontalo, menjadi daerah terakhir di Indonesia yang warganya terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien pertama Gorontalo, diumumkan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, pada 9 April 2020 malam, atau tepat setahun yang lalu. Pasien inisial DD, warga Desa Tumbihe, Kecamatan Kabila, Bone Bolango itu, diketahui terpapar dari pertemuan kegiatan keagamaan, yang berlangsung di Gowa, Sulawesi Selatan. Kasus pertama Covid-19 di Gorontalo itu, kemudian disebut klaster Gowa.
Setelah penemuan kasus pertama Covid-19 itu, kondisi masyarakat benar-benar khawatir, apalagi di media sosial berseliweran berita hoaks tentang virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Tiongkok itu. Tak ingin kasus Covid-19 meningkat tajam seperti pada daerah-daerah lainya, Pemerintah Provinsi Gorontalo mengambil kebijakan karantina wilayah lewat pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Usulan PSBB ke Kementerian Kesehatan, disetujui kendati sempat ditolak menteri kesehatan. Pemberlakuan PSBB di Gorontalo berlangsung tiga kali perpanjangan, mulai diberlakukan tahap pertama pada 4 mei 2020-17 mei 2020. Tahap kedua 18-31 mei 2020, dan PSBB tahap ketiga pada 31 mei – 14 juni 2020. Selain di Gorontalo, PSBB di Sulawesi juga berlaku di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Buol Sulawesi Tengah.
Dengan penerapan PSBB, aktivitas masyarakat dibatasi, di Gorontalo, perbatasan lintas provinsi ditutup, batas interaksi masyarakat di luar rumah 06.00- 17.00 wita, di atas jam tersebut semuanya sudah harus berada di rumah masing-masing. Toko atau usaha masyarakat yang boleh buka hanyalah berkaitan dengan pangan, itu pun jam operasionalnya dibatasi. Gelaran pesta nikah, acara keluarga, seminar, kegiatan pemerintah, konser musik, dan kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengundang kerumunan, semuanya disetop. Bagi yang tetap menggelar kegiatan itu, terpaksa di bubarkan petugas.
Selain itu, aktivitas masyarakat wajib menaati protokol kesehatan. Dampak Covid-19 di Gorontalo membuat banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, dan banyak pelaku usaha yang terpaksa ‘gulung tikar’, kondisi ini sama seperti yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Penyebaran Covid-19 di Gorontalo, tepat setahun (9/4) kemarin. Total warga Gorontalo yang terkonfirmasi positif corona, per 7 April 2021, mencapai 5225 orang.
Jumlah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di Gorontalo. Hingga (7/4), masih ada 117 orang yang menjalani perawatan dan isolasi, 4952 dinyatakan sembuh, dan 155 jiwa meninggal dunia dengan status positif Covid-19. Bagi pasien Covid-19 yang meninggal dunia, pelaksanaan pemakaman dilakukan dengan protokol kesehatan, yakni jenazah dimasukkan dalam peti khusus, dan hanya dimakamkan oleh petugas khusus, yang mengenakan alat pelindung diri lengkap.
Dari data satuan tugas percepatan penangan Covid-19 Provinsi Gorontalo, masih ada dua daerah yang tak pernah lepas dari status zona merah. Yakni, Kabupaten Gorontalo (Kabgor) dan Kota Gorontalo. Untuk Kabupaten Gorut, Boalemo, dan Pohuwato sudah berangsur pulih, bahkan beberapa kali sempat zona hijau, data terakhir di tiga daerah itu berstatus zona kuning, dan untuk Kabupaten Bone Bolango merupakan wilayah zona oranye penyebaran Covid-19.
Untuk penanganan Covid-19, kini pemerintah menggalakan vaksinasi Covid-19, di Gorontalo pelaksanaan vaksinasi terus dilakukan, yang pertama bagi tenaga kesehatan, dan kini menyasar para pelaku pelayanan publik, termasuk wartawan, karyawan mall, pegawai negeri. Kendati telah dilakukan vaksinasi, bukan berarti Covid-19 sudah bisa tertangani. Pemerintah belum mencabut status pandemi, makanya untuk ramadan 1442 hijriah tahun ini, pelaksanaan ibadah berjamaah di Masjid dibatasi jumlah jamaah, dan wajib menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, aktivitas mudik juga dilarang, sama seperti tahun lalu. “Tetap terapkan protokol kesehatan, tiga M, memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan,”ujar Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. (tro)
Comment