GORONTALO -GP- Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Gorontalo pada tahun ini sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Perubahan mekanisme penyelenggaraan, membuat Pilkades terasa bergengsi. Bukan karena banyaknya Calon Kades yang berkompetisi. Tapi mekanisme penyelenggaraan yang dibuat menyerupai ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Mulai dari hadirnya Komisi Pemilihan Kepala Desa atau KPU ala Pilkades. Yang diisi komisioner dari kalangan independen serta hadirnya tim pengawas Pilkades.
Bahkan pelaksanaan Pilkades tahun ini punya tahapan debat kandidat. Yang jadi panelis bukan ecek-ecek. Mereka berasal dari kalangan akademisi-akademisi yang berkompeten. Tidak main-main diantara para panelis ada 4 guru besar (Profesor), 24 doktor dan sejumlah magister yang berkompeten.
Guru besar yang hadir sebagai Panelis diantaranya Prof. Dr. Mohammad Ikbal Bahuwa yang menjadi panelis di Desa Luwoo Kecamatan Telaga Jaya. Prof Dr Meimoon Ibrahim jadi panelis di Desa Pone Kecamatan Limboto Barat. Prof DR Hamzah Uno di Desa Hutabohu Kecamatan Limboto Barat. Dan Prof DR Novriyanti Djafri sebagai Panelis di Desa Ilomangga Kecamatan Tabongo.
Sementara 24 Doktor yang ikut terlibat yaitu DR Yakob Mohammad, DR Suleman Bouti, DR Salahudin Pakaya, DR Robby Amu, DR Deby Karundeng, DR Marwan Djafar, DR Marten Bunga, DR Roni Mohammad, DR Nirmala Sahi, DR Razak Umar, DR Arten Mononggi, DR Dikson Junus, DR Sukriman Rahim, DR Umar Kau, DR Aran Suyantk, DR Tri Susanti, DR Ibrahim Ahmad, DR Hasanudin, DR Nuzlan Botutihe, DR Rpy Marten Moonti, DR Lilan Dama, DR Harun Djaini, Dr Dewi Wahyuni Baderan, dan DR Nur Muhammad Kasi.
Tidak heran jika pada pelaksanaan Debat Kades diwarnai dengan pertanyaan-pertanyaan kritis. Debat calon Kades di Desa Hutabohu contohnya. Debat yang berlangsung Senin (15/3) ini, tidak hanya memberikan kesempatan pada para Cakades untuk memaparkan visi misinya selama menjabat nanti, tetapi juga diminta untuk menanggapi pertanyaan kritis dari panelis yakni Prof DR Mohammad Ikbal Bahuwa. Para Cakades diminta memaparkan cara mereka untuk menjadikan pemerintahan yang transparan.
Hal ini ditanggapi dengan berbagai versi dari masing-masing Cakades. Seperti Cakades nomor urut 4 atas nama Tri Supardi Otaya yang mengatakan pihaknya akan memanfaatkan aplikasi hingga siap memampang rincian penggunaan anggaran desa.
“Bicara transparansi kita bukan hanya tampilkan lewat aplikasi, tetapi juga akan kita pampang di baliho agar semua warga bisa tahu semua yang kita kerjakan di desa,” ujarnya.
Berbeda dengan Tri Supardi. Dolis Bahuwa Cakades nomor urut 5 mengatakan untuk menjadikan pemerintahan desa transparan, dirinya siap terbuka. Bahkan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan “Kalau perlu pada pelaksanaan musyawarah desa saya akan ke dusun-dusun, saya akan himpun aspirasi dari dusun. Begitu pun jika kita sudah mengantongi anggaran, saya akan sampaikan ke semua dusun, kita akan terbuka,” tegasnya.
Selain mendapat pertanyaan dari para panelis. saling serang pertanyaan sesama calon juga mewarnai Debat. Masing-masing kandidat mengetes kemampuan dan kesiapan lawannya. Kepala Dinas Pemdes Kabupaten Gorontalo Nawir Tondako menjelaskan banyaknya akademisi yang terlibat dalam Pilkades 2021 ini, memberi semangat baru bagi pembangunan di desa.
“Alhamdulillah Pilkades ini kita dapat dukungan dari akademisi dan aktivis, generasi muda. Terbukti mereka mau berpartisipasi jadi Panelis,” ujar Nawir. “Inti tentunya memberikan semangat baru bagi Pembangunan di Desa, karena sejak Debat sudah bisa dilihat kapasitas calon,” tambah Nawir.
Debat Pilkades ini berlangsung selama 5 hari sejak tanggal 10 hingga 15 Maret, yang dilaksanakan di 89 Desa. Setelah Debat ini, para Kades bersiap melaksanakan Kampanye di tanggal 20 Maret mendatang. “Jadi tidak beda dengan calon bupati dan gubernur, mereka bis berdebat, dan kita bisa melihat kapasitas dari masing-masing calon. Kita berharap Pilkades ini bisa melahirkan Kades-kades yang berkualitas, berkapasitas, dan berkinerja terbaik,” pungkas Nawir.
Anggota komisi pemilihan bidang administrasi dan data Agustina Bilondatu SH, MH mengatakan, dari 89 Pilkades, hanya ada satu desa yang tidak menyelenggaran debat yakni di Desa Otopade. Karena kedua calon tidak bersedia mengikuti debat. Sehingga mereka diberikan sanksi untuk tidak melakukan kampanye selama lima hari kedepan. Dan dua calon itu tidak diperkenankan memasang baliho serta perangkat kampanye lainnya.
“Sehingga mereka tidak boleh kampanye. Stiker dan baliho dicopot dan dilarang melaksanakan aksi kampanye. Jika melanggar akan diberi peringatan pertama dan kedua. Jika tidak mengindahkan maka akan didiskualifikasi,” jelas Agustina. (nat/wie)
Comment