Cerita Pasien 01 Gorontalo Berhasil ‘Taklukkan’ Covid-19 : Cukup Patuh Protkes dan Ikuti Anjuran Nakes



Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menarik nafas panjang, di belakangnya berdiri Wakil Gubernur Idris Rahim dan sejumlah kepala daerah di Gorontalo. Hari itu, kamis 9 April 2020 malam, Rusli mengumumkan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 pertama di Gorontalo.

Rendi Wardani FathanGorontalo

KABAR Kurang baik itu diumumkan setelah rumah sakit Aloe Saboe merawat seorang pasien yang sedari awal memang dicurigai Covid-19. Pasien 01 itu berinisial DD, ia warga Desa Tumbihe, Kecamatan Kabila, Bone Bolango. “Hari ini kami mendapat kabar kurang baik, bahwa hasil tes laboratorium yang dilakukan di Makassar itu menyatakan bahwa pasien dalam pengawasan di Rumah Sakit Aloei Saboe dinyatakan positif tertular virus corona,” kata Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie.

Begitu pasien 01 diumumkan, kondisi masyarakat Gorontalo seketika khawatir, keluarga pasien 01 itu, bahkan dikucilkan lantaran dituding sebagai pembawa virus ke Gorontalo. Secara nasional, Gorontalo memang menjadi provinsi yang terakhir terpapar Covid-19. Selain tekanan psikologi bagi keluarga pasien 01, turut pula berdampak pada perekonomian mereka, tempat usaha yang menjadi sumber penghasilan keluarga terpaksa ditutup. Mereka juga dengan sendirinya melakukan karantina mandiri di rumah, bahkan sebagian anggota keluarga dilakukan isolasi di tempat yang telah disiapkan pemerintah, karena menunjukan reaktif Covid-19. Pasien 01 DD, diduga terpapat awal virus itu saat pertemuan akbar kelompok jamaah tabliq di Gowa, Sulawesi Selatan.

Ia menceritakan, pertama kali dinyatakan positif, dirinya sangat terpukul. Sebab, saat itu ia harus menjalani isolasi. Artinya, dia tak boleh lagi berinteraksi dengan keluarga dan teman dekatnya. Selama menjalani isolasi, dirinya juga rela untuk tidur sendirian di ruangan khusus pasien Covid-19 yang ada di RS Aloe Saboe (RSAS) Kota Gorontalo. RSAS merupakan rumah sakit rujukan Covid-19 di Provinsi Gorontalo. Menurutnya, sebelum diketahui ia menderita Covid-19, ia hanya mengeluh kurang enak badan. “Tidak bisa menelan makanan. Saya lalu ke Aloei Saboe (Rumah sakit),”ujarnya.

Saat di rumah sakit, gejalanya menurut medis, ternyata menyerupai ciri-ciri Covid-19, ia kemudian dilakukan rapid test dan reaktif. Perawat kemudian melakuka tes usap (swab). Spesimennya dikirim ke laboratorium kesehatan di Makassar, tiga hari berikut hasilnya keluar, dan positif. “Saat itu saya cukup terpukul. Karena mereka bilang saya harus menjalani isolasi,”carita DD.

Selama menjalani isolasi di rumah sakit, ia patuh terhadap instruksi medis. Hanya saja, beberapa hari diisolasi, ada pasien lainya juga terkonfirmasi positif yang dirawat. Pasien ini ternyata kabur dari rumah sakit, mungkin karena tidak tahan harus diisolasi. Kondisi itu, membuat petugas medis memperketat isolasi. Ia dikurung di dalam ruangan perawatan, pintu dikunci mati, jendela pun dipaku dan dipalang. Ia benar-benar berasa di dalam penjara, sangat sepi.  “Pernah ruangannya di kunci mati. Jendela di paku mati. Soalnya ada pasien yang kabur waktu itu. Karena kelakuan itu pasien, torang (kami) kena imbas,” ucap DD.

Isolasi super ketat itu berlangsung selama beberapa hari, setelah itu ia dan beberapa pasien lainya, sudah bisa menikmati udara bebas. Setiap pagi mereka olahraga, dan berjemur dibawah terik matahari setiap pukul 10.00 wita. Kemudian pukul 11.00 Wita masuk lagi ke ruang isolasi untuk mengkonsumsi makanan dan obat yang telah disediakan.

Singkat cerita, ia pun dinyatakan sembuh, setelah dua kali dilakukan swab tes hasilnya negatif. Kendati begitu, oleh perawat, dirinya belum bisa kembali ke rumah, karena harus menunggu hasil swab yang ke tiga. Empat hari kemudian hasil swab ke tiga pun tiba, hasilnya ia kembali positif. Kabar buruk itu, membuat DD harus lebih lama berada di ruang isolasi RSAS.

“Saya kembali divonis positif Covid-19. Tapi, dengan pengalaman saat pertama saya positif saya bisa melewati fase itu. Seminggu kemudian, saya akhirnya dinyatakan sembuh. Saya sangat bersyukur. Karena bisa kembali ke rumah setelah dinyatakan negatif,” tutup DD.

Menurutnya, untuk sembuh dari Covid-19 sebetulnya mudah, jika bagi pasien yang tanpa penyakit bawaan. Cukup dengan patuh seluruh intruksi tenaga kesehatan (Nakes), prose penyembuhan akan semakin cepat, dan Covid-19 bisa ditaklukkan. “Saya juga dua kali positif Covid-19. Tapi bagi saya, mudah sebenarnya untuk sembuh dari ini Corona. Patuh dengan perintah tenaga kesehatan dan rajin salat, kita bisa sembuh,” ungkap DD saat berbincang dengan Gorontalo Post, Kamis (19/11). Yang paling penting kata DD, bukan bagaimana sembuh dari perawatan Covid-19, namun bagaimana mengatasinya.

Sebab, lanjut DD mencegah ternyata lebih mudah daripada mengobati. Mencegah, cukup dengan 3 M, yakni mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir, memakai masker, dan selalu menjaga jarak. “Mudah dilakukan, saya harapkan jangan sampai mengabaikan protokol kesehatan,”tandasnya. (**)

Comment