GORONTALO -GP- Perang terhadap angkutan di Gorontalo, yang sudah over dimension over loading (ODOL) atau kendaraan yang memiliki dimensi dan muatan berlebih, telah dimulai. Ditandai penandatanganan deklarasi Gorontalo bebas angkutan ODOL, oleh semua pemangku kepentingan di Hotel Aston, Kota Gorontalo, kemarin (27/10). Deklarasi yang diprakrasai oleh Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) wilayah XXI Gorontalo itu, ditandatangani oleh Wakil Gubernur Idris Rahim, Kepala BPTD wilayah XXI Drs. H. Hasan Bisri, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten-Kota, pejabat unsur Forkopimda, TNI-Polri, para pengusaha di bidang angkutan dan seluruh instansi teknis terkait.
Deklarasi ini menjadi ikrar atas sebuah kesepakatan untuk penindakan terhadap angkutan ODOL.
Kepala BPTD wilayah XXI Gorontalo, Hasan Bisri menjelaskan, penindakan terhadap angkutan ODOL di Gorontalo akan dimulai pada 2 November 2020. Untuk menuju ke tahap itu, sejak 1-30 Oktober pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat. Melalui pemasangan pamflet dan stiker di kendaraan.
Tak hanya itu, focus grup discussion (FGD) dengan tema gerakan Provinsi Gorontalo “Zero Odol” yang dirangkaikan dengan penandatanganan deklarasi yang berlangsung kemarin, juga menjadi bagian dari sosialisasi bagi seluruh pemangku kepentingan. “FGD ini diharapkan menjadi sarana bagi semua stakeholder untuk menyamakan persepsi terkait penindakan terhadap angkutan ODOL,” jelasnya.
Pemerintah sendiri mencanangkan Indonesia bebas angkutan ODOL pada 2023. Meski begitu, menurut Hasan Bisri, Kementerian Perhubungan sudah memulai tahapan bebas ODOL sejak 1 Januari 2020. Makanya, BPTD Gorontalo dalam sebulan terakhir gencar melakukan sosialisasi ke pemilik kendaraan. Dengan harapan, tidak akan muncul banyak alasan saat penindakan mulai berlangsung. “Karena sudah disosialisasikan dan semua pemangku kepentingan baik pemerintah daerah, DPRD, Dinas Perhubungan dan seluruh stakeholder sepakat untuk memerangi angkutan ODOL. Jadi yang kita harapkan ada pemahaman yang sama dari masyarakat bahwa angkutan ODOL ini sangat merugikan,” tandasnya.
Di Gorontalo sendiri, angkutan ODOL dirasakan belum terlalu menonjol seperti di Jawa dan Sumatera. Tapi menurut Hasan Bisri, dengan kondisi itu bukan berarti Gorontalo sudah akan bebas ODOL. Mengingat Gorontalo adalah daerah pelintasan angkutan dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
“Tentu sangat terbuka peluang angkutan ODOL dari daerah tetangga ini akan melintas di Gorontalo. Nah ini juga yang akan jadi bagian dari penindakan. Karena Gorontalo juga akan terkena dampak dari pelintasan angkutan ODOL itu,” tandasnya.
Hasan Bisri menyadari kebijakan yang akan diambil ini tentu tidak akan memuaskan semua pihak. Pasti akan ada resistensi dari sekelompok masyarakat yang aktifitasnya akan terganggu dengan penindakan ODOL. “Penolakan pasti akan ada. Tapi harapannya bisa disampaikan dengan cara-cara elegan,” tandasnya.
Dia menyampaikan untuk mendukung penindakan terhadap pelanggar ODOL ini tentu membutuhkan dukungan sarana prasarana. Misalnya fasilitas jembatan timbang. Di beberapa pintu masuk darat menuju Gorontalo seperti di Kabupaten Pohuwato, perlu ada pembenahan sarana.
“Kita sudah merencanakan untuk membangun jembatan timbang baru di Pohuwato. Di atas lahan yang sudah dihibahkan Pemda. Lokasi baru itu sangat strategis. Semua angkutan darat pasti akan melintasi jalan di depan lokasi baru tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Idris Rahim, saat membuka kegiatan FGD kemarin menyambut baik langkah yang dilakukan BPTD Gorontalo. Dalam memerangi angkutan ODOL. Langkah ini menurutnya telah sejalan dengan salah satu program unggulan pemerintah provinsi di bidang infrastruktur.
“Keberadaan ODOL ini disisi lain juga akan mengurangi usia jalan. Banyak jalan yang cepat rusak karena sering dilintasi angkutan ODOL,” tandasnya.
“FGD ini menjadi sarana untuk menyamakan visi dalam tataran penindakan dan edukasi,” ujarnya.
Anggota Komisi III Deprov Gorontalo Ismail Alulu, juga menyambut baik kegiatan FGD yang dilaksanakan BPTD Gorontalo. Menurutnya, upaya untuk memerangi angkutan ODOL ini akan membantu program dari instansi vertikal lain. Misalnya balai jalan dalam menjaga kualitas jalan.
“Bentuk-bentuk sinergitas seperti ini yang kami harapkan bisa terbangun antara instansi. Sehingga program satu instansi akan mendukung program instansi lain,” jelasnya.
Dalam FGD yang menghadirkan pembicara dari Kementerian Perhubungan, Balai Jalan, Polda Gorontalo dan Kadihub Provinsi mengemuka dampak yang ditimbulkan akibat angkutan ODOL. Data dari kepolisian menunjukkan kecelakaan lalu lintas yang terjadi selama ini, 32 persen disebabkan oleh beroperasinya angkutan ODOL.
Sementara data dari Kementerian PUPR, pada 2018 anggaran sekitar Rp 43 triliun harus digelontorkan untuk memperbaiki kerusakan jalan dan jembatan akibat dilintasi angkutan ODOL.
Penindakan terhadap pemilik angkutan ODOL mengacu pada UU 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Pemilik angkutan ODOL dikenai ancaman 1 tahun penjara dan denda Rp 24 juta. (rmb/adv)
Comment