Oleh:
Rohmansyah Djafar, SH., MH
PENILAIAN hasil capaian kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah evaluasi sistematis terhadap kinerja dan perilaku ASN dalam melaksanakan tugasnya. Tujuannya untuk dasar pemberian penghargaan/sanksi, kenaikan pangkat, pengembangan kompetensi, dan memastikan pencapaian target kinerja instansi.
Prosesnya melibatkan evaluasi periodik (bulanan/triwulanan) dan tahunan yang meliputi hasil kerja dari kuantitas, kualitas, waktu, biaya, dan perilaku kerja, serta melalui tiga tahapan yaitu penetapan predikat kinerja organisasi, penetapan pola distribusi predikat kinerja pegawai, dan penetapan predikat kinerja pegawai.
Penilaian hasil capaian kinerja ASN dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan berlaku juga secara mutatis mutandis bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan bagian penting dalam proses pengelolaan manajemen ASN guna memastikan objektvitas pembinaan, meningkatkan kinerja dan kompetensi secara berkelanjutan, menjamin pencapaian target organisasi serta menjadi dasar pengambilan keputusan pejabat terkait dalam pengembangan karier PNS seperti promosi, mutasi, rotasi dan memastikan akuntabilitas birokrasi.
Banyaknya laporan pengaduan ASN yang disampaikan baik secara lisan maupun tembusan surat resmi ke Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kota Gorontalo atas ketidakpuasan ASN terhadap subjektivitas penilaian hasil capaian kinerja dari pejabat penilai/atasan langsungnya menjadi fenomena saat ini. Praktek penilaian capaian kinerja yang subjektif masih sering terjadi dan menjadi isu krusial dalam lingkup birokrasi, sehingga menimbulkan pertanyaan sinis dari para ASN apakah penilaian yang bersifat subjektif tersebut merupakan kelalaian atau sentimen dari atasan ?.
Berdasarkan penelusuran dalam KBBI, kelalaian adalah tindakan kurang hati-hati atau tidak mengindahkan kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya, sedangkan sentimen adalah pendapat atau pandangan yang didasarkan pada perasaan yang berlebihan terhadap sesuatu, perasaan mental atau emosi, atau sikap terhadap sesuatu. Definisi ini mencakup emosi yang subjektif.
Maka “Subjektivitas Penilaian Hasil Capaian Kinerja ASN: Kelalaian atau Sentimen ?” menjadi topik yang perlu dibahas untuk memberikan sentuhan pemahaman yang seragam dalam menjawab pertanyaan isu krusial yang terjadi serta menjadi pijakan dalam perbaikan kedepan. Semoga diakhir pembahasan ini dapat memberikan wawasan baru bagi kita semua.
Dasar Penilaian Capaian Kinerja ASN.
Penilaian capaian kinerja ASN meliputi aspek hasil berdasarkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang mencakup kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya serta perilaku kerja seperti orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan.
Penilaian dilakukan dengan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan, serta mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait manajemen kinerja ASN, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Menteri HYPERLINK “https://peraturan.bpk.go.id/Details/170603/permen-pan-rb-no-8-tahun-2021″Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara, dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penetapan Predikat Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Komponen Penilaian Capaian Kinerja ASN
- Aspek Hasil Kerja SKP (60%): Penilaian ini berfokus pada output yang dihasilkan ASN selama periode tertentu berdasarkan SKP yang telah direncanakan, disusun, dan disepakati antara ASN dan Pejabat penilai/Atasan langsung, Meliputi:
- Kuantitas: Jumlah pekerjaan yang diselesaikan.
- Kualitas: Tingkat kesesuaian hasil dengan standar yang ditetapkan.
- Waktu: Ketepatan waktu penyelesaian tugas.
- Biaya: Efisiensi penggunaan anggaran (jika relevan).
- Aspek Perilaku Kerja (40%): Penilaian ini berdasarkan nilai-nilai inti ASN “BerAKHLAK” (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) yang menjadi pedoman nilai dasar ASN dalam berperilaku, Meliputi:
- Orientasi Pelayanan.
- Integritas
- Komitmen
- Disiplin
- Kerja Sama.
- Kepemimpinan (untuk jabatan tertentu).
Pejabat Penilai Kinerja ASN.
Penilaian capaian kinerja ASN dilakukan oleh pejabat penilai, yang umumnya adalah atasan langsung dari ASN tersebut. Selain itu, penilaian juga bisa dilakukan oleh Pejabat Pimpinan Tinggi yang mengoordinasikan atau oleh Pejabat Penilai Kinerja yang diberi pendelegasian kewenangan.
- . Kewenangan Pejabat Penilai.
Kewenangan pejabat penilai/atasan langsung adalah untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menetapkan predikat kinerja ASN berdasarkan realisasi hasil kerja dan perilaku kerja yang dilakukan selama periode penilaian. Mereka harus memastikan penilaian tersebut objektif, terukur, akuntabel, dan partisipatif. Pejabat penilai/atasan langsung juga berwenang memberikan umpan balik dan rekomendasi untuk perbaikan kinerja ASN di masa depan.
Berikut beberapa kewenangan pejabat penilai/atasan langsung, meliputi :
- Menetapkan rating hasil kerja dan perilaku kerja: Berdasarkan data dan bukti nyata, pejabat penilai/atasan langsung menetapkan rating hasil kerja dan perilaku kerja pegawai ke dalam kategori “di atas ekspektasi,” “sesuai ekspektasi,” atau “di bawah ekspektasi”.
- Menganalisis hambatan dan memberikan umpan balik: Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, termasuk hambatan yang dihadapi, lalu memberikan umpan balik yang relevan dan konstruktif.
- Menetapkan predikat kinerja: Menggabungkan penilaian hasil kerja dan perilaku kerja untuk menetapkan predikat kinerja akhir pegawai, dengan mempertimbangkan kontribusi pegawai terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.
- Melakukan penilaian secara objektif: Memastikan penilaian didasarkan pada fakta dan data yang sebenarnya, bukan pada pandangan pribadi atau subjektif.
- Memastikan penilaian terukur: Penilaian harus dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk menghasilkan penilaian yang adil dan akurat.
- Menetapkan rekomendasi perbaikan: Memberikan rekomendasi konkret untuk perbaikan kinerja ASN di masa yang akan datang.
- Melakukan penilaian melalui sistem informasi: Melaksanakan seluruh proses penilaian kinerja melalui sistem informasi pengelolaan kinerja pegawai yang ditetapkan oleh instansi masing-masing.
- Larangan bagi Pejabat Penilai.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pejabat penilai/atasan langsung dalam melakukan penilaian kinerja ASN dilarang melakukan beberapa hal yang dapat memengaruhi objektivitas dan keadilan.
Secara umum, pejabat penilai/atasan langsung dilarang untuk:
- Melakukan penilaian berdasarkan unsur subjektif: Penilaian harus berdasarkan bukti konkret dari capaian kerja dan perilaku, bukan berdasarkan hubungan personal, like and dislike, atau lobi-lobi.
- Tidak memastikan bawahan menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP): Pejabat penilai/atasan langsung bertanggung jawab untuk memastikan bahwa bawahannya telah menyusun SKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebelum periode penilaian dimulai.
- Tidak melakukan dialog kinerja secara berkala: Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 6 Tahun 2022, pejabat penilai/atasan langsung wajib melakukan dialog kinerja dengan pegawai untuk menyusun, memantau, dan mengevaluasi hasil kerja serta perilaku kerja.
- Menetapkan hasil penilaian secara sepihak: Hasil penilaian seharusnya didiskusikan dengan pegawai yang bersangkutan. Jika pegawai merasa keberatan, mereka memiliki hak untuk mengajukan keberatan kepada atasan pejabat penilai.
- Tidak menjaga kerahasiaan data: Pejabat penilai/atasan langsung memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan data terkait hasil evaluasi kinerja.
Penyebab Penilaian Subjektif.
Dari beberapa kasus yang pernah ditemui/ditangani, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab penilaian capaian kinerja ASN bersifat subjektif, antara lain :
- Hubungan personal: Kedekatan atau konflik personal antara atasan dan bawahan sering kali memengaruhi hasil penilaian.
- Bias penilai: Atasan dapat memiliki bias pribadi, seperti recency bias(menilai hanya berdasarkan kinerja terbaru) atau bias halo/tanduk (menilai terlalu positif atau negatif berdasarkan satu aspek saja).
- Indikator yang tidak jelas: Ketiadaan indikator kinerja yang terukur dan spesifik untuk setiap posisi membuat penilaian menjadi samar dan bergantung pada interpretasi atasan.
- Kurangnya pemantauan berkala: Penilaian yang dilakukan hanya sekali atau dua kali setahun tanpa pemantauan rutin setiap periodik/triwulan dapat meningkatkan risiko atasan lupa terhadap kinerja bawahan selama periode sebelumnya.
- Keterbatasan waktu: Atasan yang terlalu sibuk mungkin tidak memiliki waktu untuk mengamati kinerja setiap bawahan secara detail, sehingga penilaian dilakukan seadanya atau berdasarkan kesan saja.
- Minimnya pelatihan: Atasan yang tidak mendapatkan pelatihan yang memadai tentang cara melakukan penilaian kinerja yang objektif akan cenderung menggunakan penilaian personal.
Dampak Penilaian Subjektif.
- Motivasi menurun: ASN yang merasa kinerjanya tidak dihargai secara adil akan kehilangan semangat untuk bekerja keras dan berprestasi.
- Kinerja organisasi terganggu: Penilaian yang tidak akurat dapat menghambat identifikasi ASN berprestasi yang seharusnya dikembangkan, dan ASN berkinerja rendah yang memerlukan pembinaan.
- Ketidakadilan promosi dan karier: Jenjang karier dan promosi menjadi tidak berdasarkan merit (kinerja dan kompetensi), melainkan berdasarkan kedekatan dengan atasan.
- Iklim kerja tidak sehat: Penilaian yang tidak transparan dapat menimbulkan kecurigaan dan konflik di antara para ASN.
- Tingkat demotivasi meningkat:ASN yang merasa diperlakukan tidak adil dapat mengalami demotivasi yang parah, bahkan sampai ingin mengundurkan diri.
Prinsip utama yang harus dipegang oleh pejabat penilai/atasan langsung adalah objektivitas dan profesionalisme untuk menjamin pembinaan ASN yang adil dan berbasis prestasi kerja, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Seorang pejabat penilai/atasan langsung yang melakukan penilaian hasil capaian kinerja ASN secara subjektif tentunya dapat dikenakan sanksi disiplin karena telah melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik. Penilaian hasil capaian kinerja ASN wajib dilakukan secara objektif, terukur, dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar hukum yang mengatur sanksi disiplin dan proses penjatuhan sanksi disiplin bagi pejabat penilai/atasan langsung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jenis sanksi yang dapat diberikan tergantung pada tingkat pelanggarannya, mulai dari hukuman disiplin ringan hingga berat.
Penilaian subjektif termasuk dalam penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik. Pelanggaran ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban untuk melaksanakan tugas secara profesional dan menghindari benturan kepentingan serta pelanggaran atas larangan untuk melakukan tindakan yang merugikan salah satu pihak.
Untuk mengurangi potensi konflik internal organisasi serta dampak sebagaimana diuraikan diatas, ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam mengatasi subjektivitas penilaian hasil capaian kinerja ASN, diantaranya:
- Penerapan regulasi yang ketat:Pemerintah, melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN), telah berupaya menekan subjektivitas dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor HYPERLINK “https://pta.kemenag.go.id/storage/921/pelatihan-teknis-penyusunan-penilaian-kinerja-pegawai-negeri-sipil-pns-3fs2j.pdf”30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara, dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penetapan Predikat Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara. Implementasi aturan ini perlu dikawal secara konsisten.
- Sistem penilaian 360° derajat:Libatkan pihak lain dalam penilaian, tidak hanya atasan langsung. Pendekatan ini melibatkan penilaian dari rekan kerja, bawahan, dan pemangku kepentingan terkait, sehingga memberikan gambaran kinerja yang lebih komprehensif.
- Penetapan indikator kinerja yang jelas:Setiap ASN harus memiliki Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang terukur, konkret, dan disepakati bersama. Ini menjadi dasar penilaian yang objektif.
- Kalibrasi penilaian:Adanya forum diskusi atau kalibrasi antara pejabat penilai/atasan langsung untuk memastikan standar penilaian yang sama bagi semua ASN, mengurangi bias personal.
- Pelatihan bagi penilai:Pejabat penilai/Atasan langsung perlu dibekali dengan pelatihan tentang cara menilai kinerja yang adil, mengidentifikasi bias, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.
- Dokumentasi kinerja:Mendorong atasan dan bawahan untuk mendokumentasikan pencapaian, target, dan umpan balik secara rutin, sehingga penilaian akhir tidak hanya mengandalkan ingatan.
- Dialog kinerja yang terbuka:Penilaian kinerja harus menjadi diskusi dua arah yang terbuka antara atasan dan bawahan. Ini memberikan kesempatan bagi ASN untuk memberikan pandangan tentang kinerja mereka.
Sebagai penutup, penting untuk diingat bahwa kesempurnaan hanya milik Allah Subhana Huwata”ala, Tuhan Yang Maha Esa, sementara kita sebagai manusia hanya bisa berusaha sebaik mungkin untuk terus belajar dan memperbaiki diri. (*)
Penulis adalah ASN Pemda Kota Gorontalo











Discussion about this post