Gorontalopost.co.id, LUWUK — Pengiriman beras lokal Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah ke Provinsi Gorontalo kembali digagalkan. Tim gabungan berhasil mencegat sepuluh truk yang mengangkut sebanyak 100 ton beras di area Pelabuhan Pagimana, Sulteng dalam sepekan terakhir, Kamis malam (23/10/2025).
Digagalkannya pengiriman beras ke Gorontalo itu bermula ketika petugas gabungan dari Polsek Pagimana, Trantib Pemcam Pagimana, dan petugas Pelabuhan ASDP Pagimana mencegat sembilan truk bermuatan 70 ton beras asal Kecamatan Toili. Namun, jumlah itu bertambah setelah ditemukan lagi 30 ton yang diangkut oleh tiga truk, sehingga total beras yang berhasil dicegat menjadi 100 ton.
Wakapolsek Pagimana, IPTU Steven Fehr, membenarkan kejadian tersebut. “Iya benar, pihak pelabuhan Pagimana berkoordinasi dengan Polsek Pagimana dan Pemcam Pagimana sementara mencegat pengiriman beras sebanyak 70 ton ke Gorontalo,” ujar Iptu Steven dikutip dari Luwuk Post (Gorontalo Post Group).
Pencegatan ini kata Steven dilakukan di tengah instruksi tegas Bupati Banggai, Amirudin, yang melarang keras beras lokal keluar daerah. Larangan tersebut bertujuan untuk menjaga ketersediaan stok pangan lokal dan menekan angka inflasi di Kabupaten Banggai, mengingat komoditas beras merupakan faktor utama penentu inflasi daerah.
Informasi menyebutkan, para pemilik beras dan sopir berencana mengajukan audiensi kepada Bupati Amirudin untuk meminta kebijaksanaan agar pengiriman beras tersebut diizinkan ke Gorontalo. Tindakan ini ditengarai dipicu oleh disparitas harga yang signifikan.
Berdasarkan bocoran di lapangan, harga beras di luar daerah bisa mencapai Rp16.000 per kilogram, jauh lebih tinggi dari harga setelah surat edaran Bupati yang berkisar Rp12.000 per kilogram. Selisih harga ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah per bulan, yang tentu menggiurkan bagi para pemilik beras dan penggilingan.
“Jika sebelumnya ada surat edaran Bupati Banggai mengenai pelarangan penjualan beras ke luar daerah, di lapangan harga tertinggi Rp 16.000/kg jika dikalikan harga beras sebelum ada surat edaran sekali tarik 100 ton nilainya Rp 1.6 miliar. Jika di dikalikan jadwal kapal seminggu 3 kali maka dipastikan beras banggai mencapai Rp 4,8 miliar per minggu dikalikan 4 minggu dalam sebulan sehingga mencapai kurang lebih Rp 19,2 miliar setiap bulan,” ujar sasalah satu sumber di Pemkab Banggai yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sabtu (25/10). Ia mengungkapkan, harga penjualan beras berbeda setelah ada surat edaran dengan harga perkilogram 12.000 dikalikan 100 ton Rp 3,6M dikalikan 4 minggu dalam sebulan mencapai total 14,4 miliar.
“Yang pasti para pemilik beras dan gilingan pasti tergiur untuk menjual beras mereka keluar daerah, karena harga lebih tinggi,” tukasnya. Hingga kemarin, 100 ton beras dan 10 kendaraan truk masih tertahan di area Pelabuhan Pagimana, menunggu tindak lanjut dan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Kabupaten Banggai.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikuktura dan Pertanian (TPHP), Subhan Lanusi, sejak akhir bulan tahun lalu (2024, red.) telah memperingatkan bahwa ada kebocoran penjualan beras Banggai ke luar daerah mencapai sekitar 136 ton.
Sementara itu dari penelusuran Gorontalo Post di sejumlah pedagang beras, bahwa penjualan beras perkilogram mencapai Rp 16.000. “Kalau perliter kami menjual Rp 14 Ribu,”kata Nely Husain salah seorang pedagang beras. Nely mengungkapkan, untuk pengambilan beras, sebagian besar pedagang membeli dari luar Gorontalo seperti Toili Sulawesi Tengah, maupun Pinrang, Sulawesi Selatan.
“Kalau beras Sulteng biasanya diisi dalam karung 50 Kg berwarna kuning kami beli dengan Harga Rp 700 Ribu, sedangkan beras Sulsel diisi dalam karung 50 Kg warna pink atau merah mudah dibeli dengan Harga Rp 725 Ribu. Kami beli beras dari kedua daerah itu karena beras Gorontalo masih kosong. Kalaupun ada hanya stok lama dan harganya mahal,”tutup Nely. (roy/LP)











Discussion about this post