Gorontalopost.co.id, GORONTALO — Aksi unjuk rasa di PT Pabrik Gula Gorontalo nyaris ricuh, Kamis (12/12/2024). Hal ini buntut saling dorong antara masa aksi dengan petugas keamanan perusahaan di depan pintu gerbang kantor PT PG Gorontalo. Pantauan Gorontalo Post, demo yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan rakyat melawan kapitalis Provinsi Gorontalo itu dipimpin langsung Hamzah Kaiko selaku Koordinator Lapangan (Korlap) sekitar pukul 11.00 wita.
Dalam orasinnya Hamzah menuntut pihak PG PG Gorontalo atas kematian sapi milik masyarakat akibat diracun. Namun, Hamzah tidak bisa menunjukan bukti dan fakta siapa pelaku yang meracuni sapi-sapi yang mati tersebut. Hamzah juga menuntut somasi yang dilayangkan pihak PT PG Gorontalo terhadap salah seorang masyarakat yang diklaim menduduki tanah milik PT PG Gorontalo. Namun, lagi-lagi Hamzah tidak bisa menunjukan bukti alas hak atau sertifikat hak milik masyarakat yang disomasi perusahaan tersebut.
Setelah berjam-jam berkoar-koar dengan suara lantang di ujung microfonnya. Permintaan Hamzah agar dapat dipertemukan dengan General Manager PT PG Gorontalo tidak terkabulkan. Pasalnya, GM PT PG Gorontalo sedang tidak berada di Gorontalo. Sementara masa aksi tidak mau bertemu dengan perwakilan perusahaan dengan alasan tidak bisa mengambil keputusan atau kebijakan perusahaan.

Manager HRD yang awalnya menginginkan adannya pertemuan mediasi dengan perwakilan masa aksi, setelah mendengar hal ini akhirnya mengurungkan niatnya bertemu dengan masa aksi, karena merasa tidak diinginkan pihak masa aksi untuk mediasi. Massa aksi yang sudah kelelahan karena panasnya teriknnya mentari ditambah dengan haus, lama-kelamaan mulai luluh dan meminta untuk dipertemukan dengan Manager HRD.
Hanya saja Manager HRD yang sudah kecewa karena merasa tidak dianggap memutuskan untuk tidak ingin melakukan audiens. Massa aksi yang sudah mulai gerah akhirnya ingin memaksa masuk ke dalam halaman kantor perusahaan. Namun, aksi itu dihadang oleh puluhan petugas keamanan perusahaan.
Hal ini praktis mengakibatkan terjadinnya aksi saling dorong antara petugas keamanan dan massa aksi. Pagar besi yang menjadi pembatas antara masa aksi yang berjumlah 30 orang dan petugas keamanan perusahaan akhirnya menjadi korban mengalami kerusakan. Petugas kepolisian yang dipimpin langsung Kabag Ops Polres Gorontalo AKP Akmal langsung mengamankan situasi yang nyaris ricuh tersebut. Sekitar pukul 13.00 Wita.

Aksi tersebut dihentikan sementara dan dilanjutkan kembali setelah para masa aksi istirahat makan siang. Namun, kali ini para pendemo melakukan aksi bakar-bakar ban. Tak ingin terjadi sesuatu, petugas kepolisian akhirnya menghentikan aksi tersebut. Beberapa saat kemudian masa aksi yang gagal bertemu dengan pimpinan perusahaan akhirnya membubarkan diri tanpa hasil.
Kabag OPS Polres Gorontalo AKP Akmal Novian Reza, SIK saat diwawancarai di lokasi demo mengatakan, pihaknya mengerahkan sebanyak 70 personel gabungan Polres dan sejumlah Polsek terdekat dengan pabrik gula. “Ya, pengamanan ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Intinya kita semua menginginkan situasi yang aman dan kondusif,”tandas Akmal yang juga didampingi Kasat Samapta AKP Yunus Miradji SH.

Sementara itu Manager Publik Relation PT. Pabrik Gula Gorontalo, Marthen Turuallo saat diwawancarai mengatakan, bahwa sampai dengan selesainnya kegiatan aksi demo, pihaknya tidak mengerti apa poin tuntutan dari aksi tersebut.
“Tidak jelas apa tuntutan mereka, salah satu orasinnya bahwa perusahaan mengambil alih tanah milik masyarakat, disatu sisi mereka mempersoalkan soal surat somasi perusahaan terhadap salah satu warga yang menurut kami justru warga tersebut yang menyerobot tanah perusahaan sehingga kami layangkan somasi,”kata Marthen.
Lebih lanjut diungkapkan Marthen, dalam surat pemberitahuan aksi ke Polda Gorontalo, bahwa telah terjadi pelanggaran hukum oleh pabrik gula. Justru pihaknya jelas Marthen balik bertanya jika perushaan melanggar, bukankah somasi itu justru adalah jalur hukum yang benar.
Perusahaan kata Marthen sudah mengikuti aturan yang berlaku dengan melakukan somasi terhadap lahan diserobot oknum masyarakat yang mengklaim bahwa lahan tersebut adalah miliknya. “Jadi kalau menurut kami bahwa hal itu justru memutar balikan fakta, bahwa perusahaan menyerobot lahan masyarakat,”kata Marthen.
Harusnya jika somasi perusahaan yang dipersoalkan, maka prosedurnya somasi tersebut dibalas dengan surat resmi bukan dengan cara demo. Dimana, masa aksi harus bisa menunjukan alas hak jika mengklaim tanah itu milik warga. “Kami melakukan somasi karena dasaranya tanah itu sudah punya sertifikat hak milik perusahaan. Karena sampai sekarang somasi itu tidak diindahkan maka kami tentu akan menindaklanjuti hal ini ke pihak berwajib,”tegas Marthen.
Kemudian ha-hal lainnya dalam tuntutan aksi itu diakui Marthen selebihnya tidak dimengerti apa yang mereka tuntut. Justru ungkap Marthen, sudah ada tindakan provokasi dengan menyebutkan atasan perushaan dengan nada suara kasar, yang menurutnya hal ini justru sudah menyerang pribadi.
Tuntutanya diakui Marthen bukan murni tentang kebijakan perusahaan. Perihal kematian sapi, pihaknya juga bingung karena tidak ada kaitannya dengan perusahaan. Bahkan pihaknya sendiri sampai saat ini tidak tahu apa penyebab sapi itu meninggal. Selain itu terkait sapi mati, sebelumnya sudah dilakukan pertemuan dengan unsur Forkopimda Kabupaten Boalemo.
Salah satu poin utama dalam kesepakatan pada pertemuan itu yakni, masyarakat tidak boleh melepaskan ternak sapi ke dalam lahan tebu milik pabrik gula, agar pabrik gula bisa melakukan pemeliharaan tanamannya sesuai prosedur atau ketentuan budi daya tanaman tebu, termasuk menyemprot rumput yang ada di dalam kebun.
Terkait reaksi dari karyawan yang menunjukan perlawanan terhadap masa aksi, hal itu diakui Marthen terjadi secara spontanitas. “Diawal semua karyawan kami diam ketika aksi demo berlangsung, karena kami semua tidak mengerti apa tuntutan mereka yang sebenarnya. Para karyawan bereaksi ketika orator sudah menyerang pribadi pimpinan perusahaan, bahkan ketika masa aksi ingin memaksa masuk ke dalam kantor, pagar pintu gerbang rusak akibat terjadi saling aksi dorong dengan petugas security. Justru mereka yang memancing reaksi karyawan,”ungkap Marthen.
Terakhir Marthen menyampaikan penekanan pimpinan perusahaan bahwa Perusahaan jangan sekali-kali mengambil sejengkal tanah milik masyarakat, haram hukumnnya. Begitu pula sebaliknya, jika tanah itu sudah sah menjadi milik perusahaan dengan alas hak yang memiliki legalitas, maka perusahaan wajib mempertahankannya. (adv/roy)










