Oleh:
Dwipa Mandala
PERKEMBANGAN dunia yang dinamis setiap waktu berubah dan penuh misteri termasuk di dalamnya perkembangan terorisme dalam dua dasawarsa terakhir ini tampak jelas. Berbagai belahan bumi mengalami perubahan yang signifikan dan saling berpengaruh mengikat satu sama lain.
Sesuai yang dikemukakan oleh Profesor David Rapoport yaitu teori empat gelombang terorisme modern pada tahun 2004, di mana beliau mengemukakan bahwa terorisme sejak abad ke-19 terbagi ke dalam 4 gelombang yang berdasarkan motivasi Ideologi dan strategi teroris yang dominan pada setiap periode yaitu :
1. Gelombang Anarkis (1880-an – 1920-an) : Terorisme yang dipicu oleh ideologi anarkisme yang menolak institusi negara.
2. Gelombang Anti-kolonial (1920-an – 1960-an) : Gerakan teroris yang berjuang untuk kemerdekaan dari kekuasaan kolonial.
3. Gelombang Kiri Baru (1960-an – 1980-an) : Terorisme yang didorong oleh ideologi revolusi sosial dan menentang kapitalisme.
4. Gelombang Religius (1979 – sekarang) : Terorisme yang berfokus pada motivasi agama, khususnya Islamis setelah Revolusi Iran.
Selanjutnya beberapa akademisi pun telah menyampaikan adanya gelombang ke-5, yang saat ini belum begitu diakui secara luas tetapi realitanya memang mengalami. Contohnya Al Qaeda dan ISIS, yang telah menorehkan luka dengan berbagai pembantaian serta teror.
Perkembangan lainnya adalah negara Amerika Serikat yang telah meninggalkan wilayah Afghanistan, sehingga kelompok Taliban yang selama ini memerangi pendudukan asing juga sedikit banyak berpengaruh dengan perubahan pola gerak terorisme di belahan dunia lain.
Di Indonesia sendiri, yang dulu pernah diteror dengan berbagai teror bom, mulai dari bom Bali 1, hingga sekarang ini banyak kelompok yang dulu berbaiat kepada Al Qaeda dan atau ISIS, telah menyamarkan gerakan-gerakan dan selalu berupaya untuk menyebarkan paham terorisme tersebut.
Perubahan bentuk terorisme atas pengaruh dari belahan bumi lain contohnya saat ini Al Qaeda dan ISIS tidak memiliki wilayah, tetapi tidak mungkin pahamnya akan habis begitu saja dan terang diketahui bahwa pola mereka berubah/berevolusi dari global ke lokal. (Danube Institute)(Digital Repository at GU).
Dengan tantangan evolusi tersebut dan belahan bumi ini terhubung secara digital, maka Indonesia harus lebih cerdas dan terkoordinir menghadapinya.
Perubahan Terorisme level global ke lokal.
Secara keseluruhan gerakan terorisme selama ini adalah pada tingkat global/internasional, tetapi saat ini dengan jatuhnya Al-Qaeda dan ISIS, mereka melakukan perubahan menjadi kelompok yang kecil-kecil dan seolah-olah tidak terhubung antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Dan hal ini tentu saja menuntut kepada negara Indonesia melalui BNPT, Polri dengan Densus 88 nya, untuk lebih jeli dan memiliki cara yang harus lebih unggul dibanding kelompok-kelompok tersebut.
Walaupun dalam waktu akhir-akhir ini tidak terjadi teror bom, tetapi pergerakan mereka yang selalu menanamkan pahamnya ternyata masih ada dan itu dibuktikan dengan penangkapan salah seorang pelaku teroris di Gorontalo beberapa waktu yang lalu.
YLK yang ditangkap di Kecamatan Telaga menurut sumber media, diketahui telah merencanakan pengeboman di Bursa Efek Singapura dan yang bersangkutan sebelumnya tergabung dalam kelompok teror Al Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP). Pelaku terorisme YLK sendiri ada di Gorontalo karena ditenggarai di Gorontalo terdapat beberapa orang simpatisannya.
Terorisme yang lingkupnya lokal dan kecil menjadi ancaman tersendiri karena mereka akan selalu memanfaatkan ketidakpuasan lokal dan isu-isu sosial untuk merekrut anggotanya serta merencanakan untuk melakukan penyerangan. Dengan pecahnya menjadi kelompok kecil tersebut tentu saja semakin menyulitkan pihak BNPT dan atau Densus 88 untuk mengamati atau melihat pola gerak mereka.
Peran Teknologi dan Media Sosial
Perkembangan teknologi dan media sosial (Medsos) sudah pasti tidak bisa dibendung. Teknologi dan media sosial memiliki peran penting dalam perubahan terorisme. Dalam beberapa kurun waktu yang lalu, kelompok-kelompok terorisme tersebut menanamkan doktrinnya diantaranya menggunakan YouTube, Telegram, Facebook, Instagram dan lain sebagainya.
Tetapi sekarang mengalami pergeseran dengan boomingnya pengguna Tik Tok, di mana pada titik awal mereka berusaha meruntuhkan kepercayaan terhadap pemerintah melalui berbagai institusi, itu jenisnya dengan menyerang dan hal tersebut menumpang pada isu-isu politik, sosial serta langkahnya meruntuhkan moral.
Di mana batasan moral dan perilaku mengalami kesenjangan yang selanjutnya dimanfaatkan untuk menggiring opini, dan nantinya akan membenarkan perilaku terorisme sebagai perilaku yang wajar. Jika opini publik menganggap perilaku Terorisme sebagai perilaku yang wajar, di sinilah bahaya yang sesungguhnya dihadapi oleh bangsa kita.
Strategi Penanggulangan
Melihat tantangan tersebut, maka diperlukan langkah-langkah yang sifatnya multidimensional, di mana pemerintah harus memperkuat kerjasama internasional serta mengkoordinir lembaga-lembaganya untuk saling bekerja sama mengidentifikasi pola gerak teroris hingga dukungan anggaran yang disediakan untuk melacak aktivitas gerakan teroris, baik secara online maupun gerakan yang dilakukan di lapangan.
Langkah penguatan dengan penanaman ideologi Pancasila, penanaman moral agama yang mengayomi kehidupan, strategi deradikalisasi untuk terpadu/efektif membendung paham-paham teroris tingkat lokal melalui kerjasama antar instansi pemerintah dan masyarakat, serta kerjasama pemerintah dengan lembaga-lembaga internasional.
Dengan langkah di atas menunjukkan bahwa pemerintah melibatkan masyarakat serta menumbuhkan kesadaran public, di mana keterlibatan masyarakat tersebut melalui sistem lingkungan yang terpadu serta mengidentifikasi setiap warganya terutama yang rawan dipengaruhi oleh paham terorisme.
Ketahanan masyarakat tersebut meliputi pembentukan sistem terpadu mulai dari tingkat RT, untuk antisipasi masuknya orang yang membawa paham teroris, hingga adanya sistem komunikasi terpadu antara unsur pemerintahan terkecil yaitu RT RW Desa, dengan pemerintah dan pemangku kepentingan pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Kita sadari, selama ini kita belum membentuk untuk keterpaduan di atas secara intensif, karena kita juga cenderung terlena atas tidak nampaknya gerakan akhir-akhir ini. Tetapi dengan terlenanya tersebut, itu merupakan suatu kerawanan tersendiri karena apabila terjadi satu serangan saja, dampaknya akan sangat besar sekali baik secara psikologis maupun kerugian fisik lainnya.
Bukan hanya dampak ketakutan yang ditimbulkan, tetapi suatu bencana yang besar bagi pemerintah dan masyarakat yang tentu saja akan sangat berpengaruh kepada jalannya pembangunan nasional.
Atas uraian di atas, maka penulis berpandangan bahwa perubahan terorisme tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi, geopolitik, dan ideologi global. Atas perkembangan tersebut perlu dilakukan strategi jangka pendek menengah dan panjang diantaranya :
1. Strategi Jangka Pendek:
Pada strategi jangka pendek ini, langkah intinya adalah pencegahan secara langsung serta reaksi cepat atas ancaman terorisme. Contoh langkah nyata jangka pendek adalah penguatan intelijen, penjagaan yang ketat ruang-ruang objek vital dan publik. Kemudian melakukan langkah-langkah penegakan hukum terhadap pelaku terorisme didukung dengan bukti yang akurat.
2. Strategi Jangka Menengah:
Pada strategi jangka menengah ini, titik utama atau langkah inti yang dilakukan adalah melemahkan jaringan terorisme dan pola radikal yang mereka tanamkan dengan deradikalisasi dan reintegrasi, di mana deradikalisasi mengajak kepada pelaku teroris yang masih bisa Sadarkan untuk kembali ke pangkuan NKRI dan mencegah radikalisasi melalui individu. Langkah deradikalisasi tersebut melalui program pendidikan dan dukungan sosial melalui platform media sosial yang ada maupun program pemerintah yang jelas.
Selanjutnya pemerintah secara terpadu melaksanakan pemutusan jalur pendanaan terorisme dengan memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak sembarangan menyalurkan dana serta melakukan pemblokiran aliran dana menggunakan mekanisme perbankan yang ada di Indonesia serta kerjasama dengan perbankan luar negeri.
3. Strategi Jangka Panjang:
Strategi jangka panjang yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melaksanakan pembangunan dengan maksimal, terprogram dan mencegah korupsi, sehingga kesenjangan sosial, ketidakadilan, konflik politik, bisa ditiadakan dan masyarakat memiliki kesadaran serta Patriotisme terhadap negara kita.
Langkah-langkah yang diambil untuk mencapai hal tersebut adalah melaksanakan stabilisasi politik dan ekonomi, melaksanakan pembangunan dengan jujur, program yang tepat sasaran, pembangunan yang merata.
Selanjutnya langkah lain yang perlu kita lakukan sebagai program pencegahan terorisme jangka panjang adalah membangun pendidikan sesuai ideologi Pancasila dengan program-program pencegahan terorisme yang terpadu.
Kesimpulan
Pola gerakan terorisme sekarang ini telah mengalami perubahan dan tentu saja semakin kompleks, maka dalam menghadapi ancaman baru tersebut pendekatan yang terintegrasi antara teknologi, sumber daya manusia perlu didukung kerjasama pada tingkat local, tingkat nasional serta tingkat internasional.
Kerjasama terpadu tersebut dengan langkah-langkah kolektif terprogram dengan tahapan jangka waktu serta mengutamakan ketahanan sumber daya manusia, sehingga adaptif dalam mengatasi perubahan yang signifikan dari perilaku terorisme sehingga kita siap untuk melaksanakan pencegahan hingga menghadapi segala macam bahaya bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.(*)










Discussion about this post