Gorontalopost.id, GORONTALO – Baru-baru ini, Gorontalo mengalami banjir yang cukup parah. Hal ini memberikan dampak pada kesehatan masyarakat. Salah satunya meningkatnya jumlah kasus bakteri Leptospirosis di Gorontalo.
Informasi yang dirangkum Gorontalo Post, di Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Senin (12/8), ada kurang lebih 53 warga Gorontalo yang sudah terpapar bakteri Leptospirosis.
Dengan jumlah kasus terbanyak berada di Kota Gorontalo yakni sebanyak 30 kasus, Kabupaten Gorontalo 21 kasus, dan Kabupaten Bone Bolango 2 kasus.
“Ada dua kategori klinis bakteri yakni aninterik atau ringan dan interik atau berat interik. Nah pada interik ini, 30 sampai 90 persen akan menimbulkan kematian, karena akan ada komplikasi yang bisa sampai pada gangguan hati dan gangguan pada fungsi ginjal,” jelas Lastri Qodriany, Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah, Dinkes Provinsi Gorontalo.
Ditambahkan meski penyakit leptospirosis tidak berbahaya seperti Covid-19, namun karena bersumber dari hewan dan manifestasinya sangat cepat, yang berdampak pada gangguan ginjal hati dan kematian, sehingga Dikes Provinsi Gorontalo berharap adanya penanganan yang lebih cepat lagi.
Bahkan penularan penyakit ini bisa pada hewan lainnya seperti sapi, kambing dan anjing serta pada manusia, di mana masa inkubasinya mulai dari 14 hari sampai 30 hari sejak terpapar.
“Bakteri Laptospisirosis ini adalah bakteri yang penyebarannya itu lebih mudah. Apalagi jika pada luka, itu sangat cepat. Dan bakteri ini dari kencing tikus. Nah, ketika kulit kita terkontak langsung, maka kotoran tikus ini mudah masuk ke dalam pori-pori kulit dan bisa masuk ke dalam organ tubuh kita.
Dari perantara tidak langsung pun juga bisa seperti, melalui tempat makan yang kita tidak cuci bersih, atau misalnya makanan yang kita taruh dan tidak ditutup. Ketika tikus melewati itu, maka kita berpotensi untuk terkena bakteri Laptospisirosis,” tambahnya.
Terakhir dirinya mengatakan, bahwa Dinkes Provinsi Gorontalo terus gencar melakukan edukasi ke masyarakat untuk selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), baik sarung tangan maupun sarung kaki, saat akan melakukan pembersihan sampah-sampah maupun saluran air.
“Ini kan berkaitan dengan perilaku hidup masyarakat, maka kami berharap dengan munculnya kasus ini, masyarakat bisa lebih peduli dan melakukan upaya pencegahan yang lebih cepat agar tidak akan ada peningkatan kasus lagi,” pungkasnya. (TR-76)










Discussion about this post