Penjabat (Pj) Gubernur Gorontalo Rudy Salahuddin meminta kualitas pengukuran anak tengkes (stunting) lebih ditingkatkan. Ia menilai secara kuantitas capaian target pengukuran sudah tinggi, namun kualitas hasil pengukurannya yang masih kurang. Hal itu ditekankanya pada rapat persiapan intervensi serentak pencagahan stunting, di Hotel Aston Gorontalo, Rabu (29/5).
TINGKAT pengukuran stunting menurut Pj Gubernur Rudy Salahuddin sudah hampir mencapai target, namun jangan hanya jumlahnya yang kita mencapai target. Tapi kualitas pengukurannya itu juga harus diperbaiki. “Sehingga nanti kualitas perbaikan dari pengukuran ini bisa jadi acuan anak-anak bisa terbebas dari stunting,” kata Rudy, kemarin.
Ia menilai adalah permasalahan mendasar terkait perbedaan indikator penilaian angka stunting di daerah. Di satu sisi, hasil pengukuran Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) menunjukkan tengkes Gorontalo di angka 6,2 persen.
Di sisi yang lain, data Survei Status Gizi Indonesia menyebut angka tengkes di Gorontalo sebesar 26,9 persen. Ada perbedaan signifikan antara keduanya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Anang S. Otoluwa turut menekankan pentingnya kualitas pengukuran. Ia meminta peran seluruh stakeholder untuk bersama-sama menyeriusi penanganan tengkes.
“Yang berikut peran PKK dan kader di lapangan, BKKBN juga ada tim penanggung keluarga, bapak-ibu semua juga punya kader Posyandu, ini di harapkan akan mendorong ini. Kita juga ingin bergerak bersama-sama dengan TNI/Polri yang ada di desa atau wilayah kerja masing-masing,” pinta Anang.
Rapat intervensi tengkes ditutup dengan paparan penanganan dan permasalahan tengkes dari beberapa OPD terkait. Diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas P3A, Dinas Sosial, dan Bapppeda Provinsi Gorontalo.
Hal yang sama, disampaikan Pj Gubernur Rudy Salahudin saat membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tingkat Provinsi Gorontalo yang berlangsung di Aula Asrama Haji Gorontalo, pada Rabu (29/5).
Kegiatan yang menyoroti prevalensi tengkes (stunting) ini, disebut Rudy penting. Kata dia, penanganan tengkes tidak tepat jika saat sudah terjadi, namun harus pada masa pra-tengkes itu sendiri.
“Dalam mengelola SDM itu tidak ada yang instan, baik itu stunting, pendidikan, semuanya pasti butuh waktu, Stunting (tengkes) itu kita tidak bisa masuk atau intervensi terlalu dalam tapi kita harus melihat ke belakang dulu atau pra-tengkesnya dan itu yang harus kita intervensi,” ujar Rudy.
Permasalahan tengkes ini harus dilakukan secara paripurna, komprehensif, terpadu, dan bersifat multisektoral dengan mengintensifkan pendampingan kepada keluarga yang beresiko. Olehnya, Rudy menaruh harapan besar atas pelaksanaan Rakerda BKKBN. (tro/*)











Discussion about this post