Gorontalopost.id, GORONTALO – Mahkamah Agung (MA) melalui putusanya nomor 3009 K/Pdt/2023 Tanggal 13 Nopember 2023, menetapkan lahan seluas 7.448 meter persegi yang berada di kawasan Bandara Djalaludin Gorontalo, adalah sah milik Pang Moniaga.
Dasar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, yang membuat Albert Pede, SH.MH, kuasa hukum Pang Moniaga dari Yayasan Bantuan Hukum Kita Gorontalo, mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Limboto.
Langkah mengajukan permohonan ekskusi, menurut Albert Pede ditempuh setelah somasi yang dilayangkanya ke Pemprov Gorontalo dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, tak beroleh respon.
Somasi per tanggal 8 Januari 2024 itu meminta penyelesaian penanganan lahan milik Pang Moniaga yang dihibahkan Pemprov Gorontalo ke Ditjen Perhubungan Udara pada tahun 2017, lahan tersebut kemudian digunakan untuk perluasan Bandara Djalaludin Gorontalo.
“Karena tidak ada informasi (lanjut) dari somasi itu, sehingga kita melanjutkan proses ini pada tahapan eksekusi, dan kini kita sudah mengajukan permohonan eksekusi (ke PN Limboto),”ujar Albert Pede, kepada wartawan saat berada di kawasan Bandara Djalaludin Gorontalo, Jumat (26/1).
Permohonan eksekusi lahan bandara Djalaludin Gorontalo itu telah dilayangkan ke PN Limboto pada 15 Januari 2024, dengan harapan segera beroleh terspon, sebab putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap.
Humas PN Limboto, Randa F.Nurhamidin, kepada wartawan membenarkan telah menerima permohonan ekekusi dari Pang Moniaga melalui kuasa hukumnya, Albert Pede. Menurut Randa, permohonan eksekusi itu masih aakan ditelaah oleh tim Pengadilan Negeri Gorontalp.
“Jadi telaah itu akan menganalisasi terhadap putusan dari MA itu, apakah bisa dieksekusi atau tidak, apakah bentuk eksekusinya itu. Walau pun sudah berkekuatan hukum tetap, kita masih menunggu hasil telaah itu,”ujarnya.
Gugatan Pang Moniaga terhadap Pemprov Gorontalo dan Ditjen Perhubungan Udara itu, berawal dari adanya pemanfaatan lahan untuk perluasan Bandara Djalaludin Gorontalo. Pang Moniaga tidak menerima lahanya tanpa izin telah digunakan untuk pengembangan Bandara Djalaludin.
Rupanya, lahan tersebut telah dihibahkan Pemerintah Provinsi Gorontalo ke Ditjen Perhubungan Udara pada tahun 2017.
Pemprov menghibahkanya, karena merasa telah melakukan ganti rugi terhadap lahan tersebut kepada Tommy Moniaga, dengan nilai Rp 1,58 Miliar.
Lahan yang dibayar Pemprov ke Tommy Moniaga itu seluas 82.510 meter persegi.
Rupanya, lahan yang dibayar tersebut tidak termasuk lahan milik Pang Moniaga, padahal sudah digunakan untuk pengembangan bandara.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, lahan milik Pang Moniaga tersebut dinilai pengadilan memiliki legalitas kepemilikan lahan yang sah, sesuai akta jual beli nomor 59/VIII/1987 tertanggal 26 Agustus 1987, yang diterbitkan Camat Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Nizam Dai, sebagai pejabat pembuat akta tanah.
Lahan seluas 7.444 meter persegi itu diperolehnya berdasarkan jual beli dengan Kutu Hasyim di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa.
“Majelis berpendapat bahwa oleh karena penggugat dapat membuktikan dirinya sebagai pemilik atas sebidang tanah yang sekarang menjadi objek sengketa tersebut sedemikian sehingga secara hukum penggugat harus dinyatakan sebagai pemilik atas sebidang tanah seluas 7.448 meter persegi, yang terletak di Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, bunyi putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo. Putusan itu kemudian dikuatkan Mahkamah Agung RI.
GUBERNUR : SEDANG KAMI PELAJARI
Kendati putusan Mahkamah Agung RI telah berkekuatan hukum tetap terkait kepemilikan sah lahan seluas 7.448 meter persegi di kawasan Bandara Djalaludin Gorontalo, yang dihibahkan Pemprov ke Ditjen Perhubungan Udara.
Namun Pemprov Gorontalo masih harus mempelajarinya, dan mengkoordinasikanya dengan Kementerian Perhubungan. Hal ini seperti yang disampaikan Pj Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya.
“Putusan itu lagi dipelajari oleh pemerintah provinsi karena putusan itu harus membayar, eksekusi harus membayar.
Ini lagi dipelajari dan dikoordinasikan dengan Kementrian Perhubungan,” kata Ismail saat diwawancarai usai membuka acara seminar Ikaatan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Gedung Belle li Mbui, Sabtu (27/1).
Pj Gubernur Ismail Pakaya, belum bisa memastikan langkah apa yang akan dilakukan usai kalah di pengadilan. Ia juga belum mengetahui berapa nominal yang harus dibayar Pemprov kepada penggugat.
“Sudahlah itu sudah putusan jadi tidak perlu lagi (diperdebatkan). (Jumlah uangnya) belum tau kan harus dihitung ulang. Makasih ya,” kata Ismail. (tro)











Discussion about this post