gorontalopost.id, GORONTALO – Musim kemarau berkepanjangan saat ini membuat para petani padi di Gorontalo was-was. Apalagi aliran air ke sawah mereka tak berjalan lancar, yang membuat petani khwatir hasil panen mereka bakal gagal.
“Tiga pekan menjelang panen, sawah ini kesulitan aliran air. Bahkan sawah kami hanya dua hari sekali dialiri air,” kata Nune, salah seorang petani di wilayah Bone Bolango saat ditemui wartawan Gorontalo Post, senin (23/10).
Dikatakan Nune, hampir seluruh petani berebut aliran air agar dapat mengairi sawah mereka.
Bahkan, akibat sulitnya air didapatkan oleh para petani, mereka sampai rela terjaga semalaman demi mengairi sawahnya.
”Apabila tidak diairi, dikhawatirkan padi yang akan diolah menjadi beras, kualitasnya akan menurun.
Pada pengalaman kemarau sebelumnya, biji beras yang akan dihasilkan dari pengaruh kemarau akan kecil-kecil butirannya dan cendrung pucat,” ungkapnya.
Selain kualitas beras yang dihasilkan kata Nune, kemarau ini juga memicu anjloknya harga beras yang dipanen. Hal ini disebabkan saat masa panen pemasokan beras import lebih banyak daripada beras lokal.
Beras import sengaja disupply saat masa panen atau ‘potong padi’ masyarakat sekitar, sehingga saat pendistribusian beras, mereka terkesan didahului beras import ini.
“Saat masa panen di sini, kami selalu didahului pemasok beras dari luar daerah, sehingga saat kami akan menjual beras, harga yang kami dapatkan jadi di bawah berkisar diangka Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu saja.
Dengan demikian, harga tersebut tidak cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan selama produksi.
Oleh karena itu, kami pun berharap agar pemerintah bisa memperhatikan nasib kami para petani,” harapnya. (Mg-03).












Discussion about this post