Gorontalopost.id- Rencana aksi unjuk rasa susulan oleh Gerakan Aliansi Lingkar Tambang 30/s Pohuwato, pada Selasa 26 sampai 30 September nanti ditanggapi Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Angesta Romano Yoyol.
Disampaikanya usai rapat Forkopimda Provinsi dan Forkopimda Pohuwato serta para tokoh dan perwakilan masyarakat penambang, Senin (25/9/2023), Pihaknya tidak melarang adanya aksi unjukrasa yang dilakukan masyarakat selama itu tidak menyalahi aturan dan undang-undang yang berlaku.
“Melakukan aksi unjukrasa itu dilindungi oleh undang-undang, tapi kalau sudah merusak fasilitas umum, membuat pembakaran di kantor-kantor pemerintah, itu sudah anarkis,” tuturnya dalam konferensi pers.
Informasi akan adanya aksi tersebut pun kata Irjen Pol Angesta, sudah diterima pihak kepolisian, hanya saja dirinya menghimbau kepada semua pihak untuk sama-sama menahan diri.
“Itu (informasi aksi) sudah kami terima, tapi kita himbau untuk sementara kondisi seperti ini, tokoh-tokoh masyarakat sudah menjelaskan untuk masing-masing cooling down, dan melakukan kegiatan aktifitas seperti biasa,” pungkasnya.
Sementara itu, hasil rapat Forkopimda diperluas yang digelar di gedung kantor PUPR Pohuwato, Koordinator Lapangan (Korlap) Gerakan Aliansi Lingkar Tambang 30/s Pohuwato, Uten Umar, menyebutkan rapat tersebut belum menemukan solusi yang bisa diterima oleh para penambang.
“Belum ada solusi yang ideal bagi para penambang, diskusi yang dilakukan tadi belum juga bisa dipegang olehg penambang. Jadi belum ada statement dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah dalam hal ini Bupati maupun Gubernur kira-kira kapan pembayaran yang diinginkan oleh penambang itu dilaksanakan. Oleh karena itu, saya sebagai jenderal lapangan menyampaikan bahwa aksi tetap akan dilaksanakan,” tegasnya.
Meski demikian, dirinya bersama Korlap lainya masih akan memikirkan metode-metode aksi yang akan dilangsungkan besok hari, agar kemudian aksi yang akan dilaksanakan tidak terjadi aksi-aksi anarkis yang dilakukan seperti halnya yang terjadi dalam aksi beberapa waktu lalu.
“Tetapi kami masih akan memikirkan metode agar nanti aksi yang kami laksanakan tidak ada penyusup yang membuat kegaduhan akhirnya terjadi tindakan-tindakan anarkis. Kami kurang lebih ada 20.000 orang, dari mana saja, ada dari Kecamatan Popayato, Dengilo Paguat dan semua wilayah tempat-tempat yang ada penambang serta pemanfaat dalam hal ini pedagang-pedagang dipasar, tukang ojek dan sebagainya,” pungkasnya.
Terkait tuntutanya, kata Ruten, para penambang menginginkan pembayaran ataupun pemberian tali asih bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang diharuskan beralih profesi dari penambang. Angka Rp. 500.000 hingga Rp. 3 juta yang akan diberikan perusahaan pun menurutnya bukanlah solusi tepat.
“Kalau dari saya sebagai anak penambang, kalau angka paling minimal itu Rp. 50 juta,” pungkasnya. (ryn)
Comment