Gorontalopost.id – Perlakuan RD alias Dede (34), bersama suaminya MIE alias Imam (32), terhadap bocah 10 tahun ponakan mereka sendiri, diluar nalar. Anak laki-laki itu meregang nyawa setelah berkali-kali mereka aniaya dengan sadis. Tak hanya dia, kakak-kakaknya, juga diduga mendapat perlakuan serupa. Korban bersama tiga orang kakaknya, memang tinggal di rumah RD, setelah orang tua mereka bercerai beberapa tahun lalu.
Diketahui, korban meninggal dunia Sabtu (13/5) petang, setelah dianiaya dengan keji oleh RD. Korban meninggal dihadapan kakaknya, yang sempat memberinya air minum sore itu. RD memukulnya menggunakan selang air, secara berulang-ulang, hingga badannya membiru. Dari visum luar, terdapat 47 luka dibagian belakang tubuh mungil bocah malang itu. Tangan korban membiru kehitaman, pun begitu dengan wajah dan kelopak mata. Rupanya, bukan kali ini korban mendapat pukulan dan siksaan dari tantenya dan diduga ditopang pamanya. Hal itu diketahui dari banyaknya luka kering di tubuh korban, pun begitu dengan kakak-kakaknya. RD kerap menjadikan kakak beradik ini sasaran luapan emosi, hingga babak belur. Sadisnya, luka dan memar dari hasil hantaman selang air ditubuh mereka bukanya diobati, justeru di tetesi dengan perasan jeruk, yang tentunya pedih. Tak puas, RD menambahnya dengan tetesan lilin panas. “Benar-benar sadis, tidak manusiawi apa yang dilakukan tantenya kepada kakak beradik ini,” ujar ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Gorontalo, Profesor Forry Nawai, yang ditemui Gorontalo Post, di RS Bhayangkara Polda Gorontalo, Selasa (16/5). Forry mengatakan, penganiayaan yang dilakukan RD dan MIE terlampau sadis. Ia bahkan menangis mendengar langsung peristiawa memilukan yang dialami anak-anak belasan tahun itu. Isteri Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo ini mengatakan, Senin (15/5) malam, didampingi lawyer sempat menemui pelaku, dan mewawancarainya secara langsung. Faktanya, memang demikian, usai menganiaya korban hingga memar dan luka, RD megolesinya dengan air jeruk perasan, dan ditetesi cairan lilin yang panas. “Fakta yang kami dapat, penyiksaan ini terlampau sadis,” ungkap Forry. Untuk mengelabui tentangga, agar teriakan para korban menahan sakit karena penganiayaan sadis, tidak terdengar, RD menghidupkan musik dengan suara tinggi. “Suara musik volumenya dihidupkan keras, agar teriakan korban tidak terdengar,” kata Forry yang kemarin, turut mengawal pelaksanaan autopsi.
Menurut, Forry, selain tindakan pidana yang harus diterapkan, RD dan MIE dianjurkan untuk melalui tes kejiwaan, karena melakukan tindakan keji bagi bocah secara terus menurus. “Saya sudah komunikasikan dengan Kapolres, agar pelaku melakukan tes kejiwaan, melihat kondisi dan perlakuan baik korban dan kakak-kakaknya yang terlampau sadis, kakak-kaka korban pun akan didampingi oleh psikolog untuk mengetes kejiwaan mereka yang tertekan selama ini karena diperlakukan tak baik oleh tante dan pamannya,” ujar Fory.
Sementara itu, ayah korban UM (43) tak habis pikir dengan perlakuan RD dan MIE terdahap anak-anaknya. “Keterlaluan sekali anak-anak saya diperlakukan seperti itu, saya tidak sangka,” ungkap UM. Memang, kata dia, usai rumah tangga bersama isterinya berantakan, anak-anak mereka bak ayam kehilangan induk. Sebagai ayah, ia meninggalkan mereka di panti asuhan, dan dia memilih mengadu nasib di Manado, Sulut.
Oleh RD dan MIE, mereka kemudian diasuh. Korban bersama tiga kakaknya tinggal di rumah RD, yang ternyata ‘neraka’ bagi mereka. ” Saya sering kirim uang, bahkan kata tantenya selalu diperlakukan dengan baik, makannya, kesehatannya dan semuanya, tapi ternyata seperti ini,”sesal UM, sembari meminta ipar dan saudaranya itu agar diberi hukuman setimpal.
PROSES AUTOPSI
Jenzah korban, Selasa (16/5) kemarin selesai dilakukan autopsi di RS Bhayangkara, Polda Gorontalo. Proses autopsi berlangsung kurang lebih enam jam, dimulai pukul 11.00 wita, dan selesai jelang jam lima sore. Autopsi dilakukan langsung oleh dokter forensik yang didatangkan dari Mabes Polri. Usai menjalani autopsi, jenazah langsung dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Setelah itu, dibawa keluarga untuk dimakamkan di pekuburan Desa Donggala, Kecamatan Tapa, Bone Bolango.
Kapolres Gorontalo AKBP Dadang Wijaya, kemarin, mengatakan, hasil autopsi masih akan ditunggu. Biasanya kata dia, satu atau dua hari kedepan, hasilnya sudah diketahui. “Kalau sudah ada nanti akan kita publish,” ungkap Kapolres.
Namun begitu, mantan Kapolres Boalemo ini mengatakan, dengan melihat kondisi korban, memang sudah sering mengalami penganiayaan yang lama dan berulang, terlihat dari bekas luka lama dan luka basah di badan korban. Kapolres juga tak menapik, jika korban mengalami penyiksaan seperti perasan air jeruk dan lelehan lilin di luka. Barang buktinya bahkan sudah diamankan polisi. “Semua barang bukti berupa selang air, lilin dan juga jeruk peras sudah diamankan,” ujar Kapolres.
Saat ini suami isteri yang merupakan paman dan tante korban itu, sudah ditetapkan menjadi tersangka, untuk sementara mereka dijerat dengan Undang-undang perlindungan anak, dimana ancaman pidanya 15 tahun penjara. “Saat ini pelaku sudah ditahan di Polres Gorontalo, dan terus dilakukan interogasi untuk mengumpulkan bukti-bukti,” tegas Dadang. Ia menambahkan, jumlah korban penganiayaan bisa saja bertambah, sebab kakak-kakak korban yang meninggal dunia, diketahui juga mengalami penganiayaan serupa. “Bisa jadi akan bertambah jumlah korban, tetapi ini masih terus didalami perlahan-lahan, melihat kondisi kejiwaan dari kakak-kakak korban yang terlihat tertekan dan semuanya masih dibawah umur,” pungkasnya. (Wie)











Discussion about this post